Surabaya (Antara) - Pelajar SMPN 26 Surabaya, Yohanes Lukas Dony Anggoro dan Muhammad Nasiruddin menciptakan alat pendeteksi gempa hanya dengan memanfaatkan limbah daur ulang seharga Rp20ribu.
"Kami membuat alat ini karena masyarakat Indonesia terutama di desa mempunyai masalah finansial. Jadi kami berupaya alat detektor gempa ini bisa digunakan masyarakat desa," kata Yohanes di sela mengikuti Lomba Peneliti Belia (LPB) di Convention Hall Arief Rahman Hakim, Surabaya, Rabu (23/8).
Dia mengatakan, alat detektor miliknya juga bisa diciptakan dan dikembangkan lagi oleh masyarakat lantaran murahnya harga produksi juga mudahnya dalam perakitan.
Tak hanya itu, Yohanes mengaku membuat alat detektor gempa hanya membutuhkan waktu satu hari. Bahan yang dibutuhkannya meliputi baterai 9 volt, kabel, buzzer, lampu led, switch, ring, pemberat lingkaran, dan kabel sensor serta kaleng bening berbahan plastik.
"Untuk mengetahui ada gempa alat ini bisa berbunyi sesuai tingkat getaran. Kalau getaran semakin kuat, bunyi alarm semakin cepat," katanya.
Sementara itu, Nasiruddin mengungkapkan bahwa dia terinspirasi membuat alat detektor gempa ini dari Youtube. Namun, dari hasil percobannya mencontoh youtube, dia menemukan suatu masalah yakni pada detektor belum terdapat pengaturan sensitivitas getaran gempa.
"Jadi tingkat kepekaan getaran gempa tidak dapat diatur sesuai skala gempa yang dikehendaki," ungkapnya.
Dengan begitu, ia menjelaskan bahwa perlu menggunakan metode penelitian dan pengembangan melalui beberapa langkah.
Keduanya berharap ada pihak yang membantunya mengembangkan alat detektor agar lebih peka terhadap guncangan gempa yang berskala kecil.
Di sisi lain, Guru Pendamping Sri Sulaminingsih mengatakan pihaknya telah bekerja sama dengan wali murid dalam pembuatan alat detektor gempa tersebut. Pasalnya, anak-anak ini masih membutuhkan pendampingan karena terkait teori termasuk dalam penghitungannya.
"Semua ide dan pembuatan alat detektor gempa ini dari anak-anak. Kami bersama wali muridnya hanya melakukan pendampingan saja," katanya.
Sri menerangkan, dalam proses pembuatannya juga menemukan beberapa kendala. "Kendala waktu penghitungan tenaga pegas karena alat untuk mengukur belum standar. Jadi butuh pengulangan beberapa kali. Kurang lebih butuh waktu 3 minggu untuk finishingnya," ujarnya.
Sebanyak 686 pelajar SMP se-Surabaya dengan 343 hasil penelitian dengan berbagai tema seperti fisika dan lingkungan, diikutsertakan dalam Lomba Peneliti Belia (LPB) yang digelar Dinas Pendidikan (Dispendik) Kota Surabaya bekerja sama dengan Center for Young Scientist (CYS), sebuah organisasi internasional yang menaungi peneliti remaja, pada 22-23 Agustus 2017. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017