Tulungagung (Antara Jatim) - Seluruh korban kasus overdosis minuman keras yang menjalani perawatan intensif di RSUD dr Iskak, Tulungagung, Jawa Timur dipastikan tak mendapat layanan fasilitas Jaminan Kesehatan Nasional Kartu Indonesia Sehat, meski mereka terdaftar dalam kepesertaan BPJS.
"Untuk kasus-kasus tertentu seperti overdosis minuman keras ini, masuk pengecualian. Tidak masuk cakupan layanan BPJS," kata Kasi Pemasaran dan Informasi RSUD dr Iskak, Mochammad Rifai di Tulungagung, Selasa.
Konsekuensinya, kata dia, setiap pasien kasus OD atau keracunan minuman keras dimasukkan kelompok pasien umum.
Mereka diharuskan membayar seluruh biaya perawatan medis, obat-obatan serta fasilitas yang digunakan selama dirawat di rumah sakit daerah yang kini berstatus RSUD rujukan Provinsi Jatim tersebut.
Menurut Rifai, penolakan jasa layanan JKN-KIS terhadap korban OD minuman keras meski berasal dari keluarga prasejahtera atau keluarga PNS dikarenakan aturan atau juklak/juknis (petunjuk pelaksanaan/petunjuk teknis) yang diberlakukan Badan Pengelola Jaminan Sosial Kesehatan.
"Pertanggungan yang diberlakukan dalam program JKN-KIS atau diterapkan BPJS ini tidak berlaku untuk kasus penyakit yang disengaja, seperti gantung diri, keracunan minuman keras, narkoba, ataupun olahraga ekstrem yang berisiko kecelakaan. Olahraga motocross, misalnya," kata Rifai.
Namun, kata Rifai, fasilitas BPJS masih bisa digunakan untuk layanan medis lanjutan bagi korban keracunan minuman keras tersebut.
Rifai mencontohkan pasien OD yang menjalani rawat jalan dengan keluhan spesifik, misal mata kabur atau sakit mata.
"Pada konteks ini BPJS bisa digunakan lagi, namun dengan pengajuan berdasar keluhan sakit mata. Bukan lagi OD atau keracunan minuman keras tadi," ujarnya.
Saat ini, masih ada empat pasien overdosis yang dirawat di RSUD dr Iskak, Tulunggaung.
Keempat pasien tersebut merupaka rujukan dari klinik Nur Medika, Watulimo, Trenggalek akibat keracunan metanol dari minuman keras oplosan yang ditenggak kawanan pemuda pesisir itu di sebuah kafe karaoke sekitar Pelabuhan Prigi.
Sebelumnya, dalam sepekan sebelumnya RSUD dr Iskak juga telah merawat 13 korban OD di dua tempat terpisah.
Dari dua kejadian tersebut, dua korban overdosis akhirnya meninggal setelah mendapat perawatan kedaruratan medis tim dokter IGD RSUD dr Iskak, dua terancam kebutaan, dan sisanya masih rawat jalan.
Menurut keterangan Ketua Persatuan Dokter Kedaruratan Medis Seluruh Indonesia (Perdamsi) dr Bobi Prabowo yang juga dokter ahli kedaruratan di IGD RSUD dr Iskak, selain racun metanol dengan volume melebihi ambang batas, kondisi fatal yang dialami korban OD rata-rata karena terlambat dibawa ke rumah sakit sehingga terlambat penanganan.
"Rata-rata korban dibawa ke rumah sakit setelah 2-3 hari pasca minum minuman keras yang mengandung metanol. Biasanya kondisi sudah buruk karena racun sudah menyebar ke seluruh pembuluh darah dan mengendap di organ-organ dalam tubuh," katanya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017
"Untuk kasus-kasus tertentu seperti overdosis minuman keras ini, masuk pengecualian. Tidak masuk cakupan layanan BPJS," kata Kasi Pemasaran dan Informasi RSUD dr Iskak, Mochammad Rifai di Tulungagung, Selasa.
Konsekuensinya, kata dia, setiap pasien kasus OD atau keracunan minuman keras dimasukkan kelompok pasien umum.
Mereka diharuskan membayar seluruh biaya perawatan medis, obat-obatan serta fasilitas yang digunakan selama dirawat di rumah sakit daerah yang kini berstatus RSUD rujukan Provinsi Jatim tersebut.
Menurut Rifai, penolakan jasa layanan JKN-KIS terhadap korban OD minuman keras meski berasal dari keluarga prasejahtera atau keluarga PNS dikarenakan aturan atau juklak/juknis (petunjuk pelaksanaan/petunjuk teknis) yang diberlakukan Badan Pengelola Jaminan Sosial Kesehatan.
"Pertanggungan yang diberlakukan dalam program JKN-KIS atau diterapkan BPJS ini tidak berlaku untuk kasus penyakit yang disengaja, seperti gantung diri, keracunan minuman keras, narkoba, ataupun olahraga ekstrem yang berisiko kecelakaan. Olahraga motocross, misalnya," kata Rifai.
Namun, kata Rifai, fasilitas BPJS masih bisa digunakan untuk layanan medis lanjutan bagi korban keracunan minuman keras tersebut.
Rifai mencontohkan pasien OD yang menjalani rawat jalan dengan keluhan spesifik, misal mata kabur atau sakit mata.
"Pada konteks ini BPJS bisa digunakan lagi, namun dengan pengajuan berdasar keluhan sakit mata. Bukan lagi OD atau keracunan minuman keras tadi," ujarnya.
Saat ini, masih ada empat pasien overdosis yang dirawat di RSUD dr Iskak, Tulunggaung.
Keempat pasien tersebut merupaka rujukan dari klinik Nur Medika, Watulimo, Trenggalek akibat keracunan metanol dari minuman keras oplosan yang ditenggak kawanan pemuda pesisir itu di sebuah kafe karaoke sekitar Pelabuhan Prigi.
Sebelumnya, dalam sepekan sebelumnya RSUD dr Iskak juga telah merawat 13 korban OD di dua tempat terpisah.
Dari dua kejadian tersebut, dua korban overdosis akhirnya meninggal setelah mendapat perawatan kedaruratan medis tim dokter IGD RSUD dr Iskak, dua terancam kebutaan, dan sisanya masih rawat jalan.
Menurut keterangan Ketua Persatuan Dokter Kedaruratan Medis Seluruh Indonesia (Perdamsi) dr Bobi Prabowo yang juga dokter ahli kedaruratan di IGD RSUD dr Iskak, selain racun metanol dengan volume melebihi ambang batas, kondisi fatal yang dialami korban OD rata-rata karena terlambat dibawa ke rumah sakit sehingga terlambat penanganan.
"Rata-rata korban dibawa ke rumah sakit setelah 2-3 hari pasca minum minuman keras yang mengandung metanol. Biasanya kondisi sudah buruk karena racun sudah menyebar ke seluruh pembuluh darah dan mengendap di organ-organ dalam tubuh," katanya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017