Situbondo (Antaranews Jatim) - Kusnin, mantan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, yang menjadi terdakwa kasus dugaan korupsi Dana Bagi Hasil Cukai dan Tembakau tahun anggaran 2015 mengungkapkan pernah menyerahkan uang Rp150 juta kepada seseorang di ruang kerja Sekretaris Daerah Kabupaten Situbondo.
"Jadi, pada sidang agenda mendengarkan saksi-saksi hari Senin (21/1) di Pengadilan Tipikor Surabaya, Sekda Kabupaten Situbondo (Syaifullah) memberikan kesaksian di luar pokok perkara dugaan korupsi DBHCT, akan tetapi sebagai saksi penyerahan uang Rp150 juta kepada sesorang berinisial AG di ruang Sekda," kata Usman, kuasa hukum terdakwa Kusnin di Situbondo, Kamis.
Namun demikian, katanya, dalam kesaksian di persidangan, Sekda Syaifullah menyangkal dan mengaku tidak tahu terkait penyerahan uang ratusan juta oleh terdakwa kepada seseorang berinisial AG di ruang kerjanya.
Padahal, lanjut dia, dalam berita acara pemeriksaan (BAP) penyidik Polres Situbondo, pria berinisial AG yang menerima uang Rp150 juta mengakuinya, namun dalam kesaksiannya di persidangan dipungkiri.
"Dalam BAP penyidik kepolisian, AG yang disebut penerima uang dari terdakwa Rp150 juta mengakuinya dan di dalam ruangan itu selain ada saksi Sekda (Syaifullah) dan pria inisial AG, juga ada dua pejabat lainnya," paparnya.
Usman mengatakan, karena dalam persidangan saksi Sekda Syaifullah menyangkal tidak tahu terkait penyerahan uang ratusan juta dari terdakwa Kusnin kepada pria inisial AG, majelis hakim meminta jaksa penuntut umum agar segera mengagendakan pemeriksaan terhadap Sekda Syaifullah.
"AG yang menerima uang itu adalah seseorang yang seolah-olah akan menyelesaikan masalah (kasus) terdakwa. Karena kesaksian menyangkal atau dipungkiri, hakim meminta JPU mengagendakan pemeriksaan terhadap Sekda dan pria berinisial AG itu," katanya.
Informasi dihimpun, dalam fakta persidangan terungkap bahwa terdakwa menyerahkan uang ratusan juta di ruang sekda yang rencananya untuk mengembalikan adanya kerugian negara.
Terpisah, Kasi Pidsus Kejaksaan Negeri Situbondo Reza Aditya Wardhana mengatakan masih akan mendalami petunjuk hakim yang meminta JPU untuk mengagendakan pemeriksaan terhadap Sekda Kabupaten Situbondo dan AG.
"Memang ada perintah hakim untuk pengembangan kasus ini, tetapi lebih baik kami menunggu hingga persidangan selesai, biar lebih jelas pengembangan apa yang akan dilakukan," kata Reza.
Ia mengaku tidak banyak mengetahui fakta persidangan, karena tidak hadir pada sidang yang menghadirkan 10 saksi tersebut.
"Saya tidak hadir, jadi tidak banyak tahu soal persidangan," ujarnya.
Sementara itu, Sekretaris Daerah Kabupaten Situbondo Syaifullah saat dikonfirmasi wartawan enggan berkomentar.
"Saya tidak mau komentar soal itu, karena tidak ada kaitannya dengan saya," katanya, singkat.
Kasus dugaan korupsi Dana Bagi Hasil Cukai dan Tembakau (DBHCT) di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, selain kepala dinas (Kusnin) dan staf juga ada dua kontraktor yang terlibat, yakni berinisial SL dan SA (keduanya perempuan).
Dugaan kasus penyalahgunaan DBHCT pada tahun anggaran 2015 sebesar sekitar Rp900 juta digunakan pembangunan saluran air di beberapa desa secara swakelola bekerja sama dengan tersangka dua kontraktor dan ditemukan tindak pidana korupsi.
Berdasarkan temuan Inspektorat Pemkab Situbondo dari nilai pengggunaan anggaran Rp900 juta itu, katanya, terdapat kerugian negara sekitar Rp200 juta. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019
"Jadi, pada sidang agenda mendengarkan saksi-saksi hari Senin (21/1) di Pengadilan Tipikor Surabaya, Sekda Kabupaten Situbondo (Syaifullah) memberikan kesaksian di luar pokok perkara dugaan korupsi DBHCT, akan tetapi sebagai saksi penyerahan uang Rp150 juta kepada sesorang berinisial AG di ruang Sekda," kata Usman, kuasa hukum terdakwa Kusnin di Situbondo, Kamis.
Namun demikian, katanya, dalam kesaksian di persidangan, Sekda Syaifullah menyangkal dan mengaku tidak tahu terkait penyerahan uang ratusan juta oleh terdakwa kepada seseorang berinisial AG di ruang kerjanya.
Padahal, lanjut dia, dalam berita acara pemeriksaan (BAP) penyidik Polres Situbondo, pria berinisial AG yang menerima uang Rp150 juta mengakuinya, namun dalam kesaksiannya di persidangan dipungkiri.
"Dalam BAP penyidik kepolisian, AG yang disebut penerima uang dari terdakwa Rp150 juta mengakuinya dan di dalam ruangan itu selain ada saksi Sekda (Syaifullah) dan pria inisial AG, juga ada dua pejabat lainnya," paparnya.
Usman mengatakan, karena dalam persidangan saksi Sekda Syaifullah menyangkal tidak tahu terkait penyerahan uang ratusan juta dari terdakwa Kusnin kepada pria inisial AG, majelis hakim meminta jaksa penuntut umum agar segera mengagendakan pemeriksaan terhadap Sekda Syaifullah.
"AG yang menerima uang itu adalah seseorang yang seolah-olah akan menyelesaikan masalah (kasus) terdakwa. Karena kesaksian menyangkal atau dipungkiri, hakim meminta JPU mengagendakan pemeriksaan terhadap Sekda dan pria berinisial AG itu," katanya.
Informasi dihimpun, dalam fakta persidangan terungkap bahwa terdakwa menyerahkan uang ratusan juta di ruang sekda yang rencananya untuk mengembalikan adanya kerugian negara.
Terpisah, Kasi Pidsus Kejaksaan Negeri Situbondo Reza Aditya Wardhana mengatakan masih akan mendalami petunjuk hakim yang meminta JPU untuk mengagendakan pemeriksaan terhadap Sekda Kabupaten Situbondo dan AG.
"Memang ada perintah hakim untuk pengembangan kasus ini, tetapi lebih baik kami menunggu hingga persidangan selesai, biar lebih jelas pengembangan apa yang akan dilakukan," kata Reza.
Ia mengaku tidak banyak mengetahui fakta persidangan, karena tidak hadir pada sidang yang menghadirkan 10 saksi tersebut.
"Saya tidak hadir, jadi tidak banyak tahu soal persidangan," ujarnya.
Sementara itu, Sekretaris Daerah Kabupaten Situbondo Syaifullah saat dikonfirmasi wartawan enggan berkomentar.
"Saya tidak mau komentar soal itu, karena tidak ada kaitannya dengan saya," katanya, singkat.
Kasus dugaan korupsi Dana Bagi Hasil Cukai dan Tembakau (DBHCT) di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, selain kepala dinas (Kusnin) dan staf juga ada dua kontraktor yang terlibat, yakni berinisial SL dan SA (keduanya perempuan).
Dugaan kasus penyalahgunaan DBHCT pada tahun anggaran 2015 sebesar sekitar Rp900 juta digunakan pembangunan saluran air di beberapa desa secara swakelola bekerja sama dengan tersangka dua kontraktor dan ditemukan tindak pidana korupsi.
Berdasarkan temuan Inspektorat Pemkab Situbondo dari nilai pengggunaan anggaran Rp900 juta itu, katanya, terdapat kerugian negara sekitar Rp200 juta. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019