Surabaya (Antara Jatim) - Indonesian Civil Rights Watch (ICRW) menilai komitmen anggaran
pendidikan di Jawa Timur saat ini masih rendah jika memperhatikan Neraca
Pendidikan Daerah (NPD) yang ada di Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (Kemendikbud).
Kepala Divisi Advokasi ICRW Arif Budi Santoso di Surabaya, Kamis, mengatakan apabila memperhatikan NPD yang dimuat di laman Kemendikbud,
http://npd.data.kemendikbud.go.id/file/pdf/2016/050000.pdf disebutkan bahwa alokasi APBD Jawa Timur 2016 untuk sektor Pendidikan hanya 1,7 persen atau sekitar Rp300,34 miliar dari total APBD Jatim.
"Ini sangat jauh dari angka minimal 20 persen sesuai amanat UUD 1945. Posisi Provinsi Jawa Timur berada di urutan terbawah nomor dua sebelum Provinsi Papua dalam melakukan kebijakan politik anggaran," katanya.
Menurut dia, rendahnya komitmen politik anggaran pendidikan ini membuat alokasi untuk pembiayaan perbaikan infrastruktur pendidikan, pembiayaan, peningkatan mutu guru/pengajar, pembiayaan subsidi pendidikan SMA/SMK akan turun dan terganggu.
Mantan Komisioner Panwaslu Jatim ini menilai rendahnya alokasi anggaran pendidikan di APBD Jatim juga akan membuka peluang bagi sekolah untuk melakukan berbagai pungutan pada siswa, yang menyebabkan biaya sekolah tinggi dan berpotensi memicu tingginya angka putus sekolah.
Dengan mencermati keadaan tersebut, ICRW sebagai salah satu perwakilan masyarakat yang berkepentingan terhadap agenda pembebasan biaya pendidikan SMA/SMK mendesak Gubernur Jatim mengambil langkah tegas dan konkret.
"Selain itu, juga memastikan bahwa Pemprov Jatim memenuhi amanat konsititusi untuk mengalokasikan anggaran pendidikan minimal 20 persen dari total APBD Jatim 2018," ujar Arif.
Selain itu, lanjut dia, ICRW mendesak Gubernur Jatim membebaskan biaya pendidikan SMA/SMK, mengambil inisiatif dengan membuat payung hukum bagi kabupaten/kota yang berkeinginan memberikan bantuan dana bagi SMA/SMK di Jaim serta menertibkan pungutan liar di lingkungan pendidikan yang memberatkan orang tua siswa.
Ia mengatakan akhir-akhir ini masyarakat tengah menunggu terealisasinya komitmen dan janji pemerintah provinsi untuk mewujudkan pendidikan yang murah dan berkualitas melalui pembahasan rancangan APBD Jawa Timur 2018 yang kini memasuki tahap akhir.
"Kami akan melihat apakah pemerintah mampu memenuhi kewajiban konstitusionalnya untuk mengalokasikan anggaran pendidikan minimal 20 persen atau tidak," katanya.
Arif mengatakan alokasi anggaran itu merupakan amanat Pasal 31 ayat 4 UUD 1945 dan Pasal 9 ayat 1 UU Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003.
Ia menegaskan indikator riil keberpihakan pemerintah pada pendidikan yang murah dan berkualitas, salah satunya pada pembebasan biaya pendidikan SMA/SMK yang saat ini banyak dikeluhkan siswa dan orang tua siswa di berbagai kota/kabupaten di Jawa Timur.
"Mulai tahun 2017 kewenangan pengelolaan dan pembiayaan SMA/SMK kini beralih dari pemerintah kabupaten/kota ke pemerintah provinsi sebagai konsekuensi penerapan UU 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, khususnya Pasal 15 Ayat 1 dan 2 serta Lampiran huruf A tentang Pembagian Urusan Pemerintah Daerah Bidang Pendidikan dalam Sub-Urusan Manajemen Pendidikan," katanya.(*)
Kepala Divisi Advokasi ICRW Arif Budi Santoso di Surabaya, Kamis, mengatakan apabila memperhatikan NPD yang dimuat di laman Kemendikbud,
http://npd.data.kemendikbud.go.id/file/pdf/2016/050000.pdf disebutkan bahwa alokasi APBD Jawa Timur 2016 untuk sektor Pendidikan hanya 1,7 persen atau sekitar Rp300,34 miliar dari total APBD Jatim.
"Ini sangat jauh dari angka minimal 20 persen sesuai amanat UUD 1945. Posisi Provinsi Jawa Timur berada di urutan terbawah nomor dua sebelum Provinsi Papua dalam melakukan kebijakan politik anggaran," katanya.
Menurut dia, rendahnya komitmen politik anggaran pendidikan ini membuat alokasi untuk pembiayaan perbaikan infrastruktur pendidikan, pembiayaan, peningkatan mutu guru/pengajar, pembiayaan subsidi pendidikan SMA/SMK akan turun dan terganggu.
Mantan Komisioner Panwaslu Jatim ini menilai rendahnya alokasi anggaran pendidikan di APBD Jatim juga akan membuka peluang bagi sekolah untuk melakukan berbagai pungutan pada siswa, yang menyebabkan biaya sekolah tinggi dan berpotensi memicu tingginya angka putus sekolah.
Dengan mencermati keadaan tersebut, ICRW sebagai salah satu perwakilan masyarakat yang berkepentingan terhadap agenda pembebasan biaya pendidikan SMA/SMK mendesak Gubernur Jatim mengambil langkah tegas dan konkret.
"Selain itu, juga memastikan bahwa Pemprov Jatim memenuhi amanat konsititusi untuk mengalokasikan anggaran pendidikan minimal 20 persen dari total APBD Jatim 2018," ujar Arif.
Selain itu, lanjut dia, ICRW mendesak Gubernur Jatim membebaskan biaya pendidikan SMA/SMK, mengambil inisiatif dengan membuat payung hukum bagi kabupaten/kota yang berkeinginan memberikan bantuan dana bagi SMA/SMK di Jaim serta menertibkan pungutan liar di lingkungan pendidikan yang memberatkan orang tua siswa.
Ia mengatakan akhir-akhir ini masyarakat tengah menunggu terealisasinya komitmen dan janji pemerintah provinsi untuk mewujudkan pendidikan yang murah dan berkualitas melalui pembahasan rancangan APBD Jawa Timur 2018 yang kini memasuki tahap akhir.
"Kami akan melihat apakah pemerintah mampu memenuhi kewajiban konstitusionalnya untuk mengalokasikan anggaran pendidikan minimal 20 persen atau tidak," katanya.
Arif mengatakan alokasi anggaran itu merupakan amanat Pasal 31 ayat 4 UUD 1945 dan Pasal 9 ayat 1 UU Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003.
Ia menegaskan indikator riil keberpihakan pemerintah pada pendidikan yang murah dan berkualitas, salah satunya pada pembebasan biaya pendidikan SMA/SMK yang saat ini banyak dikeluhkan siswa dan orang tua siswa di berbagai kota/kabupaten di Jawa Timur.
"Mulai tahun 2017 kewenangan pengelolaan dan pembiayaan SMA/SMK kini beralih dari pemerintah kabupaten/kota ke pemerintah provinsi sebagai konsekuensi penerapan UU 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, khususnya Pasal 15 Ayat 1 dan 2 serta Lampiran huruf A tentang Pembagian Urusan Pemerintah Daerah Bidang Pendidikan dalam Sub-Urusan Manajemen Pendidikan," katanya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017