Jember (Antaranews Jatim) - Pakar terorisme Sofyan mengimbau kepada mahasiswa Universitas Jember, Jawa Timur untuk mewaspadai doktrin terorisme melalui kegiatan keagamaan yang radikal di sekitar kampus setempat.
"Paham terorisme juga banyak tumbuh dan berkembang di dalam kampus," katanya dalam kegiatan seminar dan bedah buku "La Tay`as" (Jangan Putus Asa): Ibroh dari Kehidupan Teroris dan Korbannya" di aula FISIP Universitas Jember, Jawa Timur, Senin.
Menurutnya pelaku terorisme paham betul potensi mahasiswa untuk dijadikan agen-agen terorisme yang kemudian menularkan kepada para mahasiswa yang lain karena kelompok pemuda yang baru mengenal dan belajar Islam tersebut sangat rentan terjerumus dalam gerakan radikalisme.
"Semangat yang berapi-api, namum minim akan sejarah dan pengetahuan Islam menjadi salah satu ciri kalangan muda yang dengan sangat mudah terdoktrin dengan paham radikalisme yang menjadi cikal bakal teroris," tuturnya.
Ia berharap pimpinan kampus harus memiliki regulasi khusus untuk membatasi aktifitas para mahasiswa terkait dengan kegiatan-kegiatan yang terindikasi dekat dekat terorisme dan pemerintah juga harus bekerja keras untuk menjaga agar sebisa mungkin tidak muncul konflik horisontal terkait isu agama.
"Gerakan terorisme sebenarnya lahir dari sebuah konflik sosial dan komunal yang terjadi dalam suatu wilayah. Terjadinya konflik dalam suatu wilayah akan berdampak pada tumbuh suburnya pemikiran radikalisme, terutama di kalangan anak muda," ucap mantan polisi yang juga menjadi mantan teroris itu.
Sementara peneliti CHRM2 Unej Erwin Nur Rifah memaparkan bahwa bibit gerakan radikalisme di Jember sudah muncul dan potensinya juga sudah ada di sejumlah sekolah, sehingga perlu "early warning" gerakan terorisme di Kabupaten Jember
"Berdasarkan pra penelitian yang saya lakukan bahwa beberapa sekolah Islam di Jember melarang kegiatan upacara dan tidak meliburkan siswa saat hari libur nasional yang dinilai cenderung ke arah ideologi yang tidak sesuai dengan Pancasila," katanya.
Menurutnya kini tren gerakan terorisme yakni desa mengepung kota, bahkan doktrin ideologi gerakan Islam garis keras tersebut juga dilakukan pada tingkat pendidikan anak usia dini (PAUD) dan sekolah dasar di Jember melalui kegiatan rohani ke-Islaman di sekolah.
"Peran seorang ibu untuk mencegah anaknya terlibat gerakan radikalisme sangat besar, sehingga kami berharap seorang ibu harus memperhatikan perubahan perilaku pada anak-anaknya dan mengantisipasi sejak dini terjerumusnya anak tersebut ke jalan yang salah," katanya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
"Paham terorisme juga banyak tumbuh dan berkembang di dalam kampus," katanya dalam kegiatan seminar dan bedah buku "La Tay`as" (Jangan Putus Asa): Ibroh dari Kehidupan Teroris dan Korbannya" di aula FISIP Universitas Jember, Jawa Timur, Senin.
Menurutnya pelaku terorisme paham betul potensi mahasiswa untuk dijadikan agen-agen terorisme yang kemudian menularkan kepada para mahasiswa yang lain karena kelompok pemuda yang baru mengenal dan belajar Islam tersebut sangat rentan terjerumus dalam gerakan radikalisme.
"Semangat yang berapi-api, namum minim akan sejarah dan pengetahuan Islam menjadi salah satu ciri kalangan muda yang dengan sangat mudah terdoktrin dengan paham radikalisme yang menjadi cikal bakal teroris," tuturnya.
Ia berharap pimpinan kampus harus memiliki regulasi khusus untuk membatasi aktifitas para mahasiswa terkait dengan kegiatan-kegiatan yang terindikasi dekat dekat terorisme dan pemerintah juga harus bekerja keras untuk menjaga agar sebisa mungkin tidak muncul konflik horisontal terkait isu agama.
"Gerakan terorisme sebenarnya lahir dari sebuah konflik sosial dan komunal yang terjadi dalam suatu wilayah. Terjadinya konflik dalam suatu wilayah akan berdampak pada tumbuh suburnya pemikiran radikalisme, terutama di kalangan anak muda," ucap mantan polisi yang juga menjadi mantan teroris itu.
Sementara peneliti CHRM2 Unej Erwin Nur Rifah memaparkan bahwa bibit gerakan radikalisme di Jember sudah muncul dan potensinya juga sudah ada di sejumlah sekolah, sehingga perlu "early warning" gerakan terorisme di Kabupaten Jember
"Berdasarkan pra penelitian yang saya lakukan bahwa beberapa sekolah Islam di Jember melarang kegiatan upacara dan tidak meliburkan siswa saat hari libur nasional yang dinilai cenderung ke arah ideologi yang tidak sesuai dengan Pancasila," katanya.
Menurutnya kini tren gerakan terorisme yakni desa mengepung kota, bahkan doktrin ideologi gerakan Islam garis keras tersebut juga dilakukan pada tingkat pendidikan anak usia dini (PAUD) dan sekolah dasar di Jember melalui kegiatan rohani ke-Islaman di sekolah.
"Peran seorang ibu untuk mencegah anaknya terlibat gerakan radikalisme sangat besar, sehingga kami berharap seorang ibu harus memperhatikan perubahan perilaku pada anak-anaknya dan mengantisipasi sejak dini terjerumusnya anak tersebut ke jalan yang salah," katanya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018