Kediri (Antaranews Jatim) - Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur telah mengadakan konferensi wilayah ke-17 di Pondok Pesantren Lirboyo, Kota Kediri, pada 28-29 Juli 2018.

Dalam konferensi itu, K.H. Anwar Manshur dari Ponpes Lirboyo Kediri terpilih sebagai Rois Syuriyah Pimpinan Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jatim, sedangkan K.H. Marzuki Mustamar terpilih sebagai ketua tanfiziah.

Adalah hal yang lumrah dalam tampuk kepemimpinan terdapat periodisasi. Begitu juga di struktur PWNU Jatim. Setelah masa khidmat 2013-2018 dilanjutkan dengan pemilihan pengurus baru untuk memegang tampuk masa khidmat 2018-2023.

Terdapat suasana lain dalam Konferwil PWNU Jatim 2018. Dalam pembukaan yang digelar Sabtu (28/7) malam, tidak nampak Gubernur Jatim maupun Wakil Gubernur Jatim. Acara itu hanya dihadiri oleh pengurus NU, termasuk Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama K.H. Said Agil Siradj.

Bahkan, Kiai Said sempat heran dengan tidak hadirnya sejumlah pejabat negara dalam acara tersebut, termasuk Gubernur Jatim, Kapolda Jatim.

Namun, Kiai Said menilai positif terkait dengan hal itu, yakni pertanda bahwa pengurus tidak meminta-minta pada pemerintah dalam menggelar acara.

"Saya heran, tidak ada satu pun pejabat yang hadir. Tidak ada kapolda, tidak ada gubernur. Tapi, ini bisa jadi contoh bagi NU yang lain," katanya saat pembukaan yang disambut tepuk tangan peserta konferwil.

Kiai Said juga berharap, konferensi menghasilkan rekomendasi dan pemikiran yang lebih baik. Terlebih lagi, sebagai basis nahdliyin terbesar di Indonesia, PWNU Jatim memiliki nilai tawar tinggi dan kerap memengaruhi kebijakan PBNU.

Nahdlatul Ulama sudah mendarah daging bagi masyarakat Jatim. Begitu kata Kiai Said. Nampaknya apa yang dikatakan oleh Kiai Said tersebut hal itu lumrah. Secara jumlah, pesantren di Jatim banyak. Begitu pula dengan jumlah santri yang juga luar biasa banyak.

Konferensi Wilayah PWNU Jatim 2018 digelar setelah pilkada. Namun, masih ingat ketika sebelum pilkada, aroma persaingan antarcalon sangat kental.

Adalah Saifullah Yusuf yang merupakan mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Gerakan Pemuda Ansor serta Khofifah Indar Parawansa yang notabene Ketua Umum Muslimat Nahldlatul Ulama. Keduanya sama-sama kader NU.

Gus Ipul, sapaan akrab Saifullah Yusuf, bergandengan dengan Puti Guntur Soekarno, yang merupakan cucu mantan Presiden pertama RI Soekarno. Khofifah bergandengan dengan Emil Dardak yang notabene Bupati Trenggalek.

Aroma persaingan juga sangat kental di akar rumput. Bagaimana tidak. Keduanya juga mempunyai basis massa yang cukup solid. Sekali lagi, warga NU mempunyai "magnet" yang menarik yang selalu diperebutkan salah satunya dalam agenda seperti itu.

Mantan Rais Aam Pengurus Besar NU K.H. Sahal Mahfudz menjelang Pilkada 2008 pernah menegaskan bahwa ketika memandang NU harus dibedakan secara "jami`iyyah" atau organisasi dan secara konteks pribadi.

Nahdlatul Ulama dalam ranah organisasi tidak diperkenankan bergelut dalam kubangan politik, sebab bertentangan dengan khitah yang ditegaskan dalam muktamar di Situbondo pada 1984.

Saat itu, ketika NU berada dalam ranah politik bisa membawa pada "madlarat" atau keburukan ketimbang maslahat atau kebaikan. Garis perjuangan NU akan makin kacau, bahkan bisa terjadi perpecahan di antara umat.

Namun, di dalam konteks individu, warga NU diizinkan menggunakan hak politiknya dengan catatan dilarang membawa nama organisasi.



Tertarik

Dalam sejarahnya, perjalanan NU di gelanggang politik dinamis. Lumbung massa yang cukup banyak membuat banyak elite politik tertarik.

Semua calon berebut dukungan dan tetap menjaga silaturahim. Tak jarang banyak elite politik yang sering berkunjung ke basis massa dan pesantren.

Tengok saja dalam sejarahnya, bagaimana pada era Orde Lama, di mana NU dalam posisi yang sempat sulit hingga era Orde Baru yang dituduh mempunyai hubungan dekat dengan mantan Presiden Soekarno. Sekali lagi, NU terpinggirkan.

Namun, seiring dengan sejarah, kini NU adalah organisasi massa yang bebas, dekat dengan siapa pun, termasuk mengizinkan warga NU untuk menggunakan hak politiknya. Banyak kemudian yang maju menjadi calon kepala daerah, legislatif, adalah kader NU.

Kendati begitu, yang harus diingatkan adalah khitah NU dalam muktamar Situbondo yang menegaskan pada pendirian organisasi kemasyarakatan, yaitu sebagai "jam`iyyah islamiyyah" atau organisasi massa Islam yang mengurus masalah sosial, ekonomi, pendidikan, dan dakwah.

Secara tidak langsung, Pemilihan Gubernur Jatim 2018 masih membekas. Bagaimana NU ikut terseret-seret. Para kiai sempat mengirimkan surat rahasia yang ditujukan pada Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri, yang dititipkan kepada Wakil Sekjen DPP PDIP Ahmad Basarah. Surat itu bertuliskan pegon, yang merupakan tulisan tangan dengan huruf arab.

Surat rahasia yang dikirimkan sebelum Pilkada Jatim, 27 Juli 2018 itu, ditujukan pada Megawati terkait dengan kesepakatan para kiai sepuh dalam menghadapi pemilihan kepala deerah di Jatim. Selain itu, juga terdapat pesan tentang "istikarah" para kiai sepuh.

Secara kelembagaan, NU memang tidak mendukung salah satu pihak. Namun, dalam unsur kedekatan tidak dapat dipungkiri bahwa NU secara tidak langsung ikut terseret dalam ranah politik.



Tidak Ikut-Ikut

Konferwil PWNU Jatim telah dilaksanakan dan selesai dengan terpilih tampuk pemimpin yang baru. Berbagai kalangan sangat berharap bahwa NU tidak ikut-ikut dalam ranah politik.

Kelegaan dari berbagai kalangan sedikitnya terobati dengan adanya kontrak yang ditegaskan oleh ketua tanfiziah yang terpilih, K.H. Marzuki Mustamar, yang merupakan pengasuh Ponpes Sabilurrasyad Kota Malang.

Kendati Pilkada 2018 telah selesai, pada 2019 masih ada agenda besar lainnya, yakni Pemilu Legislatif serta Pemilu Presiden.

Harapan besar diungkapkan para kiai tentang duet K.H. Anwar Manshur sebagai rais syuriah dan K.H. Mustamar sebagai Ketua Tanfidziah PWNU Jatim tersebut.

Salah satunya diungkapkan oleh pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, Kabupaten Jombang K.H. Sholahudin Wahid.

Ia berharap besar NU akan tetap menjalankan amanat sesuai dengan muktamar di Situbondo.

"Tidak berpolitik, tidak dukung mendukung, baik pilkada maupun pemilu presiden. Kemarin kan jelas saat pemilihan gubernur," kata adik mantan Presiden K.H. Abdurrahman Wahid ini. (*)
 

Pewarta: Asmaul Chusna

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018