Tulungagung (Antara Jatim) - Elevasi atau ketinggian permukaan air Waduk Wonorejo, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur turun drastis selama kemarau yang berlangsung beberapa bulan terakhir, sehingga debit air masuk  dengan debit air keluar tidak seimbang.
    
"Memang terjadi penurunan elevasi (air waduk), namun masih dalam batas normal sesuai perencanaan. Tidak masalah," kata Kepala Subdivisi Wilayah Sungai I/3 Perum Jasa Tirta I, Fendri Ferdian di Tulungagung, Rabu.
    
Ia menjelaskan, saat kemarau cadangan air selalu turun. Sementara pada saat penghujan waduk akan cenderung menampung air sehingga elevasi menjadi berbalik meningkat.
    
Penurunan dan kenaikan elevasi pada dua musim berbeda itu menurut penjelasan Fendri sudah dihitung secara matang oleh tim Jasa Tirta selaku pengelola teknis operasional Waduk Wonorejo berikut jaringan bendung dan sungai di bawahnya.
    
Saat ini, misalnya, elevasi air Waduk Wonorejo ditunjukkan Fendri dalam posisi 167,40 meter atau jika dikonversi dalam volume air berkisar antara 56 juta meter kubik.
    
Elevasi itu masih di atas rencana alokasi air tahunan yang pada periode waktu yang sama (27 September 2017) diproyeksikan 167,15 meter atau jika dikonversi dalam volume sekitar 55,35 juta meter kubik.
    
"Jadi elevasi hari ini msih di atas pola rencana dengan selisih elevasi 0,25 meter atau sekitar 650 ribu meter kubik," ujarnya.
    
Waduk Wonorejo yang efektif dioperasionalkan sebagai bendungan dengan fungsi sebagai pencegah banjir, irigasi, pembangkit listrik tenaga air, suplai air baku, dan perikanan itu memiliki ambang batas daya tampung mencapai 106 juta meter kubik.
    
Artinya, volume air Waduk Wonorejo saat ini yang menjelang akhir musim kering (kemarau) tinggal separuh daya tampung maksimalnya.
    
"Selama masih dalam pola rencana alokasi air tahunan, penurunan debit air selama kemarau penting agar waduk mampu menampung air sebanyak-banyaknya saat penghujan," ujarnya.
    
Fendri mengatakan, pola rencana alokasi air pada akhir kemarau yang diprediksi terjadi pada November adalah 157,00 meter. Ini artinya, permukaan air waduk dimungkinkan akan terus turun atau volume terus susut hingga datangnya musim hujan yang diprediksi terjadi selambat-lambatnya pada November.
    
"Tapi ini sepertinya sudah mulai turun hujan. Kita lihat saja perkembangannya. Program rencana alokasi air waduk sudah dirancang bersama TKPSDA (Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air) yang terdiri dari beberapa instansi terkait termasuk pertanian, PLTA, PDAM, maupun pengairan, jadi seharusnya tidak ada dampak signifikan," ujarnya.
    
Konsekuensi dari penurunan debit air waduk tersebut, sesuai program yang disusun TKPSDA, selama kemarau rencana pengeluaran air (outflow) waduk adalah 5,4 meter kubik per detik, sementara pada saat penghujan diproyeksikan lebih banyak, yakni mencapai 11,8 meter kubik per detik.
    
"Itu berkaitan dengan perubahan pola tanam petani saat kemarau dan alokasi air yang dialirkan melalui PLTA yang dibatasi dengan durasi antara 10-12 jam, pada saat beban puncak (penggunaan listrik) mulai pukul 12.00 WIB hingga 24.00 WIB. Berbeda dengan saat penghujan yang outflow bisa dilakukan selama 24 jam untuk mendukung operasional PLTA," papar Ferdian.(*)
Video oleh Destyan H Sujarwoko

Pewarta: Destyan H. Sujarwoko

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017