Trenggalek (Antaranews Jatim) - Seorang tokoh nelayan di kawasan Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, Joko Santoso, mengatakan kapal besar tidak selalu menjamin hasil tangkapan akan lebih banyak tapi juga ffaktor cuaca, musim serta kultur nelayan.
"Meskipun diberi kapal besar, belum ada jaminan hasil tangkapan itu jumlahnya akan besar. Belum tentu itu," kata Joko Santoso.menanggapi pandangan Cawagub Emil Elestianto Dardak terkait mendesaknya pengadaan kapal besar bagi nelayan di wilayah selatan pesisir Trenggalek itu, Kamis.
Menurut dia, biaya operasional kapal besar jauh berlipat yang berpotensi menjadi beban. Nelayan Prigi tidak memiliki tradisi melaut berhari-hari, bahkan hingga sepekan atau lebih. Kegiatan melaut bagi nelayan di Prigi biasanya dilakukan dalam tempo sehari semalam. Sore berangkat, pagi pulang. Atau pagi berangkat dan baru pulang lagi pagi di esok harinya.
"Nelayan Prigi tidak biasa melaut sampai jauh-jauh. Kapal 10-15 GT pun sudah dirasa cukup. Kapal besar malah bikin ongkos operasional membengkak, padahal hasilnya belum tentu sebanding," kata Sudarmaji, rekan nelayan Santoso lainnya menimpali.
Dua nelayan yang melihat tayangan debat publik Pilgub Jatim yang disiarkan televisi nasional itu menilai pernyataan Cawagub Emil Elestianto Dardak yang menggagas perlunya nelayan Prigi mengonversi kapal tangkap ikan dari 10 GT ke 100 GT, supaya tangkapan ikan banyak tidak begitu mendesak, tapi hadirnya pemerintah dalam menjaga stabilitas harga ikan ketika musim ikan justru jauh lebih penting.
"Jadi begini, semestinya pak Emil itu tidak menawarkan kapal besar pada nelayan. Justru yang kami harapkan pemerintah bisa hadir ketika harga ikan anjlok pada saat musim ikan. Seperti halnya jenis ikan tongkol jika tidak musim ikan harganya per kilo bisa sampai Rp20 ribu, tapi jika musim ikan harganya anjlok menjadi Rp5 ribu per kilonya," ujar Joko.
"Kalau musim paceklik ikan kita sudah terbiasa beralih pada sektor pertanian. Jadi tidak perlu di dorong-dorong, toh ketika kami beralih pada sektor pertanian itu sudah kami lakukan sejak puluhan tahun," katanya menambahkan. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
"Meskipun diberi kapal besar, belum ada jaminan hasil tangkapan itu jumlahnya akan besar. Belum tentu itu," kata Joko Santoso.menanggapi pandangan Cawagub Emil Elestianto Dardak terkait mendesaknya pengadaan kapal besar bagi nelayan di wilayah selatan pesisir Trenggalek itu, Kamis.
Menurut dia, biaya operasional kapal besar jauh berlipat yang berpotensi menjadi beban. Nelayan Prigi tidak memiliki tradisi melaut berhari-hari, bahkan hingga sepekan atau lebih. Kegiatan melaut bagi nelayan di Prigi biasanya dilakukan dalam tempo sehari semalam. Sore berangkat, pagi pulang. Atau pagi berangkat dan baru pulang lagi pagi di esok harinya.
"Nelayan Prigi tidak biasa melaut sampai jauh-jauh. Kapal 10-15 GT pun sudah dirasa cukup. Kapal besar malah bikin ongkos operasional membengkak, padahal hasilnya belum tentu sebanding," kata Sudarmaji, rekan nelayan Santoso lainnya menimpali.
Dua nelayan yang melihat tayangan debat publik Pilgub Jatim yang disiarkan televisi nasional itu menilai pernyataan Cawagub Emil Elestianto Dardak yang menggagas perlunya nelayan Prigi mengonversi kapal tangkap ikan dari 10 GT ke 100 GT, supaya tangkapan ikan banyak tidak begitu mendesak, tapi hadirnya pemerintah dalam menjaga stabilitas harga ikan ketika musim ikan justru jauh lebih penting.
"Jadi begini, semestinya pak Emil itu tidak menawarkan kapal besar pada nelayan. Justru yang kami harapkan pemerintah bisa hadir ketika harga ikan anjlok pada saat musim ikan. Seperti halnya jenis ikan tongkol jika tidak musim ikan harganya per kilo bisa sampai Rp20 ribu, tapi jika musim ikan harganya anjlok menjadi Rp5 ribu per kilonya," ujar Joko.
"Kalau musim paceklik ikan kita sudah terbiasa beralih pada sektor pertanian. Jadi tidak perlu di dorong-dorong, toh ketika kami beralih pada sektor pertanian itu sudah kami lakukan sejak puluhan tahun," katanya menambahkan. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018