Bondowoso (Antara Jatim) - Dinas Pertanian (Disperta) Pemerintah Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur, mencatat jumlah pemotongan hewan ternak sapi betina produktif di Kota Tapai itu masih cukup tinggi.
"Dalam catatan kami, jumlah pemotongan sapi betina produktif pada 2015 ada sekitar 700 ekor dan pada 2016 kembali meningkat menjadi sekitar 900 ekor sapi betina produktif yang dipotong di rumah pemotongan hewan (RPH)," kata Kepala Bidang Kesehatan Hewan, Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan Disperta Pemkab Bondowoso, drh Cendy Herdiawan di Bondowoso, Kamis.
Ia mengemukakan, tingginya angka pemotongan sapi betina produktif di rumah pemotongan hewan atau RPH milik pemerintah daerah pada 2015 dan 2016, dikarenakan pedagang daging (jagal) yang "bandel" kendati dilarang oleh petugas di RPH.
Bahkan, katanya, para pedagang daging sapi (jagal) yang dilarang atau petugas RPH menolak jika ada sapi betina produktif hendak dipotong, justru para "jagal" memotong sapi di tempat pemotongan hewan (TPH) yang ada di setiap desa maupun kecamatan.
"Yang sulit dikendalikan itu ketika kami tolak, mereka (jagal) tidak memotong di RPH milik pemerintah kabupaten, namun memtotong sapi mereka di tempat pemotongan hewan di desa-desa yang notabene atau dalam catatan sudah tidak diperbolehkan," katanya.
Ia menyebutkan, Pemerintah Kabupaten Bondowoso sejauh ini menyiapkan lima rumah pemotongan hewan, yakni RPH di Kecamatan Maesan, Wonosari, Prajekan, Pujer dan RPH Kecamatan Kota Bondowoso.
Menurut Cendy, setelah kebijakan Pemerintah Pusat mengeluarkan larangan pemotongan sapi betina produktif, Dinas Pertanian saat ini terus menggencarkan sosialisasi larangan tersebut kepada pedagang daging dan bekerja sama dengan kepolisian dalam hal ini Bhabinkamtibmas.
"Untuk menyosialisasikan larangan pemotongan sapi betina produktif memang membutuhkan waktu. Namun para pedagang daging maupun peternak sapi terus kami imbau tidak memotong sapi betina produktif guna mendukung swasembada daging di Indonesia," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017
"Dalam catatan kami, jumlah pemotongan sapi betina produktif pada 2015 ada sekitar 700 ekor dan pada 2016 kembali meningkat menjadi sekitar 900 ekor sapi betina produktif yang dipotong di rumah pemotongan hewan (RPH)," kata Kepala Bidang Kesehatan Hewan, Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan Disperta Pemkab Bondowoso, drh Cendy Herdiawan di Bondowoso, Kamis.
Ia mengemukakan, tingginya angka pemotongan sapi betina produktif di rumah pemotongan hewan atau RPH milik pemerintah daerah pada 2015 dan 2016, dikarenakan pedagang daging (jagal) yang "bandel" kendati dilarang oleh petugas di RPH.
Bahkan, katanya, para pedagang daging sapi (jagal) yang dilarang atau petugas RPH menolak jika ada sapi betina produktif hendak dipotong, justru para "jagal" memotong sapi di tempat pemotongan hewan (TPH) yang ada di setiap desa maupun kecamatan.
"Yang sulit dikendalikan itu ketika kami tolak, mereka (jagal) tidak memotong di RPH milik pemerintah kabupaten, namun memtotong sapi mereka di tempat pemotongan hewan di desa-desa yang notabene atau dalam catatan sudah tidak diperbolehkan," katanya.
Ia menyebutkan, Pemerintah Kabupaten Bondowoso sejauh ini menyiapkan lima rumah pemotongan hewan, yakni RPH di Kecamatan Maesan, Wonosari, Prajekan, Pujer dan RPH Kecamatan Kota Bondowoso.
Menurut Cendy, setelah kebijakan Pemerintah Pusat mengeluarkan larangan pemotongan sapi betina produktif, Dinas Pertanian saat ini terus menggencarkan sosialisasi larangan tersebut kepada pedagang daging dan bekerja sama dengan kepolisian dalam hal ini Bhabinkamtibmas.
"Untuk menyosialisasikan larangan pemotongan sapi betina produktif memang membutuhkan waktu. Namun para pedagang daging maupun peternak sapi terus kami imbau tidak memotong sapi betina produktif guna mendukung swasembada daging di Indonesia," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017