Tulungagung (Antara Jatim) - Harga tembakau kering rajangan di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, rata-rata turun pada kisaran Rp5 ribu hingga Rp10 ribu per kilogram untuk setiap jenis tembakau akibat cuaca buruk yang menyebabkan proses pengeringan alami tidak bisa optimal.

"Untuk jenis tembakau gula kering, misalnya dulu awal musim harga pada kisaran Rp60 ribu hingga Rp70 ribu per kg. Kini saat musim hujan turun sedikit di kisaran Rp55 ribu hingga Rp60 ribu/kg," kata petani sekaligus pelaku UKM tembakau di Desa Waung, Tulungagung, Kamis.

Ada dua jenis tembakau yang sedang dijemur Sutikno hari itu. Selain jenis tembakau gula kering yang berwarna kuning kecoklatan, Sutikno juga mengolah tembakau jenis pilesan yang proses perajangan diawali dengan diinjak-injak secara tradisional menggunakan kaki untuk membuang cairan minyak yang terkandung pada daun tembakau.

Tembakau jenis terakhir ini diklaim memiliki mutu lebih baik dengan segmen pasar tersendiri yang harganya rata-rata lebih tinggi dibanding jenis tembakau gula kering, yakni di kisaran Rp60 ribu hingga Rp70 ribu per kilogram.

"Kalau awal musim jenis pilesan ini harga antara Rp70 ribu hingga Rp80 ribu per kiogram. Semua turun karena memang pengeringan yang tidak optimal akan sangat berpengaruh terhadap mutu tembakau yang dihasilkan, warna jadinya dan rasa tidak sebagus saat cuaca cerah," kata Sutikno.

Dalam bisnis pertembakauan, kata Sutikno, setiap jenis tembakau olahan masih dibagi lagi ke beberapa golongan berdasar standar mutu yang dihasilkan, yakni mutu A, B, C dan D.

Tembakau mutu A biasanya dihasilkan jika proses penanaman hingga panen, lanjut proses perajangan dan pengeringan dilakukan secara baik dan dalam kondisi cuaca cerah sehingga nilai rendemen tinggi.

"Kalau tembakau kena hujan, perajangan kurang baik, atau pengeringan tidak optimal mutu bisa turun menjadi B, C atau bahkan hingga terjelek mutu D. Dalam bisnis tembakau, banyak faktor yang mempengaruhi," ujarnya.

Sutikno menjelaskan, setiap golongan ini selisih harga biasanya anatar Rp5 ribu hingga Rp10 ribu setiap jenjang.

"Sekalipun terjadi penurunan, harga jual ini masih sangat bagus untuk petani maupun pelaku usaha tembakau seperti kami. Kalau cadangan modal usaha kuat, tidak ada kata rugi dalam usaha semacam ini. Sebab tembakau bisa saja disimpan hingga beberapa tahun dan dilepas (jual) saat harga sedang tinggi, misalnya," kata dia.

Sutikno yang mengaku memiliki kemampuan produksi tembakau biasanya rata-rata dua ton per hari, kini sejak memasuki penghujan produksi dikurangi menjadi sekitar 1,5 ton per dua hari.

"Strategi untuk meminimalkan risiko kerugian adalah membatasi volume produksi yang disesuaikan dengan kemampuan pengeringan, penjadwalan waktu perajangan agar pagi hari segera mulai proses jemur, serta manajemen pekerja yang harus optimal agar siaga setiap kali dilakukan tahap pengeringan," katanya.

Kendati tiga langkah antisipasi itu dilakukan, kata Sutikno, cuaca buruk atau hujan tetap menjadi masalah utama yang mmpengaruhi kualitas tembakau kering rajangan yang diolah petani maupun pelaku UKM seperti dirinya.

"Bagaimanapun kalau hujan tetap saja kualitas (tembakau) menjadi rusak. Musuh utama tembakau adalah hujan," ujarnya. (*)

Pewarta: Destyan H. Sujarwoko

Editor : Endang Sukarelawati


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017