Bojonegoro (Antaranews) - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro, Jawa Timur, melakukan survei geolistrik untuk mencari potensi sumber air di desa yang selalu mengalami kekeringan hingga mengakibatkan warga kesulitan air bersih pada musim kemarau.
"Survei geolistrik sudah dilaksanakan di 50 desa di sejumlah kecamatan dalam dua tahun terakhir. Saat ini survei masih terus berjalan, terutama di desa yang mengalami kekeringan pada musim kemarau," kata Kepala Bagian Sumber Daya Air (SDA) Pemkab Bojonegoro Darmawan di Bojonegoro, Kamis.
Menurut dia, pelaksanaan survei dikerjakan langsung jajaran SDA, karena kalau memanfaatkan pihak konsultan luar membutuhkan biaya di setiap desa Rp5 juta.
"SDA memiliki peralatan sendiri untuk survei geolistrik, jadi biasanya gratis," ucapnya.
Ia menjelaskan, survei geolistrik dalam dua tahun terakhir yang sudah berjalan menjangkau 50 desa, antara lain di Kecamatan Temayang, Kedungadem, Bubulan, Tambakrejo, Ngraho, dan Padangan.
Survei di setiap desa berhasil menemukan lima titik yang memiliki potensi sumber air, baik dangkal dengan kedalaman di bawah 20 meter maupun potensi sumber air dalam dengan kedalaman sekitar 60 meter.
Ia mencontohkan di Dusun Cancung, Kecamatan Bubulan, dari hasil survei geolistrik pada 2017 ditemukan potensi sumber air dangkal dan juga dalam.
Sebagai tindak lanjutnya, lembaga pendidikan setempat telah membuat sumur bor yang kemudian dimanfaatkan untuk berbagai keperluan.
"Selama ini dari hasil survei ada juga yang potensi sumber airnya tidak maksimal setelah dilakukan pembuatan sumur air tanah, tapi jumlahnya minim," ujarnya.
Menurut dia, data hasil survei geolistrik itu juga disampaikan kepada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) yang memiliki program air minum dan sanitasi masyarakat.
"Di sejumlah lokasi sudah dibuat sumur bor, yang kemudian dibangun tandon air untuk mengatasi kesulitan air bersih yang dialami warga pada musim kemarau," ucapnya.
Namun, ia mengakui kesulitan air bersih yang dialami warga pada musim kemarau di daerahnya masih akan terjadi, karena ada desa yang sama sekali tidak ditemukan potensi sumber airnya.
Tidak hanya itu, kawasan hutan di daerah Bojonegoro yang berfungsi menyimpan cadangan air sudah menyusut drastis, sehingga potensi sumber air yang ada dari hasil survei geolistrik akan ikut menyusut,
"Yang jelas, survei geolistrik ini juga disampaikan ke desa yang menjadi lokasi survei agar masyarakat juga ikut memanfaatkan untuk membuat sumur air tanah," ucapnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
"Survei geolistrik sudah dilaksanakan di 50 desa di sejumlah kecamatan dalam dua tahun terakhir. Saat ini survei masih terus berjalan, terutama di desa yang mengalami kekeringan pada musim kemarau," kata Kepala Bagian Sumber Daya Air (SDA) Pemkab Bojonegoro Darmawan di Bojonegoro, Kamis.
Menurut dia, pelaksanaan survei dikerjakan langsung jajaran SDA, karena kalau memanfaatkan pihak konsultan luar membutuhkan biaya di setiap desa Rp5 juta.
"SDA memiliki peralatan sendiri untuk survei geolistrik, jadi biasanya gratis," ucapnya.
Ia menjelaskan, survei geolistrik dalam dua tahun terakhir yang sudah berjalan menjangkau 50 desa, antara lain di Kecamatan Temayang, Kedungadem, Bubulan, Tambakrejo, Ngraho, dan Padangan.
Survei di setiap desa berhasil menemukan lima titik yang memiliki potensi sumber air, baik dangkal dengan kedalaman di bawah 20 meter maupun potensi sumber air dalam dengan kedalaman sekitar 60 meter.
Ia mencontohkan di Dusun Cancung, Kecamatan Bubulan, dari hasil survei geolistrik pada 2017 ditemukan potensi sumber air dangkal dan juga dalam.
Sebagai tindak lanjutnya, lembaga pendidikan setempat telah membuat sumur bor yang kemudian dimanfaatkan untuk berbagai keperluan.
"Selama ini dari hasil survei ada juga yang potensi sumber airnya tidak maksimal setelah dilakukan pembuatan sumur air tanah, tapi jumlahnya minim," ujarnya.
Menurut dia, data hasil survei geolistrik itu juga disampaikan kepada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) yang memiliki program air minum dan sanitasi masyarakat.
"Di sejumlah lokasi sudah dibuat sumur bor, yang kemudian dibangun tandon air untuk mengatasi kesulitan air bersih yang dialami warga pada musim kemarau," ucapnya.
Namun, ia mengakui kesulitan air bersih yang dialami warga pada musim kemarau di daerahnya masih akan terjadi, karena ada desa yang sama sekali tidak ditemukan potensi sumber airnya.
Tidak hanya itu, kawasan hutan di daerah Bojonegoro yang berfungsi menyimpan cadangan air sudah menyusut drastis, sehingga potensi sumber air yang ada dari hasil survei geolistrik akan ikut menyusut,
"Yang jelas, survei geolistrik ini juga disampaikan ke desa yang menjadi lokasi survei agar masyarakat juga ikut memanfaatkan untuk membuat sumur air tanah," ucapnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018