Tulungagung (Antara Jatim) - Seorang praktisi pendidikan asal Jerman, Phil Herman Ayen berkunjung ke Kabupaten Tulungagung untuk studi banding mempelajari kurikulum di Indonesia sekaligus memperkenalkan metode "dual system education" sebagaimana diterapkan di negaranya yang menekankan praktik kerja lapangan.
Phil Herman Ayen yang datang ke Indonesia mewakili lembaga nonprofit bertaraf internasional asal Jerman, SES (Senior Experten Service), Jumat terlihat beraktivitas memandu diskusi kelompok didampingi guru lokal di kelas 10 jurusan pariwisata dan perhotelan SMKN 1 Tulungagung.
Phil yang tampil sederhana dengan setelan kemeja warna biru muda dan celana jeans coklat tampak aktif berinteraksi dengan para siswa yang dia beri tugas bertindak selaku pendamping wisatawan (tour guide) membuat jadwal kunjungan wisata untuk sejumlah turis asing maupun domestik.
"Ini semacam olah permainan manajemen pariwisata, untuk menguji seberapa praktis dan efisien cara berfikir mereka jika diperankan sebagai tim pemandu wisata secara profesional," kata Phil Herman Ayen saat berbincang dengan wartawan di sela kegiatan belajar-mengajar yang dia lakukan di SMKN 1 Tulungagung.
Menurut Phil yang berlatar belakang rektor salah satu pendidikan tinggi di Jerman ini, kemampuan manajerial lapangan siswa sekolah kejuruan di Indonesia, dalam hal ini SMKN 1 Tulungagung, belum terbentuk secara baik.
Hal itu disebabkan metode kurikulum pendidikan yang diadopsi belum sepenuhnya menekankan praktikum atau praktik kerja lapangan yang berstandar profesional.
"Di Jerman, sekolah kejuruan menekankan pentingnya kurikulum industri, yaitu pembelajaran praktikum lapangan dengan melibatkan perusahaan-perusahaan swasta maupun instansi pemerintah selain kurikulum sekolah (teori). Di Jerman ini dikenal dengan istilah 'dual system curriculum'," kata Phil dalam Bahasa Inggris.
Ia sebenarnya tidak sepenuhnya mengkritisi metode pembelajaran yan berlaku di Indonesia seperti tercermin diterapkan di SMKN 1 Tulungagung yang mengacu kurikulum 2013 (K-13) yang berlaku nasional.
Menurutnya, kurikulum pendidikan Indonesia pada dasarnya mirip dengan dual system education yang diterapkan di Jerman namun dimodifikasi menjadi satu basis sistem pendidikan yang terintegrasi.
"Bedanya cuma durasi pembelajaran industri (praktek kerja lapangan) di Jerman jauh lebih besar dibanding pembalajaran di sekolah (teori) dengan komposisi 70:30. Di Indonesia yang berlaku masih sebaliknya," kata Phil.
Menurut dia, dual sistem yang berlaku di Jerman berorientasi mendorong peserta didik mendapatkan ilmu yang lebih matang atau lebih terlatih.
Dengan harapan, setelah lulus para peserta didik tersebut bisa langsung bersaing di dunia kerja. Namun di Tulungagung dianggap cukup bagus. Karena, kesempatan prakerin diberikan seimbang. Mengingat, pematangan diberikan juga dari teori yang diberikan sekolah.
"Di jerman, prakerin lebih penting dari pada sekolah teori, sehingga industri melakukan sinkronisasi terhadap sekolah. Dengan harapan, setelah lulus para peserta didik langsung kerja sesuai bidangnya atau industry tersebut," katanya
Untuk melengkapi kurikulum dual sistem yang sudah diterapkan oleh SMK Negeri 1 Boyolangu tersebut, Phil berencana melakukan pendampingan dan mengarahkan agar sistem pembelajaran di sekolah kejuruan tersebut bisa dilaksanakan lebih optimal.
"Targetnya, para peserta didik ini terlatih," katanya
Selain di SMKN Tulungagung, Phil Herman mengaku telah melakukan kegiatan studi banding di salah satu SMK di Makasar serta akademi pariwisata di Nusa Tenggara Barat.
Dikonfirmasi, Kepala SMK Negeri 1 Boyolangu Rofiq Suyudi mengatakan jika kurikulum 2013 atau disebut K-13 sudah mengacu dual system.
"Sesuai kebijakan direktorat, mulai tahun ini prakerin minimal enam bulan di dunia usaha atau industri. Bahkan, untuk memaksimalkan prakerin para peserta didik, pihaknya menggaet kurang lebih 150 industri," katanya.
Melalui pelatihan kerja lapangan tersebut, lanjut Rofiq, diharapkan peserta didik ini mendapatkan pelatihan nyata sehingga peserta didik bisa lebih matang atau terlatih.
"Dengan datangnya SES ini, maka otomatis program dan manajemen sekolah nantinya lebih sempurna atau bahkan mendapat nilai plus," kata Rofiq.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017
Phil Herman Ayen yang datang ke Indonesia mewakili lembaga nonprofit bertaraf internasional asal Jerman, SES (Senior Experten Service), Jumat terlihat beraktivitas memandu diskusi kelompok didampingi guru lokal di kelas 10 jurusan pariwisata dan perhotelan SMKN 1 Tulungagung.
Phil yang tampil sederhana dengan setelan kemeja warna biru muda dan celana jeans coklat tampak aktif berinteraksi dengan para siswa yang dia beri tugas bertindak selaku pendamping wisatawan (tour guide) membuat jadwal kunjungan wisata untuk sejumlah turis asing maupun domestik.
"Ini semacam olah permainan manajemen pariwisata, untuk menguji seberapa praktis dan efisien cara berfikir mereka jika diperankan sebagai tim pemandu wisata secara profesional," kata Phil Herman Ayen saat berbincang dengan wartawan di sela kegiatan belajar-mengajar yang dia lakukan di SMKN 1 Tulungagung.
Menurut Phil yang berlatar belakang rektor salah satu pendidikan tinggi di Jerman ini, kemampuan manajerial lapangan siswa sekolah kejuruan di Indonesia, dalam hal ini SMKN 1 Tulungagung, belum terbentuk secara baik.
Hal itu disebabkan metode kurikulum pendidikan yang diadopsi belum sepenuhnya menekankan praktikum atau praktik kerja lapangan yang berstandar profesional.
"Di Jerman, sekolah kejuruan menekankan pentingnya kurikulum industri, yaitu pembelajaran praktikum lapangan dengan melibatkan perusahaan-perusahaan swasta maupun instansi pemerintah selain kurikulum sekolah (teori). Di Jerman ini dikenal dengan istilah 'dual system curriculum'," kata Phil dalam Bahasa Inggris.
Ia sebenarnya tidak sepenuhnya mengkritisi metode pembelajaran yan berlaku di Indonesia seperti tercermin diterapkan di SMKN 1 Tulungagung yang mengacu kurikulum 2013 (K-13) yang berlaku nasional.
Menurutnya, kurikulum pendidikan Indonesia pada dasarnya mirip dengan dual system education yang diterapkan di Jerman namun dimodifikasi menjadi satu basis sistem pendidikan yang terintegrasi.
"Bedanya cuma durasi pembelajaran industri (praktek kerja lapangan) di Jerman jauh lebih besar dibanding pembalajaran di sekolah (teori) dengan komposisi 70:30. Di Indonesia yang berlaku masih sebaliknya," kata Phil.
Menurut dia, dual sistem yang berlaku di Jerman berorientasi mendorong peserta didik mendapatkan ilmu yang lebih matang atau lebih terlatih.
Dengan harapan, setelah lulus para peserta didik tersebut bisa langsung bersaing di dunia kerja. Namun di Tulungagung dianggap cukup bagus. Karena, kesempatan prakerin diberikan seimbang. Mengingat, pematangan diberikan juga dari teori yang diberikan sekolah.
"Di jerman, prakerin lebih penting dari pada sekolah teori, sehingga industri melakukan sinkronisasi terhadap sekolah. Dengan harapan, setelah lulus para peserta didik langsung kerja sesuai bidangnya atau industry tersebut," katanya
Untuk melengkapi kurikulum dual sistem yang sudah diterapkan oleh SMK Negeri 1 Boyolangu tersebut, Phil berencana melakukan pendampingan dan mengarahkan agar sistem pembelajaran di sekolah kejuruan tersebut bisa dilaksanakan lebih optimal.
"Targetnya, para peserta didik ini terlatih," katanya
Selain di SMKN Tulungagung, Phil Herman mengaku telah melakukan kegiatan studi banding di salah satu SMK di Makasar serta akademi pariwisata di Nusa Tenggara Barat.
Dikonfirmasi, Kepala SMK Negeri 1 Boyolangu Rofiq Suyudi mengatakan jika kurikulum 2013 atau disebut K-13 sudah mengacu dual system.
"Sesuai kebijakan direktorat, mulai tahun ini prakerin minimal enam bulan di dunia usaha atau industri. Bahkan, untuk memaksimalkan prakerin para peserta didik, pihaknya menggaet kurang lebih 150 industri," katanya.
Melalui pelatihan kerja lapangan tersebut, lanjut Rofiq, diharapkan peserta didik ini mendapatkan pelatihan nyata sehingga peserta didik bisa lebih matang atau terlatih.
"Dengan datangnya SES ini, maka otomatis program dan manajemen sekolah nantinya lebih sempurna atau bahkan mendapat nilai plus," kata Rofiq.(*)
Video Oleh Destyan H Sujarwoko
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017