Blitar, (Antara Jatim) Suasana Desa Ngaringan, Kecamatan Gandusari, Kabupaten Blitar, Jawa Timur saat ini sudah jauh berubah di mana jalan desa yang dulu terjal kini sudah banyak yang beraspal hotmix.

Kondisi itu membuat warga menjadi mudah melakukan aktivitas sehari-hari. Perekonomian warga juga lebih maju daripada sebelumnya.

Kepala Desa Ngaringan Agus Tri Jayanto mengemukakan perkembangan di desanya saat ini sudah jauh lebih baik. Perkembangan pembangunan desa menjadi lebih cepat karena ada alokasi dana desa. Pada 2017, desanya mendapatkan alokasi dana desa hingga Rp875 juta, lebih besar dibanding alokasi 2016 yang hanya Rp600 juta.

Dana itu, dimanfaatkan desa untuk beragam pembangunan fisik serta pemberdayaan masyarakat. Untuk fisik, dilakukan pembangunan saluran irigasi pertanian warga, perbaikan jalan, hingga drainase. Pembangunan itu tersebar di sejumlah titik yang ada di desa.

"Pembangunan sudah mengalami kenaikan. Ini terbantu adanya dana desa," ucapnya.

Agus menyebut, desa memang mempunyai pendapatan asli daerah serta pendapatan lain yaitu alokasi dana desa (ADD) dari APBD Kabupaten Blitar serta bagi hasil pajak dan retribusi. Namun, karena anggaran terbatas, untuk pembangunan fisik juga terpaksa tidak serentak dilakukan.

Pada 2017 ini, Desa Ngaringan mendapatkan ADD dari APBD Kabupaten Blitar sebesar Rp581 juta, lebih besar dibanding ADD 2016 yang hanya Rp300 juta. Namun, anggaran tersebut masih belum mencukupi untuk keperluan pemberdayaan serta perbaikan beragam infrastruktur di desa.

Warga di Desa Ngaringan selama ini lebih banyak bekerja sebagai petani. Dengan luas daerah yang sekitar 500 hektare, pertanian di daerah ini masih melimpah. Didukung dengan sumber air yang mumpuni, tanaman pertanian menjadi subur.

Namun, tidak semua daerah di tempat ini tumbuh subur. Sejumlah bagian desa nisbi sulit air saat kemarau tiba. Desa ini dekat dengan perbukitan.

Kondisi ekonomi yang tidak menentu ini, juga memicu warga memilih bekerja menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI). Gaji yang besar menjadi iming-iming tesendiri bagian sejumlah warga desa ini.

Keberhasilan menjadi TKI di Hong Kong, Taiwan, ternyata juga memicu gelombang warga lainnya memilih jadi TKI. Keberhasilan itu misalnya, terlihat pada fisik bangunan rumah warga yang bekerja jadi TKI dengan bangunan yang besar nan-megah.

Kondisi itu ternyata juga memicu kekhawatiran tersendiri bagi pihak desa. Pemerintah desa berupaya agar perekonomian di daerah ini jauh lebih berkembang, sehingga tidak semua warga, terutama pemuda memilih bekerja menjadi TKI.

Agus menyebut pemerintah desa sangat terbantu dengan program dana desa ini. Pada 2017, secara total pendapatan di desa hingga Rp1,7 miliar. Anggaran itu tentunya sangat besar, jika dibandingkan dengan anggaran tahun-tahun sebelumnya.

Dalam merealisasikan program, selalu melibatkan warga. Dimulai dengan musyawarah dusun yang dihadiri seluruh warga di daerah itu. Aspirasi mereka sampaikan, termasuk kebutuhan serta beragam perbaikan fisik bangunan yang dianjurkan untuk diperbaiki. Adanya lapangan pekerjaan membuat perekonomian warga tergerak. Mereka bisa mendapatkan pekerjaan dan uang.

Hasil musyawarah di dusun dilaporkan ke musyawarah desa. Seluruh masukan dirinci dan dibahas. Skala prioritas menjadi penentu dalam membuat keputusan, apakah harus secepatnya direalisasikan atau ditunda.
"Jadi, ada ranking, skala prioritas dan mengutamakan kepentingan yang lebih darurat. Masyarakat sangat antusias, peduli lingkungan masing-masing. Mereka memamparkan kondisi di daerahnya," paparnya.

Selain itu, pemuda di desa juga lebih berdaya. Beragam program kepemudaan dilakukan dengan harapan warga jadi lebih berdaya. Kini, desa ini sudah lebih berkembang, menuju desa mandiri dan kreatif.
   
Transparansi
 Agus mengatakan partisipasi warga sangat dibutuhkan untuk menjadikan desa ini lebih berdaya dan maju. Pihak desa juga tidak segan untuk transparan penggunaan anggaran. Beragam cara dilakukan, mulai memasang penggunaan anggaran di papan pengumumam hingga dibuat "banner" diarak keliling desa.

Momen perayaan Agustus, juga menjadi peluang tersendiri. Pemerintah desa memutuskan membuat pawai di desa, yang diikuti seluruh warga. Di momen ini, pihak desa memanfaatkan kesempatan dengan membuat banner yang berisi tentang informasi pendapatan desa, baik dana desa, ADD, pendapatan asli desa, hingga bagi hasil pajak dan retribusi.

Di banner itu, juga terpampang item pembangunan serta besaran anggaran yang dialokasikan, baik untuk perbaikan irigasi, rabat jalan, hingga drainase. Sedangkan untuk ADD dimanfaatkan untuk pembangunan gedung PKK. Semuanya terpampang rinci, serta besaran anggaran yang digunakan.

Agus mengaku, masyarakat juga berhak mengetahui pemanfaatan dana tersebut. Ia ingin agar seluruh kegiatan bisa transparan, sehingga masyarakat awam pun juga mengetahui besaran anggaran dan dialokasikan untuk kegiatan apa saja.

"Kami ingin warga juga ikut mengetahui pemanfaatan dana di desa untuk apa saja. Kami juga tidak khawatir, jika ada warga yang mempertanyakan. Mereka juga bisa memberikan masukan," ucapnya.

Agus juga menyebut, pemerintah desa sangat berhati-hati dalam pemanfaatan dana desa itu. Ia tidak ingin adanya salah alokasi dan bisa menjadi masalah di kemudian hari. Kuitansi dari setiap transaksi selalu dikumpulkan dan dibuat laporan secara mendetail.

Namun, ia mengakui ada beberapa yang menjadi kendala dalam laporan pemanfaatan anggaran dana desa. Salah satunya, dalam laporan penggunaan keuangan. Beruntung ada pendamping desa yang selalu siap membantu, sehingga jika ada kekeliruan bisa dibetulkan.

"Kami juga sering dialog dengan perangkat di desa lain untuk berbagi informasi laporan yang benar. Jika ada masalah, kami juga konsultasi ke pemkab (Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Blitar), mereka juga membantu," imbuhnya.

Selain itu, sumber daya manusia (SDM) juga menjadi salah satu kendala. Di Desa Ngaringan, memang sudah memanfaatkan dalam jaringan, namun masih belum optimal. Ia berharap nantinya ada pelatihan lagi, termasuk jika bisa memanfaatkan auditor, sehingga laporan yang dibuat juga benar.

Sementara itu, Kepala Bidang Pembangunan Desa Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Blitar Setiyono mengakui belum semua SDM di desa bisa bekerja secara optimal. Salah satunya adalah masalah keterbatasan pengetahuan tentang tenaga teknologi informasi.

Ia menyebut, pada 2017 ada kebijakan untuk penerapan tentang sistem keuangan desa. Di sistem itu ada "software" khusus dan setiap desa diharuskan memanfaatkan jaringan itu. Saat ini, dari 220 desa di Kabupaten Blitar, masih kurang lebih 31 desa yang sudah punya aplikasi itu.

"Aplikasi itu belum seluruh desa yang menerapkan. Di Kabupaten Blitar ini kurang lebih masih 31 desa," ujarnya.

Aplikasi itu memang masih baru. Walaupun sudah punya aplikasi, nyatanya belum bisa dimanfaatkan dan belum tersambung. Proses laporan masih menggunakan program manual, exel.

Pemerintah, berupaya agar seluruh desa di Kabupaten Blitar bisa memanfaatkan sistem tersebut. Pemerintah menarget pada tahun depan aplikasi itu bisa diterapkan. Saat ini, pemerintah merencanakan pelatihan pemanfaatan aplikasi itu pada 2017.

Di Kabupaten Blitar, total dana desa yang didapat mencapai Rp178 miliar, naik dibanding sebelumnya yang hanya Rp139 milliar. Setiap desa mendapatkan dana yang tidak sama, rata-rata sekitar Rp750 juta.

Pencairan anggaran tersebut dua tahap dalam satu tahun, yaitu tahap pertama 60 persen dan tahap kedua 40 persen. Anggaran itu dimanfaatkan untuk pembangunan infrastruktur desa dan pemberdayaan masyarakat.
   
Perlunya peran auditor
    Besarnya anggaran dana desa yang didapat oleh desa juga menjadi perhatian tersendiri. Peran auditor juga penting, sebagai salah satu upaya meminimalisir berbagai tindak penyelewengan. Terlebih lagi, dalam beberapa kasus ditemukan ada dugaan penyelewengan yang hingga melibatkan pejabat di daerah.

Ketua Humas IAI Malang Raya Ana Sopanah mengemukakan beragam potensi penyimpangan terjadi biasanya memanfaatkan proyek. Terkadang, untuk proyek itu sudah didanai memanfaatkan ADD, tapi tetap ada SPJ lagi memanfaatkan anggaran dana desa.

"Penyimpanganya biasanya proyek. Kadang sudah didanai dengan ADD, dia SPJ kan lagi dengan dana desa, satu proyek seolah-olah didanai dobel, itu banyak temuan, bahkan ada yang masuk penjara," ungkapnya.

Ia juga menyebut, proyek fiktif juga bisa menjadi peluang adanya penyelewengan anggaran. Proyek tidak ada, namun tetap dibuat SPJ. Selain itu, potensi penyelewengan lainnya adalah "salah kamar", misalnya dana desa tidak dibolehkan untuk program ini, nyatanya tetap dipakai.

"Dari berbagai kasus yang paling banyak adalah proyek fiktif," katanya.

Ana mengaku, sebagai ikantan akuntan profesional sangat prihatin jika hal tersebut sampai menimpa perangkat. Selain karena lemahnya pengawasan, dimungkinkan perangkat desa juga kurang memahami aturan, sehingga dalam merealisasikan anggaran hingga terjadi "salah kamar".

Pihaknya juga mengaku melakukan pendampingan pada perangkat desa terkait dengan pemanfaatan anggaran tersebut, dengan harapan bisa lebih meminimalisir tindak penyimpangan dana desa. Namun, ia mengaku tidak bisa selalu rutin.

Ana juga menambahkan, peran pendamping sebenarnya juga mengetahui beragam potensi tindak penyimpangan. Misalnya, tidak diperbolehkan proyek jalan sebelum anggaran turun, tapi perangkat tidak punya pilihan sebab cairnya Desember, sehingga disiasati bon ditaruh mundur.

Sementara itu, Kepala Bidang Pembangunan Desa Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Blitar Setiyono menambahkan untuk laporan keuangan, pemerintah kabupaten sudah menurunkan tim yang rutin melakukan monitoring dan evaluasi.

Tim melihat langsung administrasi serta pelaksanaan fisik di lapangan. Jika ada masalah, tim juga langsung membenahi, sehingga saat laporan tidak banyak revisi.

"Tim melihat administrasi dan pelaksanaan fisik di lapangan. SPJ (surat pertanggungjawaban) serta dokumen. Jika ada kesalahan dibenahi. Nanti dari tim pendamping juga membantu termasuk ada tim ahli," ujarnya.

Ia juga meminta perangkat desa tidak perlu takut dalam mengelola dana desa. Anggaran tersebut memang besar, sehingga ia meminta perangkat desa juga berhati-hati dalam mengelola keuangan mereka.

Salah satu yang dilakukan, saat menjalankan program sesuai dengan rencana yang sudah disusun dan sesuai jadwal, dengan harapan tidak ada masalah di kemudian hari.

Kejaksaan Negeri Blitar juga turut serta mengawasi pemanfaatan dana desa tersebut. Kejari mengadakan sosialisasi terkait dengan pengawalan dan pengawasn dana desa yang diikuti seluruh kepala desa, camat, serta OPD terkait.(*)

Pewarta: Asmaul Chusna

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017