Malang (Antara Jatim) - Pusat Studi Islam dan Filsafat (PSIF) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menggelar refleksi akhir tahun dibalik politik dunia Arab yang menghadirkan cendekiawan Muslim dan pakar politik Barat Tengah dan Dunia Islam, Senin (18/12).

Berbagai konflik yag sedang mendera dunia Arab pada 2017 menarik perhatian PSIF UMM untuk dibedah. Refleksi akhir tahun yang digelar di aula Masjid AR Fachruddin UMM itu mengambil tema "Dinamika Politik di Dunia Arab dan Implikasinya bagi Islam Indonesia".

Cendekiawan Muslim Singapura Prof Dhulkifl Zaman Khan yang dihadirkan pada acara refleksi tersebut, mengingatkan agar masyarakat tidak menyangkut pautkan Islam dengan kekerasan yang terjadi, khususnya terkait kasus Israel dan Palestina.  

"Muslim Indonesia hendaknya tahu tentang sejarah secara utuh terkait apa yang terjadi dibalik politik dunia Arab, termasuk kedua negara tersebut. Kita harus tahu latar belakangnya, karena ini semuanya sudah campur aduk. Ini bukan soal agama saja, tapi ini soal ekonomi. Kita ini harus jadi intelektual," ujarnya di kampus UMMdi Malang, Jawa Timur.

Menurut Dhulkifl, isu antara Israel dan Palestina sudah bergulir sejak 70 tahun lalu. Ada berbagai kepentingan merebak disana. Melihat hal tersebut, sebagai negara dengan jumlah penduduk muslim yang besar, Indonesia hendaknya ikut bersuara. Bukan hanya itu, Indonesia juga harus mulai memilah apa yang baik dan tidak baik bagi negaranya.

"Saya selalu bilang ke pejabat kita agar tidak hanya duduk diam. Jangan salah, kita duduk diam bukan mereka yang mati tapi kita yang mati," ucapnya.

Jika Indonesia hanya diam, lanjutnya, kondisi peperangan yang terus berlanjut di jazirah Arab lama-lama akan menjatuhkan nilai tukar rupiah. Jika hal ini terjadi, kegoncangan ekonomi juga akan terjadi di Indonesia. "Tidak mungkin kalau Indonesia tidak ikut campur pada perdamaian disana. Kita harus berbuat untu Palestina," ujarnya.

Sementara itu Kepala PSIF UMM Dr Pradana Boy berharap dari acara refleksi yang membahas dunia Arab tersebut, dapat terbangun jejaring literasi damai yang melibatkan para intelektual publik, tokoh agama, penulis dan influencer, serta para aktivis muda Muslim yang bervisi perdamaian.

Apalagi, katanya, berbagai konflik yang terjadi kian dipanaskan dengan pernyataan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang mengakui Yerusalem sebagai inu kota Israel.

Hal itu, menambah beban baru di tengah berbagai konflik yang dialami dunia Islam pada tahun ini, seperti perang Suriah, serangan Taliban di Afganistan, konflik ISIS di Irak, konflik berkepanjangan di Yaman, perang sipil Libya, konflik India-Pakistan, dan masih banyak lagi.

Oleh karena itu, penting bagi umat Islam Indonesia untuk memiliki pemahaman yang utuh atas dinamika politik di negara-negara Muslim dan apa implikasinya bagi bangsa ini.

Sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, katanya, Indonesia perlu memahami, apa implikasinya bagi bangsa dan apa yang bisa dilakukan untuk berkontribusi bagi perdamaian dunia," kata Pradana Boy yang juga Duta Perdamaian Agama Dunia pada King Abdullah bin Abdulaziz International Center for Interreligious and Intercultural Dialogue (KAICIID) tersebut.

Pradana mengatakan, menjadi tugas bersama untuk mengkampanyekan dan memviralkan narasi perdamaian Islam di tengah kehidupan bangsa dan dunia yang seringkali dihiasi narasi kebencian ini.

"Apalagi sebenarnya Islam Indonesia punya peluang besar untuk menjadi contoh bagi dunia dalam membangun masyarakat Muslim yang tenteram dan harmoni," kata peraih gelar doktor dari National University of Singapore (NUS) ini.(*)

Pewarta: Endang Sukarelawati

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017