Jakarta (Antaranews Jatim) - Bank Indonesia yakin perbankan tidak akan sembrono dalam menawarkan uang muka kredit perumahan menyusul pemberlakuan secara resmi pembebasan rasio nilai kredit terhadap aset (loan to value/LTV) properti per 1 Agustus.
Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial BI Filianingsih Hendarta kepada Antara di Jakarta, Kamis, mengatakan Bank Sentral dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan terus melakukan pengawasan (surveillance) ketat terhadap pelaksanaan aturan pembebasan LTV ini.
"Bank sudah banyak melakukan konsolidasi dan bersih-bersih kredit bermasalah, masa mau dibuat repot lagi dengan NPL," kata Fili.
Awal Agustus 2018 merupakan waktu mulai berlakunya pembebasan (LTV) oleh BI untuk pembiayaan rumah pertama semua tipe. Dengan dibebaskannya LTV, bank dapat mengatur besaran syarat uang muka (down payment) kepada nasabah, termasuk jika perbankan ingin menawarkan DP nol persen. Pemberian besaran DP tergantung pada hasil penilaian manajemen risiko bank terhadap porfil nasabah.
Menurut Fili, dalam aturan pembebasan LTV yang tercantum di Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 20/8/PBI/2018, upaya memitgasi risiko kenaikan NPL sudah diakomodir dengan seleksi terhadap bank yang dapat memanfaatkan pembebasan LTV.
BI mengatur agar bank yang dapat memanfaatkan pembebasan LTV ini adalah bank yang memiliki total NPL bersih (nett) di bawah lima persen dan NPL KPR secara kotor (gross) di bawah lima persen.
"Tentunya bank yang layak juga akan mempertimbangkan risiko dalam memberikan KPR dan memberikan DP yang rendah untuk fasilitas kredit rumah pertama," ujar dia.
Hingga Mei 2018, NPL untuk KPR menurut data BI sebesar 2,87 persen (gross). Angka itu sedikit mengalami kenaikan jika dibandingkan Agustus 2017 yang sebesar 2,77 persen.
Dalam tiga tahun terakhir, BI sudah dua kali melakukan relaksasi LTV. Pada pertengahan 2016, BI menaikkan besaran maksimal LTV menjadi 85 persen untuk rumah pertama tipe 70 meter persegi yang membuat DP rumah tersebut menurun menjadi minimal 15 persen dari sebelumnya 20 persen. Namun, BI merasa perlu untuk kembali merelaksasi LTV tahun ini, dengan menghapus rasio LTV untuk mendorong percepatan pemulihan pertumbuhan kredit.
Dengan dibebaskannya LTV ini, Fili meyakini target pertumbuhan kredit perbankan secara nasional sebesar 10-12 persen (yoy) tahun ini dapat.
Namun, merujuk pada PBI 20/8/PBI/2018 itu, BI akan mengevaluasi manfaat ekonomi dari pembebasan LTV ini. Jika relaksasi ini secara luas malah berdampak pada pertumbuhan properti yang terlalu agresif melebihi kapasitasnya (overheating), Bank Sentral akan menyesuaikan kembali besaran LTV. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial BI Filianingsih Hendarta kepada Antara di Jakarta, Kamis, mengatakan Bank Sentral dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan terus melakukan pengawasan (surveillance) ketat terhadap pelaksanaan aturan pembebasan LTV ini.
"Bank sudah banyak melakukan konsolidasi dan bersih-bersih kredit bermasalah, masa mau dibuat repot lagi dengan NPL," kata Fili.
Awal Agustus 2018 merupakan waktu mulai berlakunya pembebasan (LTV) oleh BI untuk pembiayaan rumah pertama semua tipe. Dengan dibebaskannya LTV, bank dapat mengatur besaran syarat uang muka (down payment) kepada nasabah, termasuk jika perbankan ingin menawarkan DP nol persen. Pemberian besaran DP tergantung pada hasil penilaian manajemen risiko bank terhadap porfil nasabah.
Menurut Fili, dalam aturan pembebasan LTV yang tercantum di Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 20/8/PBI/2018, upaya memitgasi risiko kenaikan NPL sudah diakomodir dengan seleksi terhadap bank yang dapat memanfaatkan pembebasan LTV.
BI mengatur agar bank yang dapat memanfaatkan pembebasan LTV ini adalah bank yang memiliki total NPL bersih (nett) di bawah lima persen dan NPL KPR secara kotor (gross) di bawah lima persen.
"Tentunya bank yang layak juga akan mempertimbangkan risiko dalam memberikan KPR dan memberikan DP yang rendah untuk fasilitas kredit rumah pertama," ujar dia.
Hingga Mei 2018, NPL untuk KPR menurut data BI sebesar 2,87 persen (gross). Angka itu sedikit mengalami kenaikan jika dibandingkan Agustus 2017 yang sebesar 2,77 persen.
Dalam tiga tahun terakhir, BI sudah dua kali melakukan relaksasi LTV. Pada pertengahan 2016, BI menaikkan besaran maksimal LTV menjadi 85 persen untuk rumah pertama tipe 70 meter persegi yang membuat DP rumah tersebut menurun menjadi minimal 15 persen dari sebelumnya 20 persen. Namun, BI merasa perlu untuk kembali merelaksasi LTV tahun ini, dengan menghapus rasio LTV untuk mendorong percepatan pemulihan pertumbuhan kredit.
Dengan dibebaskannya LTV ini, Fili meyakini target pertumbuhan kredit perbankan secara nasional sebesar 10-12 persen (yoy) tahun ini dapat.
Namun, merujuk pada PBI 20/8/PBI/2018 itu, BI akan mengevaluasi manfaat ekonomi dari pembebasan LTV ini. Jika relaksasi ini secara luas malah berdampak pada pertumbuhan properti yang terlalu agresif melebihi kapasitasnya (overheating), Bank Sentral akan menyesuaikan kembali besaran LTV. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018