Surabaya (Antaranews Jatim) - Anggota Badan Pengawas Rumah Potong Hewan (RPH) Agus Hendrawan mengikuti jejak Dirut RPH Teguh Prihandoko mundur dari jabatannya akibat konflik internal berkepanjangan di perusahaan daerah milik Pemkot Surabaya itu.
"Saya sudah merencanakan untuk mundur lama. Tapi kedahuluan sama Cak Teguh (Dirut RPH). Saya sudah melayangkan surat pengunduran diri pada 28 Desember 2019," kata Agus Hendarwan kepada Antara di Surabaya, Senin.
Menurut dia, konflik berkepanjang di internal RPH telah berimplikasi dicabutnya Nomor Kontrol Veteriner (NKV) atau sertifikasi rumah potong hewan untuk menghasilkan daging ASUH (Aman, Sehat, Utuh dan Halal) oleh Dinas Peternakan (Disnak) Jawa Timur beberapa waktu lalu.
Ia mengatakan roh atau semnagatnya RPH itu pada dua sertifikasi yakni NKV dan Sertifikasi Halal dari MUI. Ketidaksamaan visi dalam manajemen perusahaan telah mempercepat dicabutnya NKV RPH oleh Disnak Jatim.
"Bagaimana mau melayani masyarakat, kalau standar higienis dari pemerintah sendiri telah dicabut," ujarnya.
Belum lagi, lanjut dia, urusan sertifikasi halal, kalau dibiarkan tanpa manajemen yang bagus, bisa-bisa lepas juga. "Terus apa jadinya RPH. Apa tidak malu saya? Apa tidak malu pemilik perusahaan bila gagal mempertahankan roh perusahaan?" katanya.
Saat ditanya apakah ada persoalan lain seperti halnya konflik di internal Bawas RPH, Agus mengatakan tidak ada masalah di internal Bawas, melainkan sudah kompak, meski pada awalnya sempat ada perbedaan visi juga di internal bawas.
"Kedua rekan saya di bawas sudah pada memahami sekarang," katanya.
Begitu juga saat ditanya jika di internal Bawas sudah kompak, kenapa bawas tidak bisa mengarahkan direksi RPH, Agus mengatakan pihaknya bersama Pemkot Surabaya sudah mengarahkan itu. Hanya saja hal itu tidak berhasil.
Buktinya, komando Dirut tidak sepenuhnya dilakukan oleh dua direksi lainnya, sampai sekarang. Kalaupun Dirut salah, kan urusan Bawas yang menegur," katanya.
Bahkan, lanjut dia, suratnya yang ditujukan kepada Wali Kota Surabaya dahulu juga sudah jelas merekomendasikan tiga opsi pemberhentian dengan hormat kepada dirut, dua direktur dan semua direksi RPH.
Namun, kata dia, surat yang ditujukan ke wali kota itu tidak ada tanggapan dan Kabag Perekonomian Pemkot Surabaya mencoba menengahi persoalan di RPH.
"Saat itu di internal Bawas RPH juga terpecah yakni dua anggota Bawas juga sudah merekomendasi Dirut diberhentikan. Sedang saya sendirian merekomendasi semua direksi diberhentikan," katanya.
Agus mengaku bahwa dirinya sebetulnya punya keinginan untuk membantu membenahi carut marut yang ada di perusahaan daerah milik Pemkot Surabaya itu.
"Ingin mengabdi, tapi rasanya malah salah," katanya.
Menanggapi hal itu, Asisten II Sekretaris Kota (Sekkota) Surabaya M. Taswin mengatakan mundurnya Agus Hendarwan dari Bawas RPH tidak pengaruhnya karena saat ini sudah ada tiga anggota bawas yang baru hasil rekrutmen yang akan segera dibuatkan Surat Keputusan (SK).
"Bawas saat ini sudah habis masa jabatannya karena sudah tiga kali diperpanjang," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
"Saya sudah merencanakan untuk mundur lama. Tapi kedahuluan sama Cak Teguh (Dirut RPH). Saya sudah melayangkan surat pengunduran diri pada 28 Desember 2019," kata Agus Hendarwan kepada Antara di Surabaya, Senin.
Menurut dia, konflik berkepanjang di internal RPH telah berimplikasi dicabutnya Nomor Kontrol Veteriner (NKV) atau sertifikasi rumah potong hewan untuk menghasilkan daging ASUH (Aman, Sehat, Utuh dan Halal) oleh Dinas Peternakan (Disnak) Jawa Timur beberapa waktu lalu.
Ia mengatakan roh atau semnagatnya RPH itu pada dua sertifikasi yakni NKV dan Sertifikasi Halal dari MUI. Ketidaksamaan visi dalam manajemen perusahaan telah mempercepat dicabutnya NKV RPH oleh Disnak Jatim.
"Bagaimana mau melayani masyarakat, kalau standar higienis dari pemerintah sendiri telah dicabut," ujarnya.
Belum lagi, lanjut dia, urusan sertifikasi halal, kalau dibiarkan tanpa manajemen yang bagus, bisa-bisa lepas juga. "Terus apa jadinya RPH. Apa tidak malu saya? Apa tidak malu pemilik perusahaan bila gagal mempertahankan roh perusahaan?" katanya.
Saat ditanya apakah ada persoalan lain seperti halnya konflik di internal Bawas RPH, Agus mengatakan tidak ada masalah di internal Bawas, melainkan sudah kompak, meski pada awalnya sempat ada perbedaan visi juga di internal bawas.
"Kedua rekan saya di bawas sudah pada memahami sekarang," katanya.
Begitu juga saat ditanya jika di internal Bawas sudah kompak, kenapa bawas tidak bisa mengarahkan direksi RPH, Agus mengatakan pihaknya bersama Pemkot Surabaya sudah mengarahkan itu. Hanya saja hal itu tidak berhasil.
Buktinya, komando Dirut tidak sepenuhnya dilakukan oleh dua direksi lainnya, sampai sekarang. Kalaupun Dirut salah, kan urusan Bawas yang menegur," katanya.
Bahkan, lanjut dia, suratnya yang ditujukan kepada Wali Kota Surabaya dahulu juga sudah jelas merekomendasikan tiga opsi pemberhentian dengan hormat kepada dirut, dua direktur dan semua direksi RPH.
Namun, kata dia, surat yang ditujukan ke wali kota itu tidak ada tanggapan dan Kabag Perekonomian Pemkot Surabaya mencoba menengahi persoalan di RPH.
"Saat itu di internal Bawas RPH juga terpecah yakni dua anggota Bawas juga sudah merekomendasi Dirut diberhentikan. Sedang saya sendirian merekomendasi semua direksi diberhentikan," katanya.
Agus mengaku bahwa dirinya sebetulnya punya keinginan untuk membantu membenahi carut marut yang ada di perusahaan daerah milik Pemkot Surabaya itu.
"Ingin mengabdi, tapi rasanya malah salah," katanya.
Menanggapi hal itu, Asisten II Sekretaris Kota (Sekkota) Surabaya M. Taswin mengatakan mundurnya Agus Hendarwan dari Bawas RPH tidak pengaruhnya karena saat ini sudah ada tiga anggota bawas yang baru hasil rekrutmen yang akan segera dibuatkan Surat Keputusan (SK).
"Bawas saat ini sudah habis masa jabatannya karena sudah tiga kali diperpanjang," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018