Banyuwangi (Antaranews Jatim) - Festival Gandrung Sewu di Kabupaten Banyuwangi yang digelar untuk kedelapan kalinya, Sabtu (20/10/) dibanjiri pujian. Ajang itu kembali memukau ribuan wisatawan yang memadati bibir Pantai Boom dengan latar Selat Bali.
Gerak lincah 1.200 penari Gandrung berkostum merah menyala itu seolah menghipnostis ribuan wisatawan yang hadir.
"Saya salut dengan Banyuwangi. Lagi-lagi Banyuwangi menunjukkan kelasnya sebagai destinasi dengan kreativitas luar biasa," ujar Menteri Pariwisata Arief Yahya.
Selain Arief Yahya, atraksi wisata budaya itu dihadiri Wakil Gubernur Jatim Saifullah Yusuf, Deputi Gubernur Bank Indonesia Rosmaya Hadi, Guru Besar UI Prof Rhenald Kasali, dan Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas.
Tahun ini, tema yang diusung Festival Gandrung Sewu adalah “Layar Kumendung”, sebuah kisah kepahlawanan dari Bupati Banyuwangi pertama, Raden Mas Alit.
Sosok yang diangkat menjadi bupati kala berusia 18 tahun itu harus mengambil sikap di antara dua pilihan sulit, yaitu terdesak mengikuti perintah penjajah yang menindas atau melakukan perlawanan bersama rakyat yang semakin tak berdaya pasca-perang penghabisan.
Di tengah konflik batin itulah, tari Gandrung digambarkan sebagai media konsolidasi kekuatan rakyat Banyuwangi. Tak hanya berkamuflase dengan memanfaatkan pertunjukkan seni, tetapi juga menjadi sarana menghibur dan memperkuat batin rakyat yang terkungkung penjajah. Semua fragmen cerita disajikan dengan koreografi yang memukau.
Arief Yahya mengatakan, Gandrung Sewu memenuhi tiga nilai sebuah pertunjukan yang baik, yaitu cultural atau creative velue, communication value, hingga commercial value.
"Nilai kultur dan kreativitasnya sangat terasa. Tingkat komunikasinya tinggi.m, terbukti selalu viral di media sosial. Dan yang terakhir, dari sisi komersil tidak perlu diperdebatkan lagi. Pesawat penuh, penginapan penuh, kuliner ramai. Rakyat Banyuwangi yang menikmati," katanya.
Wagub Jatim Saifullah Yusuf (Gus Ipul) berharap festival seni budaya terus menjadi bagian dari pengembangan daerah. "Jawa Timur adalah daerah kaya seni budaya, dan Banyuwangi telah terbukti mampu mengolahnya untuk memajukan daerah serta memberi manfaat ekonomi untuk warga," ujar Gus Ipul.
Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Prof Renald Kasali mengatakan, atraksi wisata budaya itu telah mengerek pemasaran daerah. "Banyuwangi berhasil mengubah dirinya dengan inovasi berkelanjutan," ujarnya.
Bupati Azwar Anas menambahkan, Festival Gandrung Sewu adalah bagian dari konsolidasi kebudayaan dengan kemasan pariwisata.
"Penonton dapat menyaksikan unsur pendidikan tentang cinta bangsa yang begitu kuat. Jadi tidak semata-mata atraksi wisata," ujarnya.
"Festival ini juga menjadi sarana regenerasi pelaku seni-budaya berbasis tradisi rakyat. Peminatnya tiap tahun ribuan anak muda. Insya Allah Banyuwangi tidak akan kekurangan generasi pencinta seni-budaya, sekaligus ini ikhtiar memajukan kebudayaan daerah sebagai pilar kebudayaan nasional," kata Anas. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
Gerak lincah 1.200 penari Gandrung berkostum merah menyala itu seolah menghipnostis ribuan wisatawan yang hadir.
"Saya salut dengan Banyuwangi. Lagi-lagi Banyuwangi menunjukkan kelasnya sebagai destinasi dengan kreativitas luar biasa," ujar Menteri Pariwisata Arief Yahya.
Selain Arief Yahya, atraksi wisata budaya itu dihadiri Wakil Gubernur Jatim Saifullah Yusuf, Deputi Gubernur Bank Indonesia Rosmaya Hadi, Guru Besar UI Prof Rhenald Kasali, dan Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas.
Tahun ini, tema yang diusung Festival Gandrung Sewu adalah “Layar Kumendung”, sebuah kisah kepahlawanan dari Bupati Banyuwangi pertama, Raden Mas Alit.
Sosok yang diangkat menjadi bupati kala berusia 18 tahun itu harus mengambil sikap di antara dua pilihan sulit, yaitu terdesak mengikuti perintah penjajah yang menindas atau melakukan perlawanan bersama rakyat yang semakin tak berdaya pasca-perang penghabisan.
Di tengah konflik batin itulah, tari Gandrung digambarkan sebagai media konsolidasi kekuatan rakyat Banyuwangi. Tak hanya berkamuflase dengan memanfaatkan pertunjukkan seni, tetapi juga menjadi sarana menghibur dan memperkuat batin rakyat yang terkungkung penjajah. Semua fragmen cerita disajikan dengan koreografi yang memukau.
Arief Yahya mengatakan, Gandrung Sewu memenuhi tiga nilai sebuah pertunjukan yang baik, yaitu cultural atau creative velue, communication value, hingga commercial value.
"Nilai kultur dan kreativitasnya sangat terasa. Tingkat komunikasinya tinggi.m, terbukti selalu viral di media sosial. Dan yang terakhir, dari sisi komersil tidak perlu diperdebatkan lagi. Pesawat penuh, penginapan penuh, kuliner ramai. Rakyat Banyuwangi yang menikmati," katanya.
Wagub Jatim Saifullah Yusuf (Gus Ipul) berharap festival seni budaya terus menjadi bagian dari pengembangan daerah. "Jawa Timur adalah daerah kaya seni budaya, dan Banyuwangi telah terbukti mampu mengolahnya untuk memajukan daerah serta memberi manfaat ekonomi untuk warga," ujar Gus Ipul.
Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Prof Renald Kasali mengatakan, atraksi wisata budaya itu telah mengerek pemasaran daerah. "Banyuwangi berhasil mengubah dirinya dengan inovasi berkelanjutan," ujarnya.
Bupati Azwar Anas menambahkan, Festival Gandrung Sewu adalah bagian dari konsolidasi kebudayaan dengan kemasan pariwisata.
"Penonton dapat menyaksikan unsur pendidikan tentang cinta bangsa yang begitu kuat. Jadi tidak semata-mata atraksi wisata," ujarnya.
"Festival ini juga menjadi sarana regenerasi pelaku seni-budaya berbasis tradisi rakyat. Peminatnya tiap tahun ribuan anak muda. Insya Allah Banyuwangi tidak akan kekurangan generasi pencinta seni-budaya, sekaligus ini ikhtiar memajukan kebudayaan daerah sebagai pilar kebudayaan nasional," kata Anas. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018