Jakarta (Antaranews jatim) - Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara (PLN) Sofyan Basir membenarkan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengambil sejumlah dokumen yang berada di rumahnya.

"Dokumen ini sangat umum, tidak bersifat rahasia, seperti proposal, laporan keuangan bulanan serta sejumlah 'copy'-an data biasa memang dibawa KPK," kata Sofyan Basir di Kantor PLN Pusat, Jakarta, Senin.

Sofyan menjelaskan memang sering membawa sejumlah dokumen ke rumah, untuk dibaca kembali di rumah ketika waktu senggang, sebab ia mengatakan jarang ada waktu luang memeriksa dokumen ketika berada di kantor PLN.

Selain dokumen, Sofyan juga memberikan keterangan serta informasi kepada KPK. Ia menjelaskan informasi yang diberikan juga sebatas informasi data dari PT PLN dan anak perusahaan PJB, bukan terkait konsorsium investor.

Sebelumnya,  Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumah Dirut Perusahaan Listrik Negara (PLN) Sofyan Basir di Jakarta Pusat, Minggu (16/7) terkait penyidikan tindak pidana korupsi suap kesepakatan kerja sama pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1.

"Benar, ada penggeledahan di rumah Dirut PLN yang dilakukan sejak pagi ini oleh tim KPK dalam penyidikan kasus suap terkait proyek PLTU Riau-1," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah.

Dalam kasus itu, KPK telah menetapkan dua tersangka masing-masing anggota Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih (EMS) dan pemegang sajam Blackgold Natural Resources Limited Johannes Budisutrisno Kotjo (JBK).

"Tim masih berada di sana. Penggeledahan di lokasi tertentu dilakukan dalam rangka menemukan bukti yang terkait dengan perkara," ungkap Febri.

KPK pun mengharapkan pihak-pihak terkait kooperatif dan tidak melakukan upaya-upaya yang dapat menghambat pelaksanaan tugas penyidikan ini.

Dalam kegiatan operasi tangkap tangan (OTT) pada Jumat (13/7), KPK mengamankan sejumlah barang bukti yang diduga terkait kasus itu, yaitu uang sejumlah Rp500 juta dalam pecahan Rp100 ribu dan dokumen atau tanda terima uang sebesar Rp500 juta tersebut.

Diduga, penerimaan uang sebesar Rp500 juta merupakan bagian dari komitmen "fee" 2,5 persen dari nilai proyek yang akan diberikan kepada Eni Maulani Saragih dan kawan-kawan terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.

"Diduga, penerimaan kali ini merupakan penerimaan keempat dari pengusaha JBK kepada EMS dengan nilai total setidak-tidaknya Rp4,8 miliar, yaitu Desember 2017 sebesar Rp2 miliar, Maret 2018 Rp2 miliar, 8 Juni 2018 Rp300 juta," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Sabtu (14/7) malam.

Diduga uang diberikan oleh Johannes Budisutrisno Kotjo kepada Eni Maulani Saragih melalui staf dan keluarga.

"Diduga peran EMS adalah untuk memuluskan proses penandatanganan kerjasama terkait pembangunan PLTU Riau-1," kata Basaria. (*)

Pewarta: Afut Syafril

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018