Sosok Alfiani Hidayatul Solikah, salah satu pramugari Lion Air JT 610 rute Jakarta- Pangkal Pinang yang jatuh di Tanjung Karawang, Jawa Barat dikenal sebagai siswi yang pintar saat masa sekolahnya.
Gadis berusia 20 tahun itu merupakan lulusan SMA Negeri 1 Dolopo, Kabupaten Madiun, Jawa Timur. Alfi, sapaan akrabnya, sering diikutkan dalam lomba debat Bahasa Inggris.
"Anaknya smart, pintar, dan ketika kelas 10 selalu rangking," ujar Rindang Wahyu, guru bahasa Inggris korban di SMA Negeri 1 Dolopo.
Rindang mengaku memiliki hubungan emosi yang dekat dengan mantan anak didiknya tersebut. Bahkan sehari sebelum kecelakaan, ia sempat berkomunikasi melalui "WhatsApp". Keduanya sering "chatting" dengan menggunakan bahasa Inggris.
"Dalam chat itu, dia (Alfiani) mengeluh capek, stres, dan merasa hidupnya berat. Akhir-akhir ini saat "chat" dia sering ngeluh lelah. Dia ingin pulang karena kangen orang tuanya," kata Rindang.
Melalui chat itu pula, Rindang selalu memberi dukungan. Bahwa banyak teman sekolahnya yang ingin seperti Alfi. Bisa berkarir mulus selepas lulus SMA.
Setelah lulus SMA Negeri 1 Dolopo di tahun 2017, anak tunggal dari pasangan Slamet dan Sukartini itu melanjutkan pendidikan ke sekolah pramugari di "Jogja Flight" selama setahun. Sekitar dua bulan lalu, ia diterima bekerja di Lion Air.
Hingga kini Ridang masih belum percaya jika Alfi ikut menjadi korban jatuhnya peswawat Lion Air JT 610 di Karawang, Jawa Barat. Awal tahu kecelakaan tersebut dari grup WA sekolah.
"Kami semua tidak mengira, karena berpikir tidak ada kaitannya. Setelah nama-nama korban tersebar, kok ada nama Alfi. Masih berulang kali meyakinkan diri bahwa nggak mungkin ini Alfi. Saya juga berusaha kontak, namun tak ada balasan," katanya.
Di rumah duka yang berada di Desa Mojorejo, Kecamatan Kebonsari, Kabupaten Madiun, sudah terpasang tenda dan kursi. Meski belum mendapat kepastian meninggal, namun tetap tetangga, saudara, dan juga sahabat terus berdatangan.
Meski belum menerima informasi keberadaan dari Alfiani, keluarga masih bersabar dan berharap berita baik tentang dara cantik tersebut.
Terlebih beberapa jam sebelum dinyatakan pesawatnya jatuh, Alfi sempat menghubungi ibunya dan mengabari kalau akan terbang ke Balikpapan, kalimantan Timur.
"Malamnya itu pesan (telepon) kalau mau terbang ke Balikpapan. Gak tahunya ada musibah ini," ungkap ibu korban, Sukartini.
Menurutnya, kontak terakhir dengan anak semata wayangnya itu dilakukan pada Minggu (28/10) malam. Sukartini juga tidak tahu jika ternyata jadwal tugas putrinya tersebut dipindah ke Pangkal Pinang, Bangka Belitung, hingga akhirnya mendengar kabar jika pesawatnya jatuh.
Berharap Segera Ditemukan
Berdasarkan informasi keluarga, sejak bekerja menjadi pramugari di Lion Air, Alfi belum pernah pulang ke kampung halamannya. Hal itu semakin membuat keluara sangat terpukul.
"Saat diterima jadi pramugari, sempat pulang. Keluarga juga kumpul, semua senang kalau Alfiani bekerja sebagai pramugari. Ia juga meminta doa restu," kata paman Alfi, Suwito.
Hingga sepekan setelah pesawat Lion Air JT 610 jatuh, keadaan Alfiani belum diketahui. Meski kecil, keluarga berharap Alfiani bisa selamat. Pihak keluarga juga berharap, sosok yang dikenal baik dan pintar itu segera ditemukan.
Sementara, tim dari "Disaster Victim Identification" (DVI) Polda Jatim telah mengamb sampel DNA dari kedua orang tua Alfiani.
Tim tersebut mengambil sampel dengan mendatangi rumah keluarga korban yang berada di Dusun Gantrung, Desa Mojorejo, Kecamatan Kebonsari, Kabupaten Madiun.
"Sampel DNA yang kami ambil ini untuk kepentingan identifikasi jenazah yang ditemukan di Jakarta," ujar anggota tim DVI Polda Jatim drg Yurika Artanti.
Selain mengambil sampel darah, Tim DVI juga mengambil sampel kuku dan rambut kedua orang tua Alfi, sapaan akrab Alfiani Hidayatul Solikah.
Tim tersebut juga meminta keterangan dari pihak keluarga tentang apapun yang ada pada tubuh Alfi dan dimungkinkan bisa menjadi ciri khas untuk mengenali korban.
Di antaranya tentang tanda lahir, bekas luka, foto terbaru, berat dan tinggi badan, serta properti lain yang biasa dipakai korban.
"DNA itu data primer. Selain itu kami juga menanyakan properti yang biasa digunakan sebagai data sekunder untuk membandingkan dengan data-data yang sudah ada," katanya.
Menurut Yurika, hasil sampel yang diambil tersebut akan dikirim ke Jakarta untuk dicocokkan dengan jenazah korban Lion Air JT 610 yang sudah ditemukan.
Berdasarkan informasi, sejauh ini tim DVI telah berhasil mengindentifikasi 14 korban Lion Air JT 610. Pada hari Minggu (4/11) hingga malam hari, tim DVI telah mengidentifikasi tujuh jenazah, yaitu Rohmanir Pandi Sagala, Dodi Junaidi, Muhammad Nasir, Janry Efriyanto Sianturi, Karmin, Harwinoko, dan Verian Utama.
Sebelumnya sudah ada tujuh korban yang berhasil diidentifikasi, yakni Endang Nur Sribagusnita, Wahyu Susilo, Fauzan Azima, Jannatun Cintya Dewi, Candra Kirana, Monni, dan Hizkia Jorry Saroinsong.
Pihak rumah sakit lalu menyerahkan jenazah yang telah teridentifikasi kepada keluarga korban dan terus melanjutkan proses identifikasi selanjutnya. Total korban dari peristiwa jatuhnya Lion Air JT 610 tersebut mencapai 189 penumpang. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
Gadis berusia 20 tahun itu merupakan lulusan SMA Negeri 1 Dolopo, Kabupaten Madiun, Jawa Timur. Alfi, sapaan akrabnya, sering diikutkan dalam lomba debat Bahasa Inggris.
"Anaknya smart, pintar, dan ketika kelas 10 selalu rangking," ujar Rindang Wahyu, guru bahasa Inggris korban di SMA Negeri 1 Dolopo.
Rindang mengaku memiliki hubungan emosi yang dekat dengan mantan anak didiknya tersebut. Bahkan sehari sebelum kecelakaan, ia sempat berkomunikasi melalui "WhatsApp". Keduanya sering "chatting" dengan menggunakan bahasa Inggris.
"Dalam chat itu, dia (Alfiani) mengeluh capek, stres, dan merasa hidupnya berat. Akhir-akhir ini saat "chat" dia sering ngeluh lelah. Dia ingin pulang karena kangen orang tuanya," kata Rindang.
Melalui chat itu pula, Rindang selalu memberi dukungan. Bahwa banyak teman sekolahnya yang ingin seperti Alfi. Bisa berkarir mulus selepas lulus SMA.
Setelah lulus SMA Negeri 1 Dolopo di tahun 2017, anak tunggal dari pasangan Slamet dan Sukartini itu melanjutkan pendidikan ke sekolah pramugari di "Jogja Flight" selama setahun. Sekitar dua bulan lalu, ia diterima bekerja di Lion Air.
Hingga kini Ridang masih belum percaya jika Alfi ikut menjadi korban jatuhnya peswawat Lion Air JT 610 di Karawang, Jawa Barat. Awal tahu kecelakaan tersebut dari grup WA sekolah.
"Kami semua tidak mengira, karena berpikir tidak ada kaitannya. Setelah nama-nama korban tersebar, kok ada nama Alfi. Masih berulang kali meyakinkan diri bahwa nggak mungkin ini Alfi. Saya juga berusaha kontak, namun tak ada balasan," katanya.
Di rumah duka yang berada di Desa Mojorejo, Kecamatan Kebonsari, Kabupaten Madiun, sudah terpasang tenda dan kursi. Meski belum mendapat kepastian meninggal, namun tetap tetangga, saudara, dan juga sahabat terus berdatangan.
Meski belum menerima informasi keberadaan dari Alfiani, keluarga masih bersabar dan berharap berita baik tentang dara cantik tersebut.
Terlebih beberapa jam sebelum dinyatakan pesawatnya jatuh, Alfi sempat menghubungi ibunya dan mengabari kalau akan terbang ke Balikpapan, kalimantan Timur.
"Malamnya itu pesan (telepon) kalau mau terbang ke Balikpapan. Gak tahunya ada musibah ini," ungkap ibu korban, Sukartini.
Menurutnya, kontak terakhir dengan anak semata wayangnya itu dilakukan pada Minggu (28/10) malam. Sukartini juga tidak tahu jika ternyata jadwal tugas putrinya tersebut dipindah ke Pangkal Pinang, Bangka Belitung, hingga akhirnya mendengar kabar jika pesawatnya jatuh.
Berharap Segera Ditemukan
Berdasarkan informasi keluarga, sejak bekerja menjadi pramugari di Lion Air, Alfi belum pernah pulang ke kampung halamannya. Hal itu semakin membuat keluara sangat terpukul.
"Saat diterima jadi pramugari, sempat pulang. Keluarga juga kumpul, semua senang kalau Alfiani bekerja sebagai pramugari. Ia juga meminta doa restu," kata paman Alfi, Suwito.
Hingga sepekan setelah pesawat Lion Air JT 610 jatuh, keadaan Alfiani belum diketahui. Meski kecil, keluarga berharap Alfiani bisa selamat. Pihak keluarga juga berharap, sosok yang dikenal baik dan pintar itu segera ditemukan.
Sementara, tim dari "Disaster Victim Identification" (DVI) Polda Jatim telah mengamb sampel DNA dari kedua orang tua Alfiani.
Tim tersebut mengambil sampel dengan mendatangi rumah keluarga korban yang berada di Dusun Gantrung, Desa Mojorejo, Kecamatan Kebonsari, Kabupaten Madiun.
"Sampel DNA yang kami ambil ini untuk kepentingan identifikasi jenazah yang ditemukan di Jakarta," ujar anggota tim DVI Polda Jatim drg Yurika Artanti.
Selain mengambil sampel darah, Tim DVI juga mengambil sampel kuku dan rambut kedua orang tua Alfi, sapaan akrab Alfiani Hidayatul Solikah.
Tim tersebut juga meminta keterangan dari pihak keluarga tentang apapun yang ada pada tubuh Alfi dan dimungkinkan bisa menjadi ciri khas untuk mengenali korban.
Di antaranya tentang tanda lahir, bekas luka, foto terbaru, berat dan tinggi badan, serta properti lain yang biasa dipakai korban.
"DNA itu data primer. Selain itu kami juga menanyakan properti yang biasa digunakan sebagai data sekunder untuk membandingkan dengan data-data yang sudah ada," katanya.
Menurut Yurika, hasil sampel yang diambil tersebut akan dikirim ke Jakarta untuk dicocokkan dengan jenazah korban Lion Air JT 610 yang sudah ditemukan.
Berdasarkan informasi, sejauh ini tim DVI telah berhasil mengindentifikasi 14 korban Lion Air JT 610. Pada hari Minggu (4/11) hingga malam hari, tim DVI telah mengidentifikasi tujuh jenazah, yaitu Rohmanir Pandi Sagala, Dodi Junaidi, Muhammad Nasir, Janry Efriyanto Sianturi, Karmin, Harwinoko, dan Verian Utama.
Sebelumnya sudah ada tujuh korban yang berhasil diidentifikasi, yakni Endang Nur Sribagusnita, Wahyu Susilo, Fauzan Azima, Jannatun Cintya Dewi, Candra Kirana, Monni, dan Hizkia Jorry Saroinsong.
Pihak rumah sakit lalu menyerahkan jenazah yang telah teridentifikasi kepada keluarga korban dan terus melanjutkan proses identifikasi selanjutnya. Total korban dari peristiwa jatuhnya Lion Air JT 610 tersebut mencapai 189 penumpang. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018