Surabaya (Antaranews Jatim) - Badan Kehormatan DPRD Kota Surabaya mengumpulkan keterangan dari berbagai pihak untuk menindaklanjuti pengaduan legislator PDI Perjuangan Anugrah Ariyadi terkait dugaan pelanggaran etika dan tata tertib dewan yang dilakukan Sekretaris Komisi B DPRD setempat Edi Rachmat.
"Kami mulai lakukan full bucket (kumpulkan keterangan) dari berbagai pihak yang terkait agar bisa didapatkan penyelesaian yang adil untuk kedua belah pihak," kata Ketua Badan Kehormatan (BK) DPRD Surabaya Minun Latif kepada wartawan di Surabaya, Rabu.
Untuk sementara, lanjut dia, pengumpulan keterangan masih sebatas di internal Komisi B DPRD Surabaya. "Kami minta keterangan ke staf komisi dan beberapa yang lain. Jadi masih belum melangkah jauh," katanya.
Namun, pihaknya akan berusaha mencari solusi terbaik agar ada perdamaian di antara kedua belah pihak. Setelah selesai mengumpulkan keterangan, BK akan menyerahkan hasilnya kepada Komisi B.
"Intinya nanti kami serahkan penyelesaiannya ke Komisi B," ujarnya.
Wakil Ketua Komisi B DPRD Surabaya Anugrah Ariyadi sebelumnya menyerahkan surat pengaduan BK DPRD Surabaya dengan tembusan Ketua DPRD Surabaya.
Anugrah Ariyadi mengatakan, jika laporan pengaduannya telah dilengkapi dengan beberapa bukti pendukung, namun bagaimana tindak lanjutnya diserahkan sepenuhnya kepada BK DPRD Surabaya.
"Saya melaporkan ini atas perintah fraksi dan partai. Kalau tidak ada perintah, ngapain saya lapor beginian," katanya.
Pelaporan tersebut dilatarbelakangi surat pengajuan kunjungan kerja (kunker) yang diajukan ke pimpinan DPRD Surabaya yang telah ditandatangani Wakil Ketua Komisi B DPRD Surabaya Anugrah Ariyadi pada Senin (12/11) itu, dianulir dan diganti surat pengajuan baru oleh Sekretaris Komisi B Edi Rachmat tanpa sepengetahuan Anugrah atau tidak ada koordinasi sebelumnya.
Anugrah mengatakan bahwa berdasarkan rapat internal Komisi B yang ada saat itu dihadiri dirinya, M Arsyad (PAN), Erwin Thatjuadi (PDIP), Baktiono (PDIP), Dini Rijanti (Demokrat) dan Binti Rochma (Golkar) serta Achmad Zakaria (PKS) telah sepakat kunker ke Dinas Koperasi dan Disperindag Yogyakarta pada Selasa (13/11).
Namun, surat pengajuan kunker tersebut tiba-tiba diganti Sekretaris Komisi B DPRD Surabaya pada Rabu (14/11). Menurut Anugrah, hal ini merupakan salah satu bentuk pelanggaran tatib DPRD Surabaya.
"Apalagi Kunker ini kan dibiayai APBD Surabaya. Padahal aturan yang ada dalam tatib DPRD Surabaya itu tidak diperkenankan karena doubel anggaran kunjungan," ujarnya.
Sekretaris Komisi B DPRD Kota Surabaya Edi Rahmat saat dikonfirmasi mengaku tidak mempermasalahkan dirinya dilaporkan ke BK. Ia menjelaskan bahwa surat pengajuan kunker tersebut permintaan Ketua Komisi B.
"Sekretaris komisi itu bukan pemutus, tapi itu perintah ketua," katanya.
Soal adanya surat pengajuan dari wakil ketua komisi lebih dulu, Edi mengatakan seharusnya itu dikoordinasikan dulu dengan ketua komisi B. Menurutnya semua surat keluar harus sepengetahuan ketua komisi.
"Kalau tau mana mungkin ketua komisi menyuru saya buat surat lagi. yang penting itu koordinasi. DPRD itu kolektif klegial, tidak ada yang lebih tinggi. tapi etika pimpinan tertinggi yang memutuskan," katanya.
Bahkan, lanjut dia, waktu itu juga sudah disampaikan di grup whatsapp (WA), tapi gak ada yang komentar dari Anugrah maupun anggota komisi B lainnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
"Kami mulai lakukan full bucket (kumpulkan keterangan) dari berbagai pihak yang terkait agar bisa didapatkan penyelesaian yang adil untuk kedua belah pihak," kata Ketua Badan Kehormatan (BK) DPRD Surabaya Minun Latif kepada wartawan di Surabaya, Rabu.
Untuk sementara, lanjut dia, pengumpulan keterangan masih sebatas di internal Komisi B DPRD Surabaya. "Kami minta keterangan ke staf komisi dan beberapa yang lain. Jadi masih belum melangkah jauh," katanya.
Namun, pihaknya akan berusaha mencari solusi terbaik agar ada perdamaian di antara kedua belah pihak. Setelah selesai mengumpulkan keterangan, BK akan menyerahkan hasilnya kepada Komisi B.
"Intinya nanti kami serahkan penyelesaiannya ke Komisi B," ujarnya.
Wakil Ketua Komisi B DPRD Surabaya Anugrah Ariyadi sebelumnya menyerahkan surat pengaduan BK DPRD Surabaya dengan tembusan Ketua DPRD Surabaya.
Anugrah Ariyadi mengatakan, jika laporan pengaduannya telah dilengkapi dengan beberapa bukti pendukung, namun bagaimana tindak lanjutnya diserahkan sepenuhnya kepada BK DPRD Surabaya.
"Saya melaporkan ini atas perintah fraksi dan partai. Kalau tidak ada perintah, ngapain saya lapor beginian," katanya.
Pelaporan tersebut dilatarbelakangi surat pengajuan kunjungan kerja (kunker) yang diajukan ke pimpinan DPRD Surabaya yang telah ditandatangani Wakil Ketua Komisi B DPRD Surabaya Anugrah Ariyadi pada Senin (12/11) itu, dianulir dan diganti surat pengajuan baru oleh Sekretaris Komisi B Edi Rachmat tanpa sepengetahuan Anugrah atau tidak ada koordinasi sebelumnya.
Anugrah mengatakan bahwa berdasarkan rapat internal Komisi B yang ada saat itu dihadiri dirinya, M Arsyad (PAN), Erwin Thatjuadi (PDIP), Baktiono (PDIP), Dini Rijanti (Demokrat) dan Binti Rochma (Golkar) serta Achmad Zakaria (PKS) telah sepakat kunker ke Dinas Koperasi dan Disperindag Yogyakarta pada Selasa (13/11).
Namun, surat pengajuan kunker tersebut tiba-tiba diganti Sekretaris Komisi B DPRD Surabaya pada Rabu (14/11). Menurut Anugrah, hal ini merupakan salah satu bentuk pelanggaran tatib DPRD Surabaya.
"Apalagi Kunker ini kan dibiayai APBD Surabaya. Padahal aturan yang ada dalam tatib DPRD Surabaya itu tidak diperkenankan karena doubel anggaran kunjungan," ujarnya.
Sekretaris Komisi B DPRD Kota Surabaya Edi Rahmat saat dikonfirmasi mengaku tidak mempermasalahkan dirinya dilaporkan ke BK. Ia menjelaskan bahwa surat pengajuan kunker tersebut permintaan Ketua Komisi B.
"Sekretaris komisi itu bukan pemutus, tapi itu perintah ketua," katanya.
Soal adanya surat pengajuan dari wakil ketua komisi lebih dulu, Edi mengatakan seharusnya itu dikoordinasikan dulu dengan ketua komisi B. Menurutnya semua surat keluar harus sepengetahuan ketua komisi.
"Kalau tau mana mungkin ketua komisi menyuru saya buat surat lagi. yang penting itu koordinasi. DPRD itu kolektif klegial, tidak ada yang lebih tinggi. tapi etika pimpinan tertinggi yang memutuskan," katanya.
Bahkan, lanjut dia, waktu itu juga sudah disampaikan di grup whatsapp (WA), tapi gak ada yang komentar dari Anugrah maupun anggota komisi B lainnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018