Bojonegoro (Antara Jatim) - Petani tebu Koperasi Petani Tebu Rakyat (KPTR) Gendis Barokah, Bojonegoro, Jawa Timur, KPTR Mandiri Sejahtera, dan KPTR Awet, Jawa Tengah, meminta Presiden Joko Widodo membatalkan Peraturan Menteri Perdagangan tentang gula kristal rafinasi.
Ketua Bidang Pemberdayaan Petani Forum Transparansi Gula Nasional (FTGN) Yogyakarta Ardianto Santoso, di Bojonegoro, Kamis, menjelaskan dari hasil pertemuan dengan puluhan petani yang tergabung dalam KPTR di Bojonegoro sepakat membuat surat untuk dikirimkan kepada Presiden Joko Widodo.
Di dalam surat tiga KPTR tersebut pada prinsipnya berisi permintaan agar Presiden Joko Widodo membatalkan pemberlakuan Peraturan Menteri Perdagangan No. 16/M-DAG/PER/3/2017 tentang Perdagangan Gula Kristal Rafinasi melalui Pasar Lelang Komoditas.
Tiga surat itu langsung ditandatangani Ketua KPTR Gendis Barokah Bojonegoro Mukenan, Ketua KPTR Mandiri Sejahtera, Blora Asrofin dan Ketua KPTR Awet, Banyumas, Jawa Tengah, A. Fauzi,
Selain itu, di dalam surat tiga KPTR itu juga disampaikan pemerintah harus merevolusi industri gula termasuk di dalamnya mekanisme pembelian tebu secara benar dan transparan serta pembaharuan pabrik gula.
"Permendag soal gula yang akan diberlakukan 2018 merugikan petani tebu, sebab rawan terjadi perembesan gula kristal rafinasi ke pasar," ujarnya.
Menurut dia, industri makanan dan minuman bisa memperoleh gula kristal rafinasi melalui lelang di Pasar Komoditas Jakarta dengan harga sekitar Rp8.200/kilogram lebih rendah dibandingkan dengan gula di pasaran yang bisa mencapai Rp12.000/kilogram.
"Meskipun industri kecil bisa membeli di pasar lelang gula kristal rafinasi 1 ton, tetapi akan merembes masuk pasar sehingga akan merugikan gula yang asalnya dari petani tebu," ujarnya.
Ketua KPTR Awet, Banyumas A. Fauzi membenarkan adanya peluang pembelian rafinasi dengan sistem lelang, maka potensi kebocoran ke pasar semakin besar khususnya diperbolehkannya pembelian melalui perkumpulan industri kecil untk memenuhi target minimal pembelian 1 ton.
Ia menambahkan selama ini sebagai petani tebu, selalu menghadapi panjangnya mata rantai, dalam niaga tebu, mulai dari pembelian bibit sampai menjadi gula termasuk pabrik gula yang tidak efisien.
"Petani tebu tidak tidak dapat memusatkan perhatiannya pada perkebunan tebunya.
Karena masih harus memikirkan persoalan lainnya, seperti rendemen, bagi hasil, dan penjualan gula, apalagi sekarang ditambah peraturan baru Permendag," katanya menembahkan. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017
Ketua Bidang Pemberdayaan Petani Forum Transparansi Gula Nasional (FTGN) Yogyakarta Ardianto Santoso, di Bojonegoro, Kamis, menjelaskan dari hasil pertemuan dengan puluhan petani yang tergabung dalam KPTR di Bojonegoro sepakat membuat surat untuk dikirimkan kepada Presiden Joko Widodo.
Di dalam surat tiga KPTR tersebut pada prinsipnya berisi permintaan agar Presiden Joko Widodo membatalkan pemberlakuan Peraturan Menteri Perdagangan No. 16/M-DAG/PER/3/2017 tentang Perdagangan Gula Kristal Rafinasi melalui Pasar Lelang Komoditas.
Tiga surat itu langsung ditandatangani Ketua KPTR Gendis Barokah Bojonegoro Mukenan, Ketua KPTR Mandiri Sejahtera, Blora Asrofin dan Ketua KPTR Awet, Banyumas, Jawa Tengah, A. Fauzi,
Selain itu, di dalam surat tiga KPTR itu juga disampaikan pemerintah harus merevolusi industri gula termasuk di dalamnya mekanisme pembelian tebu secara benar dan transparan serta pembaharuan pabrik gula.
"Permendag soal gula yang akan diberlakukan 2018 merugikan petani tebu, sebab rawan terjadi perembesan gula kristal rafinasi ke pasar," ujarnya.
Menurut dia, industri makanan dan minuman bisa memperoleh gula kristal rafinasi melalui lelang di Pasar Komoditas Jakarta dengan harga sekitar Rp8.200/kilogram lebih rendah dibandingkan dengan gula di pasaran yang bisa mencapai Rp12.000/kilogram.
"Meskipun industri kecil bisa membeli di pasar lelang gula kristal rafinasi 1 ton, tetapi akan merembes masuk pasar sehingga akan merugikan gula yang asalnya dari petani tebu," ujarnya.
Ketua KPTR Awet, Banyumas A. Fauzi membenarkan adanya peluang pembelian rafinasi dengan sistem lelang, maka potensi kebocoran ke pasar semakin besar khususnya diperbolehkannya pembelian melalui perkumpulan industri kecil untk memenuhi target minimal pembelian 1 ton.
Ia menambahkan selama ini sebagai petani tebu, selalu menghadapi panjangnya mata rantai, dalam niaga tebu, mulai dari pembelian bibit sampai menjadi gula termasuk pabrik gula yang tidak efisien.
"Petani tebu tidak tidak dapat memusatkan perhatiannya pada perkebunan tebunya.
Karena masih harus memikirkan persoalan lainnya, seperti rendemen, bagi hasil, dan penjualan gula, apalagi sekarang ditambah peraturan baru Permendag," katanya menembahkan. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017