Tulungagung (Antara Jatim) - Pengadilan Agama Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur menerima ratusan permohonan cerai dari pasangan nikah setempat setiap bulannya, dengan berbagai latar belakang masalah sebagai pemicu keretakan rumah tangga mereka.

"Data yang masuk untuk pengajuan gugat cerai di kisaran 200-400 pengajuan baru tiap bulan," kata wakil Panitera Pengadilan Agama Tulungagung Suyono di Tulungagung, Senin.

Ada sejumlah variabel yang menjadi alasan perceraian di daerah yang dikenal sebagai kota Marmer ini, dan salah satunya yang mendominasi karena pengaruh media sosial. Pemohon atau pasangan yang terlibat kasus perceraian itu mayoritas berasal dari keluarga TKI/TKW.

Selain munculnya "pihak ketiga" (perselingkuhan), kesenjangan pendapatan antarpasangan, miskomunikasi hingga perubahan gaya hidup. Suyono memberi gambaran, kasus perceraian berdasar data dari Januari hingga September. Pada Januari, dari 375 pengajuan perceraian yang masuk, dikabulkan 248 kasus.

Sementara pada Februari dari pengajuan masuk 267 kasus yang dikabulkan 234 perkara, Maret 288 kasus yang dikabulkan 278 perkara, April dari 300 kasus dikabulkan 253 perkara, Mei 258 kasus dikabulkan 310 perkara.

"Angkanya terus berfluktuasi. Juni dari 146 kasus dikabulkan 234 perkara, Juli dari 408 kasus dikabulkan 248 perkara, Agustus dari 317 kasus dikabulkan 349 perkara dan September hingga akhir pertengahan dari data masuk 175 kasus dikabulkan 177 perkara," paparnya.

Kadang yang dikabulkan lebih banyak dari data masuk itu karena sisa data di tahun atau bulan sebelumnya, kata Suyono.

Dari yang dikabulkan itu terdapat permohonan lain diantaranya pengajuan poligami, izin kawin, penunjukan orang lain sebagai wali di pengadilan, perkara tentang harta bersama hingga dispensasi perkawinan.  Namun, lebih dari 90 persen terbanyak permohonan gugatan cerai talak dan cerai gugat.
    
"Gugatan perceraian itu ada dua hal, ceria talak dan gugat. Dilihat dari data kebanyakan justru cerai gugat yaitu pihak istri yang menggugat suami," tuturnya.

Motif perceraian sendiri menurut Suyono bervariasi, namun faktor ekonomi dan berubahnya gaya hidup sering menjadi alasan gugatan cerai di ajukan.

"Biasanya mantan TKW yang pulang dari luar negeri gaya hidupnya berubah drastis, mulai dari dandanan rambut hingga pergaulan di medsos. Kasus yang begini itu sering di buka di cerai gugat, yang mana suaminya capek-capek bekerja justru istrinya main hp dan berhubungan dengan orang lain di ponsel itu," ujarnya. (*)

Pewarta: Destyan H. Sujarwoko

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017