Surabaya (Antaranews Jatim) - Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Kota Surabaya menolak Revisi Undang-Undang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3) karena dinilai sebagai bentuk prisai baru untuk para koruptor agar leluasa untuk membuat kebijakan secara sewenah-wenah.
"Kami menolak Keras RUU MD3 karena sudah menyalahi Amanat Demokrasi. Pengesahan ini terkesan sangat cepat, yang kita anggap sebagai alat untuk persiapan menjelang akhir periode atau pun menjelang pesta demokrasi 2019," kata ketua Pengurus Cabang PMII Surabaya Fathur Rosi saat menyampaikan aspirasi di DPRD Kota Surabaya, Senin.
Menurut dia, banyak sekali ketimpangan dalam revisi UU tersebut. Dari hasil rapat paripurna akan menjadikan DPR sebagai Lembaga super power yang sulit disentuh oleh proses hukum.
Fathur melanjutkan anggota DPR tidak dapat diperiksa tanpa adanya izin Presiden dan pertimbangan dari Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) yang tertuang dalam Pasal 245.
Selain itu, kewenangan DPR diperkuat dalam Pasal 74 yang mengatur wewenang memberikan rekomendasi dan berhak melayangkan hak interpelasi, hak angket, serta hak menyatakan pendapat dan mengajukan pertanyaan bila rekomendasi itu tak dilaksanakan.
"Sejalan dengan itu, kami mendesak presiden mengeluarkan Perpu Merevisi Pasal -pasal yang mengandung kontroversial didalam UU MD3," katanya.
Ia mengatakan bahwa MKD juga bisa mengambil langkah hukum apabila ada yang merendahkan kehormatan DPRD atau anggotanya. Hal tersebut diatur dalam Pasal 122 huruf K yang berbunyi "Mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR,".
PMII Surabaya, kata dia, menegaskan bawasanya revisi UU MD3 ini terkesan otoriter dan anti kritik, sehingga cenderung menggambarkan bahwa demokrasi telah dinodai di Indonesia oleh lembaga negara sendiri.
"Kriminalisasi terhadap masyarakat yang kritis, ketimpangan penegakan hukum, adalah fenomena yang akan terjadi dimasa yang akan datang seiring dengan disahkannya Undang-undang No. 17 Tahun 2014 tentang MD3," katanya.
Aksi penolakan Revisi UU MD3 oleh mahasiswa di DPRD Kota Surabaya berakhir ricuh. Kericuhan ini lantaran Ketua DPRD Kota Surabaya Armuji tidak memberikan kepastian mendukung atau tidak penolakan tersebut.
Suasana semakin memanas ketika politisi dari PDI Perjuangan meninggalkan puluhan mahasiswa dari PMII Surabaya. Aksi saling dorong antara mahasiswa dengan polisi tidak terhindarkan.
Bahkan beberapa provokator aksi pun sempat diamankan agar bisa meredam bentrokan. Aksi berlanjut dengan memblokir Jalan Yos Sudarso depan Gedung DPRD Kota Surabaya.
Dari hasil koordinasinya bersama rekan aksinya, Fathur menyebutkan sedikitnya ada lima mahasiswa yang terluka akibat gesekan dengan pihak kepolisian. "Kami meminta Pak Armuji bertanggung jawab disini," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
"Kami menolak Keras RUU MD3 karena sudah menyalahi Amanat Demokrasi. Pengesahan ini terkesan sangat cepat, yang kita anggap sebagai alat untuk persiapan menjelang akhir periode atau pun menjelang pesta demokrasi 2019," kata ketua Pengurus Cabang PMII Surabaya Fathur Rosi saat menyampaikan aspirasi di DPRD Kota Surabaya, Senin.
Menurut dia, banyak sekali ketimpangan dalam revisi UU tersebut. Dari hasil rapat paripurna akan menjadikan DPR sebagai Lembaga super power yang sulit disentuh oleh proses hukum.
Fathur melanjutkan anggota DPR tidak dapat diperiksa tanpa adanya izin Presiden dan pertimbangan dari Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) yang tertuang dalam Pasal 245.
Selain itu, kewenangan DPR diperkuat dalam Pasal 74 yang mengatur wewenang memberikan rekomendasi dan berhak melayangkan hak interpelasi, hak angket, serta hak menyatakan pendapat dan mengajukan pertanyaan bila rekomendasi itu tak dilaksanakan.
"Sejalan dengan itu, kami mendesak presiden mengeluarkan Perpu Merevisi Pasal -pasal yang mengandung kontroversial didalam UU MD3," katanya.
Ia mengatakan bahwa MKD juga bisa mengambil langkah hukum apabila ada yang merendahkan kehormatan DPRD atau anggotanya. Hal tersebut diatur dalam Pasal 122 huruf K yang berbunyi "Mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR,".
PMII Surabaya, kata dia, menegaskan bawasanya revisi UU MD3 ini terkesan otoriter dan anti kritik, sehingga cenderung menggambarkan bahwa demokrasi telah dinodai di Indonesia oleh lembaga negara sendiri.
"Kriminalisasi terhadap masyarakat yang kritis, ketimpangan penegakan hukum, adalah fenomena yang akan terjadi dimasa yang akan datang seiring dengan disahkannya Undang-undang No. 17 Tahun 2014 tentang MD3," katanya.
Aksi penolakan Revisi UU MD3 oleh mahasiswa di DPRD Kota Surabaya berakhir ricuh. Kericuhan ini lantaran Ketua DPRD Kota Surabaya Armuji tidak memberikan kepastian mendukung atau tidak penolakan tersebut.
Suasana semakin memanas ketika politisi dari PDI Perjuangan meninggalkan puluhan mahasiswa dari PMII Surabaya. Aksi saling dorong antara mahasiswa dengan polisi tidak terhindarkan.
Bahkan beberapa provokator aksi pun sempat diamankan agar bisa meredam bentrokan. Aksi berlanjut dengan memblokir Jalan Yos Sudarso depan Gedung DPRD Kota Surabaya.
Dari hasil koordinasinya bersama rekan aksinya, Fathur menyebutkan sedikitnya ada lima mahasiswa yang terluka akibat gesekan dengan pihak kepolisian. "Kami meminta Pak Armuji bertanggung jawab disini," katanya. (*)
Video Oleh Abdul Hakim
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018