Tulungagung (Antara Jatim) - Deputi Pelayanan Publik Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Diah Natalisa, Kamis mengevaluasi perkembangan dan konsistensi layanan "public safety centre" (PSC) yang dikembangkan Pemerintah Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur sejak 2015.
    
Diah Natalisa datang didampingi Sekretaris Deputi Pelayanan Publik Kemenpan RB Dwiyoga Prabowo Soediarto mengawali kegiatan dengan mendengar paparan lengkap dari masing-masing pemangku kepentingan terkait pelayanan PSC di Tulungagung, mulai dari RSUD dr Iskak, Kepolisian, BPBD Damkar hingga Satpol PP.
    
Bupati Syahri Mulyo didampingi Wakil Bupati Maryoto Bhirowo bersama jajaran forum pimpinan daerah lain turut hadir dan aktif memberikan paparan mengenai perkembangan pelaksanaan program PSC yang kini semakin berkembang.
    
"Kami senang karena sampai detik ini layanan PSC masih konsisten dan bisa dioptimalkan untuk meningkatkan kualitas layanan publik yang terintegrasi antara satu dengan yang lain. Kami berharap ini bisa terus berlanjut," kata Diah Natalisa di akhir sambutannya.
    
Paparan pelaksanaan dan perkembangan layanan PSC semula dijadwalkan di Ruang Brajamusti, Pemkab Tulungagung.
    
Namun kegiatan mendadak dialihkan ke halaman Hotel Crown Victoria Hotel karena di lokasi yang sama sedang digelar kegiatan Inovasi Desa.
    
Dalam pernyataannya di sela kegiatan evaluasi program PSC Tulungagung, Diah Natalisa memastikan rencana pemerintah pusat untuk mengadopsi program layanan publik yang terintegrasi seperti sudah dilakukan di Tulungagung itu di level nasional.
    
Menurutnya, pembicaraan mengenai integrasi layanan publik tersebut sudah dikomunikasikan dengan jajaran Polri, BNPB, Basarnas, TNI dan lintaskementerian terkait.
    
"Inovasi ini sudah diangkat di level nasional dengan adanya inovasi 119 dari Kemenkes. Kami juga sangat tertarik ini, sedangkan Kemenpan RB selain melakukan inovasi juga ada program replikasi dan transfer 'knowledge' dimana jika ada inovasi yang bisa diangkat di level nasional maupun internasional," ujarnya.
    
Selain mengembangkan program PSC Tulungagung di level nasional, Diah berharap sistem layanan publik terintegrasi yang sudah dikembangkan di Tulungagung bisa ditiru daerah-daerah lain di Indonesia.
    
"Tahun depan (2018), kami berencana mengundang bapak bupati dan para stakeholder terkait untuk memberikan paparan guna sharing ilmu dan pengetahuan dalam pelaksanaan program PSC secara terintegrasi ini," ujarnya.
    
Senada Sekretaris Deputi Pelayanan Publik Kementerian PAN-RB Dwiyoga Prabowo Soediarto mengatakan, program PSC yang sudah berjalan baik di Tulungagung diharapkan sudah di-"perda"-kan.
    
Menurut Dwiyoga, payung hukum dalam bentuk perda itu penting agar pelayanan publik terintegrasi yang sudah berjalan baik bisa terus dilaksanakan meskipun kepala daerah berganti.
    
"Kami bersyukur ini di Tulungagung sudah dua tahun jalan dan semakin berkembang. Tetapi akan lebih baik jika PSC ini diperdakan, sehingga jangan sampai saat terjadi pergantian kekuasaan lalu program kepala daerah lama tidak dilanjutkan," ujarnya.
    
Disebutkan Dwiyoga, program PSC ala Tulungagung sebenarnya sudah ada beberapa daerah yang mencoba mereplikasi. Namun semuanya masih terkendala pada komitmen kepala daerah masing-masing.
    
"Beberapa daerah sistem layanan publik masih berjalan parsial, belum terintegrasi secara utuh seperti Tulungagung. Ini yang coba kami evaluasi dan kombinasikan, seperti bagaimana PSC ini dipadukan dengan sistem 'panic bottom' yang sudah jalan di Malang, misalnya," kata dia.
    
Di Tulungagung, program panggilan gawat darurat atau Tulungagung Emergency Medical Service (TEMS) berlaku di nomor (0355) 320-119 tersevut sudah berjalan sejak November 2015.
    
Dengan sekali telepon, peterang Direktur RSUd dr Iskak, dr Supriyanto, tugas operator di call center RSUD dr. Iskak akan mengetahui situasi gawat dan posisi penelepon.
    
Selanjutnya laporan itu akan diarahkan kepada organ yang sesuai, apakah kepolisian, pemadam kebakaran, penangulangan bencana, atau petugas medis.
    
Menariknya, nomor ini juga bisa menjadi saluran tele-medicine atau panduan penanganan melalui telepon, dimana tim medis memandu warga untuk melakukan penanganan kegawatdaruratan medis maupun nonmedis.
    
Misalnya saja jika terjadi anak sakit panas di malam hari, petugas medis akan memberikan panduan penanganan darurat yang bisa dilakukan orang tua di rumah, baik dengan mengompres atau memberikan obat-obatan yang tersedia di rumah.
    
Jika kondisinya mengkhawatirkan petugas akan mengirimkan ambulan dan tenaga medis untuk mengevakuasi ke rumah sakit.
    
Tak hanya pada situasi medis, layanan telepon darurat ini juga mengatasi ancaman keamanan dan bencana.
    
Petugas operator akan mengirimkan polisi atau pemadam kebakaran ke lokasi penelepon yang diketahui lewat koordinat satelit.
    
Dwiyoga di akhir pernyataannya mengisyaratkan rencana pemerintah pusat untuk mencari terobosan dimana program panggilan gawat darurat atau "panic bottom' hotline 119 untuk pelayanan publik terintegrasi nanti bebas pulsa, sehingga masyarakat tidak terbebani untuk membuat laporan/pengaduan kondisi kedaruratan.(*)



Pewarta: Destyan H. Sujarwoko

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017