Surabaya (Antaranews Jatim) - Badan Pembentukan Perda (BPP) DPRD Surabaya siap menuntaskan pembahasan revisi Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2010 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebelum 10 November 2018.
     
Anggota BPP DPRD Surabaya Anugrah Ariyadi, di Surabaya, Minggu, mengatakan pihaknya telah mengundang pihak-pihak terkait dalam hal ini pemerintah kota dan pengusul revisi perda 10/2010 yakni Achmad Zakaria dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS).
     
"Kalau Pemkot mau meningkatkan PAD (Pendapatan Asli Daerah) masih banyak sumber sumber lain yang bisa digali seperti dengan menaikkan target deviden BUMD, menambah modal penyertaan kepada BUMD yang sehat agar mereka bisa lebih berdaya," kata Wakil Ketua Komisi B Bidang Perekonomian DPRD Surabaya ini. 
     
Menurut dia, pihaknya menilai saat ini Pemkot Surabaya kurang agresif dan kurang inovatif dalam menjalankan semua itu. Untuk itu, lanjut dia, BPP akan segera menyelesaikan revisi Perda tersebut secepatnya.
     
Dengan tuntasnya pembahasan perda ini, lanjut dia, diharapkan Pemkot Surabaya dapat memaksimalkan kinerjanya guna menambah pendapatan dari sektor penerimaan PBB, sehingga target memaksimalkan PAD dapatnya tercapai.
     
"BPP akan berkometmen akan membahas tuntas revisi Perda ini," kata politisi PDI Perjuangan ini.
     
Anggota Komisi B DPRD Surabaya Achmad Zakaria sebelumnya mengatakan alasan mengusulkan revisi perda PBB karena adanya keluhan dari masyarakat atas kenaikan PBB tiga kali lipat yang terjadi dalam tiga tahun belakangan.
     
Menurut Zakaria kenaikan persentase PBB dari 0,1 ke 0,2 dalam perda tersebut ditentukan apabila Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) sudah melebihi Rp1 miliar. Nilai Rp1 miliar yang ditentukan delapan tahun lalu menurutnya tentu tidak sama dengan kondisi saat ini. 
     
Delapan tahun lalu dengan Rp1 miliar warga sudah bisa beli rumah di tengah kota, namun saat ini harga rumah di tengah kota sudah banyak yang menembus puluhan miliar rupiah.
     
Untuk itu, ia mengusulkan revisi persentase PBB dalam perda tersebut yakni tidak tidak lagi 0,1 ke 0,2, melainkan 0,11, 0,12 dan seterusnya. Dengan begitu, kenaikan tidak langsung melonjak hingga dua kali lipat. (*)

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018