Kediri (Antaranews Jatim) - Pemerintah Kota Kediri, Jawa Timur, memanfaatkan "agens hayati" atau agen pengendali hayati untuk menekan serangan hama wereng, dan ternyata memberikan dampak yang positif pada tanaman.

"Akhir 2017 lalu, serangan hama wereng banyak. Petani saat itu bingung, karena menggunakan pestisida sudah tidak mempan. Akhirnya, kami mencoba membuat terobosan menggunakan bakteri," kata Kepala Dinas Pertanian Kota Kediri Semeru Singgih di Kediri, Selasa.

Ia mengatakan, untuk yang pertama uji coba dilakukan pada lahan pertanian d Kecamatan Pojok, Kota Kediri. Untuk penyemprotan dilakukan sore hari, dan pada pagi harinya wereng-wereng yang menyerang tanaman petani sudah mati.

Pihaknya mengakui, belum semua petani memanfaatkan agensi hayati berupa bakteri untuk membunuh hama tersebut, namun kini para petani di daerah lain juga sudah didorong untuk belajar memanfaatkan bakteri serupa.

"Setelah tahu wereng terinfeksi, para petani menjadi bersemangat, karena mereka juga bisa memroduksi sendiri. Yang sudah di Kelurahan Pojok, dan untuk di Kecamatan Kota, dan Pesantren juga kami dorong, didik, agar bisa meniru pemanfaatan bakteri seperti para petani di Pojok," kata dia.

Ia menambahkan, selain agens hayati, pemerintah juga mendorong agar para petani lebih memperbaiki pola tanam agar produksi juga semakin bagus. Para petani didorong memanfaatkan pola tanam jajar legowo, untuk mengatur jarak tanam.

Para petani juga didorong memanfaatkan bibit yang berkualitas. Pemerintah juga memberikan bantuan atau subsidi benih dari semula harganya Rp15 ribu per kilogram benih, petani hanya cukup membayar Rp2.500 per kilogram.

Untuk jenis bibitnya adalah membramo, sesuai dengan permintaan petani. Mereka menilai, jenis tersebut kualitasnya juga cukup bagus dan banyak disukai ketimbang jenis IR64. Harga jual jenis membramo juga lebih mahal.

Ia mengungkapkan, hasil dari pemanfaatan obat alami dan pola tanam yang lebih baik tersebut ternyata cukup bagus. Produksi petani juga naik dratis dari semula hanya sekitar 6,5 ton per hektare kini menjadi 7 ton per hektare.

Pihaknya mengakui, lahan di Kota Kediri tidak mungkin bisa ditambah. Lahan yang tersisa untuk pertanian hanya sekitar 1.900 hektare, sehingga harus dilakukan pola tanam yang lebih optimal agar produksi juga bisa bagus, sehingga mampu menjaga ketersediaan pangan di kota.

Saat ini, tanaman padi petani di Kota Kediri sudah tanam, dan diharapkan produksi gabah petani juga bisa lebih bagus lagi.

"Untuk ekstensifikasi tidak mungkin, yang bisa kami lakukan adalah intensifikasi, meningkatkan produksi per hektare," kata dia. (*)

Pewarta: Asmaul Chusna

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018