Banyuwangi (Antaranews Jatim) - Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, mengalokasikan dana Rp1,36 miliar untuk pengembangan 217 sekolah inklusi yang mendidik anak berkebutuhan khusus.
Bupati Abdullah Azwar Anas di Banyuwangi, Senin, mengatakan lewat program ini anak berkebutuhan khusus (ABK) bisa belajar di sekolah reguler sebagaimana pelajar yang lain.
"Kini, setiap ABK mudah mendaftar di semua sekolah. Tidak lagi harus di sekolah luar biasa, karena ketika dikotak-kotakkan lembaga sekolahnya, justru menghambat sosialisasi ABK di masyarakat," kata Anas.
Ia menjelaskan bahwa sejak 2014 Pemkab Banyuwangi meluncurkan program Agage Pinter untuk ABK. Agage Pinter, yang dalam bahasa lokal Banyuwangi (bahasa Osing) berarti cepat pintar, adalah program inovasi yang mendidik ABK dengan mudah, murah, bermutu dan merata.
Melalui program ini, kata Anas, sekolah di semua tingkatan dilarang menolak pendaftaran dari ABK dan anak penyandang disabilitas, khususnya yang dekat dengan lokasi rumah anak tersebut.
Bupati Anas mengatakan, sekolah inklusi adalah layanan pendidikan yang menyertakan semua anak, termasuk anak-anak berkebutuhan khusus, dalam proses pembelajaran yang sama.
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Banyuwangi Sulihtiyono menambahkan, makin banyaknya sekolah inklusi telah meningkatkan jumlah ABK yang bersekolah. Kini, ABK yang bersekolah mencapai 80 persen dari total 1.065 anak.
"Peningkatan jumlah partisipasi anak tersebut karena lokasi belajar mereka terjangkau. Dulu pilihannnya hanya SLB (Sekolah Luar Biasa), jadi sering terkendala jarak untuk bersekolah. Kini, beda, karena sekolah yang dekat dengan rumahnya telah menyelenggarakan pendidikan inklusif," katanya.
Pemkab Banyuwangi terus berupaya meningkatkan jumlah anggaran yang dialokasikan untuk penyelenggaraan sekolah inklusif, dari Rp60 juta pada 2014 menjadi Rp1,36 miliar pada 2018.
"Anggaran itu kami gunakan untuk honor guru pendamping khusus (GPK) dan kegiatan penunjang lainnya," ujarnya.
Saat ini, katanya, ada 275 GPK yang mendampingi ABK selama proses pembelajaran. Mereka adalah guru sekolah yang telah mendapat pembekalan khusus sebagai pendamping ABK.
"Rata-rata satu guru mendamping satu ABK. Mereka telah mendapatkan pelatihan sebagai guru pendamping ABK," kata Sulihtiono.
Salah satu siswa ABK, Alvi Camelia, dari SDN 3 Karangrejo, menyatakan kegembiraannya karena program Agage Pinter ini. Alvi memiliki gangguan pendengaran, sehingga kesulitan berkomunikasi. "Saya hanya bisa mendengar samar-samar. Jadi dulu susah berkomunikasi, apalagi memahami pelajaran," kata dia.
Setelah ada program Agage Pinter, katanya, dia lebih mudah memahami pelajaran. "Selama di sekolah saya didampingi oleh Bu Ani (GPK), sehingga bisa memahami pelajaran di kelas dan bisa berkomunikasi di sekolah. Saya senang bersekolah karena banyak teman, dan mereka menyayangi saya," ujarnya.
Banyuwangi, kata Sulihtiono, juga telah menyiapkan bantuan beasiswa bagi penyandang disabilitas yang berprestasi dan hendak melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi, termasuk beasiswa Banyuwangi Cerdas untuk kuliah ke berbagai perguruan tinggi.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
Bupati Abdullah Azwar Anas di Banyuwangi, Senin, mengatakan lewat program ini anak berkebutuhan khusus (ABK) bisa belajar di sekolah reguler sebagaimana pelajar yang lain.
"Kini, setiap ABK mudah mendaftar di semua sekolah. Tidak lagi harus di sekolah luar biasa, karena ketika dikotak-kotakkan lembaga sekolahnya, justru menghambat sosialisasi ABK di masyarakat," kata Anas.
Ia menjelaskan bahwa sejak 2014 Pemkab Banyuwangi meluncurkan program Agage Pinter untuk ABK. Agage Pinter, yang dalam bahasa lokal Banyuwangi (bahasa Osing) berarti cepat pintar, adalah program inovasi yang mendidik ABK dengan mudah, murah, bermutu dan merata.
Melalui program ini, kata Anas, sekolah di semua tingkatan dilarang menolak pendaftaran dari ABK dan anak penyandang disabilitas, khususnya yang dekat dengan lokasi rumah anak tersebut.
Bupati Anas mengatakan, sekolah inklusi adalah layanan pendidikan yang menyertakan semua anak, termasuk anak-anak berkebutuhan khusus, dalam proses pembelajaran yang sama.
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Banyuwangi Sulihtiyono menambahkan, makin banyaknya sekolah inklusi telah meningkatkan jumlah ABK yang bersekolah. Kini, ABK yang bersekolah mencapai 80 persen dari total 1.065 anak.
"Peningkatan jumlah partisipasi anak tersebut karena lokasi belajar mereka terjangkau. Dulu pilihannnya hanya SLB (Sekolah Luar Biasa), jadi sering terkendala jarak untuk bersekolah. Kini, beda, karena sekolah yang dekat dengan rumahnya telah menyelenggarakan pendidikan inklusif," katanya.
Pemkab Banyuwangi terus berupaya meningkatkan jumlah anggaran yang dialokasikan untuk penyelenggaraan sekolah inklusif, dari Rp60 juta pada 2014 menjadi Rp1,36 miliar pada 2018.
"Anggaran itu kami gunakan untuk honor guru pendamping khusus (GPK) dan kegiatan penunjang lainnya," ujarnya.
Saat ini, katanya, ada 275 GPK yang mendampingi ABK selama proses pembelajaran. Mereka adalah guru sekolah yang telah mendapat pembekalan khusus sebagai pendamping ABK.
"Rata-rata satu guru mendamping satu ABK. Mereka telah mendapatkan pelatihan sebagai guru pendamping ABK," kata Sulihtiono.
Salah satu siswa ABK, Alvi Camelia, dari SDN 3 Karangrejo, menyatakan kegembiraannya karena program Agage Pinter ini. Alvi memiliki gangguan pendengaran, sehingga kesulitan berkomunikasi. "Saya hanya bisa mendengar samar-samar. Jadi dulu susah berkomunikasi, apalagi memahami pelajaran," kata dia.
Setelah ada program Agage Pinter, katanya, dia lebih mudah memahami pelajaran. "Selama di sekolah saya didampingi oleh Bu Ani (GPK), sehingga bisa memahami pelajaran di kelas dan bisa berkomunikasi di sekolah. Saya senang bersekolah karena banyak teman, dan mereka menyayangi saya," ujarnya.
Banyuwangi, kata Sulihtiono, juga telah menyiapkan bantuan beasiswa bagi penyandang disabilitas yang berprestasi dan hendak melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi, termasuk beasiswa Banyuwangi Cerdas untuk kuliah ke berbagai perguruan tinggi.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018