Pamekasan (Antaranews Jatim) - Pesta demokrasi lima tahunan sebentar lagi akan digelar. Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI telah menetapkan jadwal pemilu legislatif dan eksekutif yakni pemilihan Presiden pada 17 April 2019.

Sejumlah tokoh yang dinilai layak untuk maju sebagai calon Presiden dan Calon Wakil Presiden telah disebut-sebut di beberapa media. Sebut saja seperti Ketua Umum Partai Gerindra Prawobo Subianto, dan mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo, termasuk Presiden RI yang merupakan pejabat kini, yakni Joko Widodo.

Jokowi sapaan karib Joko Widodo, bahkan telah didukung partai politik jauh sebelum KPU menetapkan tahapan pemilu Presiden 2019. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) serta Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) merupakan partai politik yang telah mengumumkan hendak mendukung Jokowi untuk maju kembali pada Pemilu Presiden 2019.

Popularitas tokoh, serta program kerja yang dinilai selama memimpin bangsa ini, menjadi alasan utama sejumlah partai politik ini menetapkan dukungan kepada Jokowi.

Upaya mempermudah pelayanan dasar seperti memangkas administrasi sistem administrasi dalam perizinan usaha, kepeduliannya terhadap warga miskin melalui Program Indonesia Sehat (KIS) dan Program Indonesia Pintar (PIP) menjadi alasan beberapa pengurus partai politik ini, hingga mendeklarasikan dukungannya kepada Jokowi untuk maju pada Pilpres 2019.

Kala itu, belum ada usulan, siapa yang menjadi pendamping Jokowi. Maklum, dukungan partai umumnya disampaikan sebelum KPU RI menetapkan tahapan Pemilu 2019.

Namun, setelah institusi penyelenggara pemilu ini menetapkan tanggal pelaksanaan pemilu dan menetapkan jadwal tahapan pemilu 2019, aspirasi tentang tokoh yang layak mendampingi Jokowi mulai bermunculan.

Nama seperti Muhaimin Iskandar selaku Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Ketua Umum PPP?Romahurmoziy dan belakangan Ketua Umum Partai Gorkar Airlangga Hartarto juga sering disebut-sebut figur yang layak mendampingi Jokowi untuk maju pada Pilpres 17 April 2019. Tak terkecuali sejumlah tokoh dari Partai Demokrat, seperti putra Presiden RI Ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono, yakni Agus Harimurti Yudhoyono, serta Tuan Guru Bajang atau M Zainul Majdi. Keduanya dari Partai Demokrat.

Dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) selaku partai pengusung pada pemilu sebelumnya, nama yang disebut-sebut layak menjadi pendamping Jokowi adalah anak Ketua Umum PDIP Megawati Soekarno Putri, yakni Puan Maharani.

Selain tokoh dari kalangan partai politik, tokoh nasional lainnya yang disebut-sebut layak menjadi pendamping Jokowi adalah mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), yakni Machfud MD.

Pria asal Sampang, Madura, Jawa Timur ini santer disebut-sebut di sejumlah media, sebagai salah seorang tokoh yang layak mendampingi Jokowi pada Pilpres 2019.

Alasannya, karena pemimpin Indonesia membutuhkan sosok profesional berlatar belakang akademisi dan relatif diterima di semua kalangan sebagai modal pemersatu umat.

Jika Jokowi memilih pendamping dari partai politik tertentu, semisal dari PPP, PKB, atau Golkar, maka berpotensi menimbulkan kecemburuan sosial diantara partai pendukung pemerintahan Jokowi, dan pada akhirnya bisa memecah koalisi yang selama ini terbangun dengan baik.

Asumsi ini memang tidak memiliki dasar yang cukup, apabila bangunan koalisi partai didasarkan pada komitmen yang sama, yakni terwujudkan sistem pemerintahan yang kuat dengan dukungan mayoritas anggota parlemen pula.

Akan tetapi, jika bangunan koalisi didasarkan pada keinginan agar kader partainya juga bisa menjadi pasangan calon pemimpin, maka bisa saja, menjadi sebuah kenyataan.

Peluang Machfud MD
Ketua Himpunan Generasi Muda Madura (Higemura) Muhlis Ali dalam sebuah diskusi bertajuk "Menatap Masa Depan Madura dari Perspektif Kepemimpinan Nasional" di Bangkalan, Jawa Timur belum lama ini menyatakan, sosok Machfud MD memang bisa menjadi pasangan calon Wakil Presiden RI pada Pilpres 2019.

Pernyataan mantan Ketua Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) ini mendasari pernyataannya pada beberapa hal. Antara lain, karena Machfud MD sudah memiliki bekal yang cukup untuk memimpin bangsa ini.

Sosok Machfud juga relatif diterima di semua kalangan di Indonesia, baik dari kalangan akademisi, birokrasi, maupun para politikus.

Pengalaman sebagai Ketua MK, memang bukan dasar satu-satunya untuk menilai Machfud memiliki bekal yang cukup. Tapi yang bersangkutan juga pernah menjabat sebagai Menhan di era Presiden RI KH Abdurrahman Wahid.

Apalagi, sambung dia, Mahfud juga pernah memimpin organisasi Islam yang pluralis, yakni Korp Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (Kahmi).

Dalam pandangan Muhlis Ali, Kahmi merupakan organisasi Islam yang didalamnya bergabungan mantan aktivis HMI dari berbagai kelompok dan aliran atau paham yang berbeda, seperti Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Persis, Al-Irsyad dan sejenisnya.

Jika Machfud terpilih sebagai pendamping Jokowo, maka persoalan perbedaan aliran dan paham yang selama ini terasa keras, akan mudah teratasi, meskipun ia tidak menjamin, kepentingan politik akan terwujud begitu saja, tanpa adanya komunikasi yang intens dan pendekatan yang lebih serius.

Hanya saja, kata Muhlis Ali, pengetahuan keamanaan yang kuat yang didasari oleh nilai-nilai kebangsaan yang kuat, akan menjadi modal yang kuat dalam menujudkan tatanan bangsa yang lebih baik, di masa-masa yang akan datang.

Berbeda, apabila yang pendamping Jokowi nantiny dari kelompok yang hanya memiliki basis tertentu. Sebab, persoalan mendasar keummatan dan kebangsaan kedepan adalah pada upaya politisasi agama disampang penegakan supremasi hukum.

Pada sosok Machfud MD, kedua hal tersebut terepresentasi dalam dirinya dan pribadinya, sehingga ia yakin duet Jokowi-Machfud kedepan akan bisa saling melengkapi.

Analis politik dari Universitas Madura (Unira) Pamekasan Abubakar Basyarahil menyatakan, kecenderungan politik di negeri ini sebanaranya adalah representasi keterwakilan.

Representasi kelompok ikut menentukan dalam upaya menciptakan suasana dan tatanan politik di negeri ini, dan oleh karenanya dalam setiap kepemimpinan, selalu berupaya merepresentasikan adanya keterwakilan dalam berbagai sisi, termasuk keterwakilan kelompok.

Machfud MD bisa saja, menjadi sosok pendamping Jokowi yang "ideal" apabila dinilai cukup representatif dalam mewakili berbagai kelompok Islam melalui organisasi yang pernah dipimpinnya, yakni Kahmi.

Machfud memang belum cukup modal dari sisi politik struktural, karena yang bersangkutan bukan aktivis pengurus partai, kendatipun sebelumnya pernah menjadi anggota DPR RI dari PKB.

Hanya saja, sambung dia, jika Jokowi lebih memilih pertimbangan ideal, maka tokoh nonpartai akan menjadi pilihan alternatif, dibanding tokoh partai, apabila orientasinya adalah program profesional untuk saling melengkapi dalam hal profesionalisme dan kepastian hukum disatu sisi, dan penataan ekonomi global disisi lain, sebagaiman menjadi konsentrasi program Jokowi selama ini. (*)

Pewarta: Abd Aziz

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018