Surabaya (Antaranews Jatim) - Senja turun, Kamis petang, 19 Juli. Kepala Kepolisian Resor Kota Besar (Kapolrestabes) Surabaya Komisaris Besar Polisi Rudi Setiawan terlihat ramah menyapa warga di Studio XXI Tunjungan Plaza 5 Surabaya.
Mengenakan kaos hitam bertuliskan "22 Menit", dia melayani warga yang mengajaknya berfoto di "booth" media sosial "instagram" Polrestabes Surabaya yang didirikan di salah satu sudut ruang Bioskop XXI Tunjungan Plaza.
Warga tampak antusias berfoto di booth instagram yang membawa pesan "Kami Tidak Takut" itu, terlebih dikelilingi oleh pasukan Tim Reaksi Cepat Tindak (Respatti) Polrestabes Surabaya yang terlihat gagah berseragam hitam-hitam lengkap dengan senjata laras panjangnya.
Kapolrestabes Rudi Setiawan terus mengumbar senyum bersama warga yang bergantian mengajaknya foto bersama. Wajah humanisnya mengingatkan pada sebuah rekaman video yang sempat viral di media sosial saat dia menenangkan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini yang menangis ketika Markas Polrestabes Surabaya diserang aksi teror bom bunuh diri pada 14 Mei lalu.
"Kita lawan, Bu," katanya ketika itu sambil memeluk Wali Kota Tri Rismaharini.
"22 Menit" sebagaimana tertulis di kaos hitam yang dikenakan Kapolretabes Rudi malam itu adalah nama sebuah judul film drama aksi garapan sutradara Eugene Panji dan Myrna Paramita, yang resmi diputar serentak di bioskop-bioskop tanah air mulai 19 Juli.
Film yang dibintangi aktor Ario Bayu ini memang tidak bercerita tentang peristiwa terorisme yang menyerang Kantor Polrestabes Surabaya pada 14 Mei lalu. Melainkan mengisahkan peristiwa heroik Kepolisian Republik Indonesia (Polri) saat memberantas aksi terorisme yang menyerang kawasan Jalan MH Thamrin Jakarta pada 14 Januari 2016.
Aksi terorisme di Ibu Kota Jakarta yang menewaskan empat warga sipil dan puluhan lainnya luka-luka itu dapat dilumpuhkan oleh Tim Polri dalam waktu 22 menit, yang akhirnya menginspirasi pembuatan film ini.
Kapolrestabes Rudi Setiawan, sebagaimana diungkapkan dalam berbagai kesempatan pasca serangan teror yang menyerang Kota Surabaya pada 13 - 14 Mei, merasakan sendiri bahwa aksi terorisme harus dilawan dengan melibatkan berbagai elemen masyarakat.
Untuk mengobarkan semangat perlawanan terorisme itu dia menggelar nonton bareng film "22 Menit" di tiga tempat sekaligus bersama berbagai elemen masyarakat pada tanggal 19 - 20 Mei. Selain di Bioskop XXI Tunjungan Plaza 5 Surabaya, pada 19 Juli malam itu juga digelar nonton bareng di Marvel City Surabaya.
Keesokan harinya, 20 Mei, nonton bareng film "22 menit" berlanjut di Studio CGV BG Junction Surabaya.
Inspirasi Perangi Teroris
Nonton bareng film "22 Menit" di XXI Tunjungan Plaza Surabaya malam itu dihadiri Pejabat Forum Pimpinan Daerah Jawa Timur, di antaranya Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Jawa Timur Inspektur Jenderal Polisi Machfud Arifin, Panglima Komando Daerah Militer V/ Brawijaya Mayor Jenderal TNI Arif Rahman dan Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Sunarta.
"Gubernur Jawa Timur juga mengirimkan perwakilannya untuk hadir nonton bareng di sini," ujar Kapolda Machfud Arifin.
Bagi dia, film "22 Menit" merupakan media bagi masyarakat untuk memahami betul apa itu terorisme.
"Dengan nonton bareng seperti ini, diharapkan masyarakat menjadi sadar terhadap bahaya terorisme dan dampaknya sehingga tumbuh kepekaan untuk memeranginya," ucapnya.
Lebih lanjut Kapolda Machfud Arifin menegaskan bahwa terorisme adalah musuh bersama. "Harus kita lawan bersama," katanya, menegaskan.
Terlepas dari film "2 Menit", aksi Polri memberantas serangan terorisme di kawasan Jalan MH Thamrin pada 14 Januari 2016 sesungguhnya benar-benar telah menumbuhkan inspirasi bagi masyarakat Indonesia untuk mengobarkan perlawanan antiterorisme.
Masih melekat di ingatan ketika masyarakat yang berada di sekitar lokasi dengan kamera telepon selulernya melakukan "snapshot" atau mengabadikan peristiwa yang menggambarkan di tengah aksi polisi memberantas pelaku terorisme ketika itu justru menjadi tontonan tersendiri bagi warga.
Selanjutnya beredar mim atau "meme" di media sosial dengan tagar "#kamitidaktakut", berupa cuplikan foto-foto pedagang asongan maupun kaki lima di sekitar kawasan Jalan MH Thamrin Jakarta yang masih beraktifitas seperti tidak terjadi apa-apa, melayani warga, yang sekaligus menonton aksi heroik anggota Polri saat bebrupaya melumpuhkan pelaku terorisme.
Peristiwa itu juga menginspirasi warga Kota Surabaya saat terjadi serangan terorisme pada 13 - 14 Mei, yang menewaskan 14 warga sipil serta 42 lainnya luka-luka, yang kemudian dengan sendirinya secara spontan memasang spanduk bertuliskan serupa tagar "#kamitidaktakut" di pinggir-pinggir jalan depan kampungnya, yang memberi semangat perlawanan terhadap terorisme.
Sosialisasi Antiterorisme
Pengamat terorisme Ali Fauzi Manzi menyebut gerakan antiterorisme harus digencarkan melalui sosialisasi kepada masyarakat, khususnya para generasi muda, salah satunya melalui media film.
Itu pula yang dilakukan mantan narapidana terorisme itu yang kini mendirikan Yayasan Lingkar Perdamaian.
Dia merangkul teman-temannya, mantan "kombatan" atau pejuang sipil militan yang memiliki kemampuan tempur, untuk bergabung di Yayasan Lingkar Perdamaian, yang selama dua tahun terakhir aktif melakukan sosialisasi antiterorisme di sekolah-sekolah dan kampus-kampus se- Indonesia dari Sabang sampai Merauke.
"Karena rekrutmen anggota terorisme bisa menimpa siapa saja. Bisa menimpa orang kaya atau sudah mapan maupun yang telah banyak terbekali pendidikan," katanya.
Perekrutan untuk menjadi anggota teroris, lanjut dia, merupakan ancaman besar bagi masyarakat Indonesia, karena kebanyakan muncul dari ajakan pertemanan atau kerabat maupun saudaranya sendiri.
"Karenanya sosialisasi antiterorisme harus gencar dilakukan mengingat banyaknya masyarakat Indonesia yang pernah menjadi kombatan di luar negeri," tuturnya.
Adik kandung Amrozi, Ali Imron dan Ali Gufron, yang teleh divonis sebagai pelaku pengeboman yang menewaskan 202 warga sipil dan 209 lainnya luka-luka di Bali pada 12 Oktober 2002 ini, menilai sosialisasi melalui pemutaran film terkait bahaya terorisme terbilang efektif untuk menumbuhkan semangat antiterorisme.
"Kami telah melakukannya dengan mendatangi sekolah-sekolah dan kampus-kampus. Selain melakukan testimoni, kami juga memutar film-film yang menunjukkan ancaman terorisme melalui layar proyektor," ucapnya.
Maka film layar lebar berjudul "22 Menit", yang kini diputar serentak di bioskop-bioskop tanah air sejak 19 Juli, dinilai sangat membantu proses sosialisasi terhadap masyarakat Indonesia untuk mengobarkan semangat antiterorisme. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
Mengenakan kaos hitam bertuliskan "22 Menit", dia melayani warga yang mengajaknya berfoto di "booth" media sosial "instagram" Polrestabes Surabaya yang didirikan di salah satu sudut ruang Bioskop XXI Tunjungan Plaza.
Warga tampak antusias berfoto di booth instagram yang membawa pesan "Kami Tidak Takut" itu, terlebih dikelilingi oleh pasukan Tim Reaksi Cepat Tindak (Respatti) Polrestabes Surabaya yang terlihat gagah berseragam hitam-hitam lengkap dengan senjata laras panjangnya.
Kapolrestabes Rudi Setiawan terus mengumbar senyum bersama warga yang bergantian mengajaknya foto bersama. Wajah humanisnya mengingatkan pada sebuah rekaman video yang sempat viral di media sosial saat dia menenangkan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini yang menangis ketika Markas Polrestabes Surabaya diserang aksi teror bom bunuh diri pada 14 Mei lalu.
"Kita lawan, Bu," katanya ketika itu sambil memeluk Wali Kota Tri Rismaharini.
"22 Menit" sebagaimana tertulis di kaos hitam yang dikenakan Kapolretabes Rudi malam itu adalah nama sebuah judul film drama aksi garapan sutradara Eugene Panji dan Myrna Paramita, yang resmi diputar serentak di bioskop-bioskop tanah air mulai 19 Juli.
Film yang dibintangi aktor Ario Bayu ini memang tidak bercerita tentang peristiwa terorisme yang menyerang Kantor Polrestabes Surabaya pada 14 Mei lalu. Melainkan mengisahkan peristiwa heroik Kepolisian Republik Indonesia (Polri) saat memberantas aksi terorisme yang menyerang kawasan Jalan MH Thamrin Jakarta pada 14 Januari 2016.
Aksi terorisme di Ibu Kota Jakarta yang menewaskan empat warga sipil dan puluhan lainnya luka-luka itu dapat dilumpuhkan oleh Tim Polri dalam waktu 22 menit, yang akhirnya menginspirasi pembuatan film ini.
Kapolrestabes Rudi Setiawan, sebagaimana diungkapkan dalam berbagai kesempatan pasca serangan teror yang menyerang Kota Surabaya pada 13 - 14 Mei, merasakan sendiri bahwa aksi terorisme harus dilawan dengan melibatkan berbagai elemen masyarakat.
Untuk mengobarkan semangat perlawanan terorisme itu dia menggelar nonton bareng film "22 Menit" di tiga tempat sekaligus bersama berbagai elemen masyarakat pada tanggal 19 - 20 Mei. Selain di Bioskop XXI Tunjungan Plaza 5 Surabaya, pada 19 Juli malam itu juga digelar nonton bareng di Marvel City Surabaya.
Keesokan harinya, 20 Mei, nonton bareng film "22 menit" berlanjut di Studio CGV BG Junction Surabaya.
Inspirasi Perangi Teroris
Nonton bareng film "22 Menit" di XXI Tunjungan Plaza Surabaya malam itu dihadiri Pejabat Forum Pimpinan Daerah Jawa Timur, di antaranya Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Jawa Timur Inspektur Jenderal Polisi Machfud Arifin, Panglima Komando Daerah Militer V/ Brawijaya Mayor Jenderal TNI Arif Rahman dan Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Sunarta.
"Gubernur Jawa Timur juga mengirimkan perwakilannya untuk hadir nonton bareng di sini," ujar Kapolda Machfud Arifin.
Bagi dia, film "22 Menit" merupakan media bagi masyarakat untuk memahami betul apa itu terorisme.
"Dengan nonton bareng seperti ini, diharapkan masyarakat menjadi sadar terhadap bahaya terorisme dan dampaknya sehingga tumbuh kepekaan untuk memeranginya," ucapnya.
Lebih lanjut Kapolda Machfud Arifin menegaskan bahwa terorisme adalah musuh bersama. "Harus kita lawan bersama," katanya, menegaskan.
Terlepas dari film "2 Menit", aksi Polri memberantas serangan terorisme di kawasan Jalan MH Thamrin pada 14 Januari 2016 sesungguhnya benar-benar telah menumbuhkan inspirasi bagi masyarakat Indonesia untuk mengobarkan perlawanan antiterorisme.
Masih melekat di ingatan ketika masyarakat yang berada di sekitar lokasi dengan kamera telepon selulernya melakukan "snapshot" atau mengabadikan peristiwa yang menggambarkan di tengah aksi polisi memberantas pelaku terorisme ketika itu justru menjadi tontonan tersendiri bagi warga.
Selanjutnya beredar mim atau "meme" di media sosial dengan tagar "#kamitidaktakut", berupa cuplikan foto-foto pedagang asongan maupun kaki lima di sekitar kawasan Jalan MH Thamrin Jakarta yang masih beraktifitas seperti tidak terjadi apa-apa, melayani warga, yang sekaligus menonton aksi heroik anggota Polri saat bebrupaya melumpuhkan pelaku terorisme.
Peristiwa itu juga menginspirasi warga Kota Surabaya saat terjadi serangan terorisme pada 13 - 14 Mei, yang menewaskan 14 warga sipil serta 42 lainnya luka-luka, yang kemudian dengan sendirinya secara spontan memasang spanduk bertuliskan serupa tagar "#kamitidaktakut" di pinggir-pinggir jalan depan kampungnya, yang memberi semangat perlawanan terhadap terorisme.
Sosialisasi Antiterorisme
Pengamat terorisme Ali Fauzi Manzi menyebut gerakan antiterorisme harus digencarkan melalui sosialisasi kepada masyarakat, khususnya para generasi muda, salah satunya melalui media film.
Itu pula yang dilakukan mantan narapidana terorisme itu yang kini mendirikan Yayasan Lingkar Perdamaian.
Dia merangkul teman-temannya, mantan "kombatan" atau pejuang sipil militan yang memiliki kemampuan tempur, untuk bergabung di Yayasan Lingkar Perdamaian, yang selama dua tahun terakhir aktif melakukan sosialisasi antiterorisme di sekolah-sekolah dan kampus-kampus se- Indonesia dari Sabang sampai Merauke.
"Karena rekrutmen anggota terorisme bisa menimpa siapa saja. Bisa menimpa orang kaya atau sudah mapan maupun yang telah banyak terbekali pendidikan," katanya.
Perekrutan untuk menjadi anggota teroris, lanjut dia, merupakan ancaman besar bagi masyarakat Indonesia, karena kebanyakan muncul dari ajakan pertemanan atau kerabat maupun saudaranya sendiri.
"Karenanya sosialisasi antiterorisme harus gencar dilakukan mengingat banyaknya masyarakat Indonesia yang pernah menjadi kombatan di luar negeri," tuturnya.
Adik kandung Amrozi, Ali Imron dan Ali Gufron, yang teleh divonis sebagai pelaku pengeboman yang menewaskan 202 warga sipil dan 209 lainnya luka-luka di Bali pada 12 Oktober 2002 ini, menilai sosialisasi melalui pemutaran film terkait bahaya terorisme terbilang efektif untuk menumbuhkan semangat antiterorisme.
"Kami telah melakukannya dengan mendatangi sekolah-sekolah dan kampus-kampus. Selain melakukan testimoni, kami juga memutar film-film yang menunjukkan ancaman terorisme melalui layar proyektor," ucapnya.
Maka film layar lebar berjudul "22 Menit", yang kini diputar serentak di bioskop-bioskop tanah air sejak 19 Juli, dinilai sangat membantu proses sosialisasi terhadap masyarakat Indonesia untuk mengobarkan semangat antiterorisme. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018