Kediri (Antaranews Jatim) - Laila adalah seorang ibu rumah tangga asal Kelurahan Pojok, Kota Kediri. Seperti halnya ibu rumah tangga lain, dia harus membagi uang yang belanja dari suami untuk beragam kebutuhan.
Tidak mudah tentunya. Apalagi jika uang belanja yang terbatas, sementara harga kebutuhan sehari-hari naik, ditambah tarif listrik juga mengalami penyesuaian. Uang belanja bulanan terpaksa harus dibagi-bagi, khususnya untuk menutup biaya listrik yang tentu cukup besar.
Gali lubang tutup lubang acap kali dilakukannya demi menyambung hidup.
Namun, kini ia bisa bernafas sedikit lebih lega seiring dengan adanya bank sampah di kampungnya. Bank sampah ternyata sangat membantu keuangan keluarga. Sebab, dengan menyetorkan sampah kering rumah tangga, ia bisa memperoleh uang. Uang hasil setor sampah ditabung untuk membayar listrik.
"Saya sudah jadi anggota bank sampah ini sejak awal berdiri. Insha Allah sangat membantu," katanya.
Tidak banyak yang ia setor di bank sampah. Setiap kali setor hanya sekitar 1-2 kilogram saja. Sampah itu hasil dari rumah tangganya, dan terkadang ambil di rumah saudara.
Harga jual sampah memang tidak terlalu mahal. Namun, jika hasil penjualan itu dikumpulkan bisa untuk membayar beragam tagihan kebutuhan rumah tangga, salah satunya listrik.
Bank Sampah "Sri Wilis" di Kelurahan Pojok berdiri atas dorongan dari Dinas Lingkungan Hidup, Kebersihan dan Pertamanan Kota Kediri.
Pemerintah kota mempunyai program bank sampah, guna mengurangi volume sampah serta memanfaatkannya menjadi barang layak jual. Bak gayung bersambut. Ajakan itu disambut positif warga, sehingga kemudian berdiri Bank Sampah Sri Wilis.
Ketua Bank Sampah Sri Wilis Ninuk Setyowati mengatakan bank sampah ini berdiri dan mendapatkan surat keputusan (SK) dari Lurah Pojok pada 14 Juli 2011.
Awal mula berdiri, warga masih enggan untuk bergabung terlebih lagi mau menyetorkan sampah.
Sampah dibuang begitu saja di lingkungan dan membuat suasana jadi kumuh.
Setelah sering melakukan sosialisasi, dialog dengan warga, akhirnya kesadaran mereka sudah mulai tergugah, sehingga mau mengumpulkan sampah.
Ninuk mengaku, di bank sampah ini hanya mau menerima sampah kering, misalnya dari bungkus minuman ringan, botol plastik, botol bekas minuman susu, kertas, hingga koran.
Untuk sampah basah tidak diterima, sebab pemerintah sudah ada lokasi pembuangan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kelurahan Pojok, Kota Kediri. Lokasi TPA itu di bagian barat, tidak terlalu jauh dari tempatnya tinggal.
"Ide awalnya dari Bu Endang yang saat ini masih menangani tentang sampah di dinas. Awalnya kami belajar membuat kompos dan banyak peminatnya. Lalu Bu Endang menyarankan kami untuk membuat bank sampah, hingga akhirnya berdiri dan kami hanya terima sampah kering," ujar dia.
Selain dari sampah rumah tangga, bank sampah ini juga bekerja sama dengan sekolah-sekolah di Kota Kediri, dimana sampah kering akan diambil untuk dikumpulkan dan diolah lagi.
Hasilnya, juga lumayan banyak. Dalam satu bulan, ada sekitar 1,8 ton sampah kering yang berhasil dikumpulkan.
Ia merasa tidak keberatan tempat tinggalnya jadi lokasi pengumpulan sampah. Ia lebih mengedepankan rasa sosial, dengan tidak ingin lingkungan menjadi kotor.
Kendati di rumahnya kotor, masih bisa secepatnya dibersihkan, karena yang dikumpulkan adalah sampah plastik.
Jumlah sampah yang dikirimkan ke bank sampah juga tidak dibatasi. Kendati warga hanya membawa satu ataupun dua kilogram tetap ditimbang. Hasilnya, juga dipersilakan ingin diambil uang ataupun ditabung. Jika ditabung, uangnya bisa dikumpulkan untuk beragam kebutuhan.
Selain menerima sampah kering, manajemen Bank Sampah Sri Wilis Kota Kediri ini juga mempunyai beragam usaha lainnya, misalnya simpan pinjam hingga melayani beragam pembayaran.
"Ibu-ibu datang bawa sampahnya untuk ditimbang. Hasilnya, ada yang diambil ada yang ditabung. Kalau yang ditabung, kami beri jasa satu persen dengan catatan minimal sebulan sekali timbang sampah kering," ujar dia.
Rupanya kebijakan itu membuahkan minat masyarakat yang semakin banyak. Dari awal berdiri hingga sekarang, anggota bank sampah ini hingga 448 orang. Bukan hanya warga di lingkungan tersebut, tapi warga Kota Kediri.
Mereka juga diizinkan untuk pinjam dana dari bank sampah. Misalnya, mereka meminjam Rp1 juta akan diberikan dengan catatan dikurangi sebagai jasa dari bank sampah. Selanjutnya, mereka bisa mengangsur hingga delapan kali.
Program itu rupanya sangat disambut positif seluruh anggota di bank sampah. Terlebih lagi, fasilitas untuk bayar listrik. Mereka tidak usah bingung harus mengeluarkan uang mendadak dalam jumlah besar, sebab sudah punya tabungan dari hasil setor sampah kering.
Dalam mengelola simpan pinjam, ia mengakui ada anggota yang bandel tidak segera melunasi uang pinjaman. Jika sudah demikian, ia akan tegas menghubungi anggota tersebut untuk segera melunasi, sebab uang yang dikumpulkan juga dimanfaatkan oleh anggota lainnya.
Kendati dari sampah, rupanya jumlah tabungan warga juga tidak tidak bisa dipandang sebelah mata. Dari hasil tabungan jual sampah, ada yang punya tabungan hingga belasan juta. Mereka enggan mengambil, dengan alasan disimpan dulu untuk kebutuhan sangat mendesak nantinya.
Beragam penghargaan
Pendirian bank sampah itu ternyata disambut positif warga. Beragam penghargaan didapatkan oleh bank sampah ini. Tim penilai lomba kelurahan berhasil juga turut serta menilai, memberikan nilai plus, karena bank sampah ini turut serta memberikan andil bagi kebersihan lingkungan.
Selain itu, penghargaan dari Pemkot Kediri juga pernah diterima. Kendati dirinya dapat penghargaan sebagai tokoh inspiratif di Kota Kediri, penghargaan itu tetap untuk bank sampah yang dikelola dengan rekan-rekannya.
Bukan hanya itu, ia mewakili dari bank sampah juga sering diundang ke berbagai daerah memberikan pelatihan. Dari hasil barang yang disetor warga, selain disetor lagi ke pengepul, juga dibuat kerajinan. Hasilnya beragam, ada bunga dari plastik, tas, dan beragam kerajinan lainnya.
Ia bangga, karena bank sampah ini ternyata bermanfaat bagi orang banyak. Mereka merasa terbantu, karena bisa menabung, pinjam uang, bahkan belajar kerajinan tangan. Hasilnya, mereka juga bisa jual, untuk menambah uang belanja.
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Kebersihan dan Pertamanan Kota Kediri Didik Catur mengatakan terus mendorong di setiap lingkungan ada bank sampah untuk serta mengurangi volume sampah.
Di Kota Kediri, volume sampah setiap harinya bisa mencapai 120 ton. Sampah itu didominasi dari rumah tangga baik yang organik maupun anorganik. Pihaknya mendukung keberadaan bank sampah, sebab bermanfaat.
Di Kediri, terdapat lebih dari 100 bank sampah. Jumlah itu diharapkan bisa lebih banyak lagi, sehingga bisa menekan volume sampah yang dibuang masyarakat.
Dari sampah, bisa dimanfaatkan untuk bahan bakar, dengan mengubahnya menjadi biogas. Selain itu, sampah kering juga bisa dijual lagi. Hasil penjualan bisa untuk membayar beragam keperluan rumah tangga.
"Pemerintah giat bekerja sama dengan masyarakat mengelola sampah. Mereka bisa membuat komunitas bank sampah," kata Didik.
Namun, Didik mengatakan, volume sampah di Kota Kediri memang cukup besar. Bahkan, pemkot juga harus membuat tempat penampungan sampah baru, mengingat tempat yang lama sudah tidak mampu menampung sampah.
Di Kota Kediri, TPA baru dioperasionalkan pada 2016 dan kini, TPA itu hampir penuh. Pemerintah sedang menyiapkan lokasi TPA baru lainnya, yang juga masih berdekatan dengan lokasi yang lama.
Pihaknya juga mengingatkan TPA bisa dikelola dengan baik, seban jika tidak, tempat itu akan lebih cepat penuh, sehingga tidak lagi mampu menampung sampah. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
Tidak mudah tentunya. Apalagi jika uang belanja yang terbatas, sementara harga kebutuhan sehari-hari naik, ditambah tarif listrik juga mengalami penyesuaian. Uang belanja bulanan terpaksa harus dibagi-bagi, khususnya untuk menutup biaya listrik yang tentu cukup besar.
Gali lubang tutup lubang acap kali dilakukannya demi menyambung hidup.
Namun, kini ia bisa bernafas sedikit lebih lega seiring dengan adanya bank sampah di kampungnya. Bank sampah ternyata sangat membantu keuangan keluarga. Sebab, dengan menyetorkan sampah kering rumah tangga, ia bisa memperoleh uang. Uang hasil setor sampah ditabung untuk membayar listrik.
"Saya sudah jadi anggota bank sampah ini sejak awal berdiri. Insha Allah sangat membantu," katanya.
Tidak banyak yang ia setor di bank sampah. Setiap kali setor hanya sekitar 1-2 kilogram saja. Sampah itu hasil dari rumah tangganya, dan terkadang ambil di rumah saudara.
Harga jual sampah memang tidak terlalu mahal. Namun, jika hasil penjualan itu dikumpulkan bisa untuk membayar beragam tagihan kebutuhan rumah tangga, salah satunya listrik.
Bank Sampah "Sri Wilis" di Kelurahan Pojok berdiri atas dorongan dari Dinas Lingkungan Hidup, Kebersihan dan Pertamanan Kota Kediri.
Pemerintah kota mempunyai program bank sampah, guna mengurangi volume sampah serta memanfaatkannya menjadi barang layak jual. Bak gayung bersambut. Ajakan itu disambut positif warga, sehingga kemudian berdiri Bank Sampah Sri Wilis.
Ketua Bank Sampah Sri Wilis Ninuk Setyowati mengatakan bank sampah ini berdiri dan mendapatkan surat keputusan (SK) dari Lurah Pojok pada 14 Juli 2011.
Awal mula berdiri, warga masih enggan untuk bergabung terlebih lagi mau menyetorkan sampah.
Sampah dibuang begitu saja di lingkungan dan membuat suasana jadi kumuh.
Setelah sering melakukan sosialisasi, dialog dengan warga, akhirnya kesadaran mereka sudah mulai tergugah, sehingga mau mengumpulkan sampah.
Ninuk mengaku, di bank sampah ini hanya mau menerima sampah kering, misalnya dari bungkus minuman ringan, botol plastik, botol bekas minuman susu, kertas, hingga koran.
Untuk sampah basah tidak diterima, sebab pemerintah sudah ada lokasi pembuangan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kelurahan Pojok, Kota Kediri. Lokasi TPA itu di bagian barat, tidak terlalu jauh dari tempatnya tinggal.
"Ide awalnya dari Bu Endang yang saat ini masih menangani tentang sampah di dinas. Awalnya kami belajar membuat kompos dan banyak peminatnya. Lalu Bu Endang menyarankan kami untuk membuat bank sampah, hingga akhirnya berdiri dan kami hanya terima sampah kering," ujar dia.
Selain dari sampah rumah tangga, bank sampah ini juga bekerja sama dengan sekolah-sekolah di Kota Kediri, dimana sampah kering akan diambil untuk dikumpulkan dan diolah lagi.
Hasilnya, juga lumayan banyak. Dalam satu bulan, ada sekitar 1,8 ton sampah kering yang berhasil dikumpulkan.
Ia merasa tidak keberatan tempat tinggalnya jadi lokasi pengumpulan sampah. Ia lebih mengedepankan rasa sosial, dengan tidak ingin lingkungan menjadi kotor.
Kendati di rumahnya kotor, masih bisa secepatnya dibersihkan, karena yang dikumpulkan adalah sampah plastik.
Jumlah sampah yang dikirimkan ke bank sampah juga tidak dibatasi. Kendati warga hanya membawa satu ataupun dua kilogram tetap ditimbang. Hasilnya, juga dipersilakan ingin diambil uang ataupun ditabung. Jika ditabung, uangnya bisa dikumpulkan untuk beragam kebutuhan.
Selain menerima sampah kering, manajemen Bank Sampah Sri Wilis Kota Kediri ini juga mempunyai beragam usaha lainnya, misalnya simpan pinjam hingga melayani beragam pembayaran.
"Ibu-ibu datang bawa sampahnya untuk ditimbang. Hasilnya, ada yang diambil ada yang ditabung. Kalau yang ditabung, kami beri jasa satu persen dengan catatan minimal sebulan sekali timbang sampah kering," ujar dia.
Rupanya kebijakan itu membuahkan minat masyarakat yang semakin banyak. Dari awal berdiri hingga sekarang, anggota bank sampah ini hingga 448 orang. Bukan hanya warga di lingkungan tersebut, tapi warga Kota Kediri.
Mereka juga diizinkan untuk pinjam dana dari bank sampah. Misalnya, mereka meminjam Rp1 juta akan diberikan dengan catatan dikurangi sebagai jasa dari bank sampah. Selanjutnya, mereka bisa mengangsur hingga delapan kali.
Program itu rupanya sangat disambut positif seluruh anggota di bank sampah. Terlebih lagi, fasilitas untuk bayar listrik. Mereka tidak usah bingung harus mengeluarkan uang mendadak dalam jumlah besar, sebab sudah punya tabungan dari hasil setor sampah kering.
Dalam mengelola simpan pinjam, ia mengakui ada anggota yang bandel tidak segera melunasi uang pinjaman. Jika sudah demikian, ia akan tegas menghubungi anggota tersebut untuk segera melunasi, sebab uang yang dikumpulkan juga dimanfaatkan oleh anggota lainnya.
Kendati dari sampah, rupanya jumlah tabungan warga juga tidak tidak bisa dipandang sebelah mata. Dari hasil tabungan jual sampah, ada yang punya tabungan hingga belasan juta. Mereka enggan mengambil, dengan alasan disimpan dulu untuk kebutuhan sangat mendesak nantinya.
Beragam penghargaan
Pendirian bank sampah itu ternyata disambut positif warga. Beragam penghargaan didapatkan oleh bank sampah ini. Tim penilai lomba kelurahan berhasil juga turut serta menilai, memberikan nilai plus, karena bank sampah ini turut serta memberikan andil bagi kebersihan lingkungan.
Selain itu, penghargaan dari Pemkot Kediri juga pernah diterima. Kendati dirinya dapat penghargaan sebagai tokoh inspiratif di Kota Kediri, penghargaan itu tetap untuk bank sampah yang dikelola dengan rekan-rekannya.
Bukan hanya itu, ia mewakili dari bank sampah juga sering diundang ke berbagai daerah memberikan pelatihan. Dari hasil barang yang disetor warga, selain disetor lagi ke pengepul, juga dibuat kerajinan. Hasilnya beragam, ada bunga dari plastik, tas, dan beragam kerajinan lainnya.
Ia bangga, karena bank sampah ini ternyata bermanfaat bagi orang banyak. Mereka merasa terbantu, karena bisa menabung, pinjam uang, bahkan belajar kerajinan tangan. Hasilnya, mereka juga bisa jual, untuk menambah uang belanja.
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Kebersihan dan Pertamanan Kota Kediri Didik Catur mengatakan terus mendorong di setiap lingkungan ada bank sampah untuk serta mengurangi volume sampah.
Di Kota Kediri, volume sampah setiap harinya bisa mencapai 120 ton. Sampah itu didominasi dari rumah tangga baik yang organik maupun anorganik. Pihaknya mendukung keberadaan bank sampah, sebab bermanfaat.
Di Kediri, terdapat lebih dari 100 bank sampah. Jumlah itu diharapkan bisa lebih banyak lagi, sehingga bisa menekan volume sampah yang dibuang masyarakat.
Dari sampah, bisa dimanfaatkan untuk bahan bakar, dengan mengubahnya menjadi biogas. Selain itu, sampah kering juga bisa dijual lagi. Hasil penjualan bisa untuk membayar beragam keperluan rumah tangga.
"Pemerintah giat bekerja sama dengan masyarakat mengelola sampah. Mereka bisa membuat komunitas bank sampah," kata Didik.
Namun, Didik mengatakan, volume sampah di Kota Kediri memang cukup besar. Bahkan, pemkot juga harus membuat tempat penampungan sampah baru, mengingat tempat yang lama sudah tidak mampu menampung sampah.
Di Kota Kediri, TPA baru dioperasionalkan pada 2016 dan kini, TPA itu hampir penuh. Pemerintah sedang menyiapkan lokasi TPA baru lainnya, yang juga masih berdekatan dengan lokasi yang lama.
Pihaknya juga mengingatkan TPA bisa dikelola dengan baik, seban jika tidak, tempat itu akan lebih cepat penuh, sehingga tidak lagi mampu menampung sampah. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018