Probolinggo (Antaranews Jatim) - Petani tembakau di Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur kesulitan mendapatkan air untuk tanaman tembakaunya karena sejumlah daerah mengalami krisis air selama musim kemarau di wilayah setempat.
"Ketersediaan air untuk lahan pertanian di Dusun Gunung Wurung, Desa Opo-Opo, Kecamatan Krejengan mulai menipis, sehingga kami kesulitan untuk mengaliri lahan tembakau," kata petani tembakau Ghozali di Kecamatan Krejengan, Kabupaten Probolinggo, Senin.
Menurutnya petani mulai kesulitan mendapatkan air sejak sebulan lalu karena aliran air ke lahan petani minim, bahkan tidak ada, sehingga pihaknya menggunakan pompa air untuk menyedot air di sungai.
"Saya tidak punya pompa, jadi harus sewa untuk mengairi lahan tembakau. Setiap enam jam sewa, saya harus bayar Rp50 ribu dan kalau sewa 10 jam dikenakan tarif Rp 100 ribu dan itu belum bahan bakarnya, sehingga saya harus mengeluarkan biaya ekstra," katanya.
Ia mengatakan penyedotan air selama empat jam membutuhkan sekitar 3-4 liter bensin dengan haga eceran Rp8 ribu per liter, sehingga biaya bahan bakar yang dibutuhkan antara Rp24 hingga Rp32 ribu dan jika semakin lama, maka biaya sewanya juga akan mahal.
"Kalau sewa sehari, saya beli bensin 7-10 liter. Berarti tambahan biaya Rp56-Rp80 ribu karena mesin semakin lama dihidupkan, maka semakin panas. Jadi bahan bakarnya lebih boros," katanya.
Dengan perhitungan itu, lanjut dia, petani harus merogoh kocek tambahan antara Rp74 ribu sampai Rp180 ribu dan pengairan ke lahan tembakau dilakukan setiap pekan sekali, sehingga biaya sewa mesin dan BBM nya bisa mencapai Rp296 ribu hingga Rp720 ribu.
"Kami masih harus mengupah tenaga kerja untuk penyiraman tembakau. Setiap orang dibayar minimal Rp30 ribu per hari dan jika pemilik lahan tidak memberi makan, maka upah naik menjadi Rp35 ribu per orang. Satu lahan membutuhkan lima orang, sehingga minimal Rp150 ribu setiap kali penyiraman lahan tembakau," katanya.
Ia berharap petugas irigasi di tingkat atas bisa melihat kondisi kekeringan yang melanda lahan pertanian karena bukan hanya Dusun Gunung Wurung saja yang kesulitan air, melainkan dusun lainnya di Kecamatan Krejengan yakni Dusun Alas Lumbung dan wilayah selatan Dusun Opo-opo lor.
"Semoga ada kebijakan yang adil dari pemkab, terutama petugas pengatur irigasi karena terkadang petani rebutan air, sehingga terjadi konflik antar-petani yang bisa memicu permusuhan," ujarnya.
Sebelumnya Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Kabupaten Probolinggo Achmad Mudzakir mengatakan sebagian petani tembakau di beberapa desa memang mengalami kesulitan air dan menggunakan pompa air jika musim kemarau tiba karena ketersediaan air minim.
"Namun, itu tidak terjadi di semua wilayah sentra tembakau. Di Kecamatan Krejengan ada Desa Kamal Kuning, Karangren, Rawan dan Opo-Opo yang kesulitan air. Sedangkan Desa Seboro punya air sepanjang tahun," katanya.***3***
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
"Ketersediaan air untuk lahan pertanian di Dusun Gunung Wurung, Desa Opo-Opo, Kecamatan Krejengan mulai menipis, sehingga kami kesulitan untuk mengaliri lahan tembakau," kata petani tembakau Ghozali di Kecamatan Krejengan, Kabupaten Probolinggo, Senin.
Menurutnya petani mulai kesulitan mendapatkan air sejak sebulan lalu karena aliran air ke lahan petani minim, bahkan tidak ada, sehingga pihaknya menggunakan pompa air untuk menyedot air di sungai.
"Saya tidak punya pompa, jadi harus sewa untuk mengairi lahan tembakau. Setiap enam jam sewa, saya harus bayar Rp50 ribu dan kalau sewa 10 jam dikenakan tarif Rp 100 ribu dan itu belum bahan bakarnya, sehingga saya harus mengeluarkan biaya ekstra," katanya.
Ia mengatakan penyedotan air selama empat jam membutuhkan sekitar 3-4 liter bensin dengan haga eceran Rp8 ribu per liter, sehingga biaya bahan bakar yang dibutuhkan antara Rp24 hingga Rp32 ribu dan jika semakin lama, maka biaya sewanya juga akan mahal.
"Kalau sewa sehari, saya beli bensin 7-10 liter. Berarti tambahan biaya Rp56-Rp80 ribu karena mesin semakin lama dihidupkan, maka semakin panas. Jadi bahan bakarnya lebih boros," katanya.
Dengan perhitungan itu, lanjut dia, petani harus merogoh kocek tambahan antara Rp74 ribu sampai Rp180 ribu dan pengairan ke lahan tembakau dilakukan setiap pekan sekali, sehingga biaya sewa mesin dan BBM nya bisa mencapai Rp296 ribu hingga Rp720 ribu.
"Kami masih harus mengupah tenaga kerja untuk penyiraman tembakau. Setiap orang dibayar minimal Rp30 ribu per hari dan jika pemilik lahan tidak memberi makan, maka upah naik menjadi Rp35 ribu per orang. Satu lahan membutuhkan lima orang, sehingga minimal Rp150 ribu setiap kali penyiraman lahan tembakau," katanya.
Ia berharap petugas irigasi di tingkat atas bisa melihat kondisi kekeringan yang melanda lahan pertanian karena bukan hanya Dusun Gunung Wurung saja yang kesulitan air, melainkan dusun lainnya di Kecamatan Krejengan yakni Dusun Alas Lumbung dan wilayah selatan Dusun Opo-opo lor.
"Semoga ada kebijakan yang adil dari pemkab, terutama petugas pengatur irigasi karena terkadang petani rebutan air, sehingga terjadi konflik antar-petani yang bisa memicu permusuhan," ujarnya.
Sebelumnya Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Kabupaten Probolinggo Achmad Mudzakir mengatakan sebagian petani tembakau di beberapa desa memang mengalami kesulitan air dan menggunakan pompa air jika musim kemarau tiba karena ketersediaan air minim.
"Namun, itu tidak terjadi di semua wilayah sentra tembakau. Di Kecamatan Krejengan ada Desa Kamal Kuning, Karangren, Rawan dan Opo-Opo yang kesulitan air. Sedangkan Desa Seboro punya air sepanjang tahun," katanya.***3***
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018