Jakarta, (Antara) - Wali Kota Malang Moch Anton mengaku tidak mengetahui terkait dua kasus tindak pidana korupsi yang menjerat Ketua DPRD Kota Malang Moch Arief Wicaksono (MAW), yang telah mundur dari jabatannya.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan Moch Arief Wicaksono sebagai tersangka tindak pidana korupsi pembahasan APBD-P Pemkot Malang Tahun Anggaran 2015 dan penganggaran kembali pembangunan Jembatan Kedungkandang.
Moch Anton seusai diperiksa sebagai saksi di gedung KPK, Jakarta, Senin mengatakan dirinya dikonfirmasi soal tindak pidana korupsi yang dilakukan Moch Arief Wicaksono tersebut.
"Konfirmasi apakah betul melakukan, ya saya bilang tidak tahu," ucap Anton.
Ia pun tidak mau memberikan komentar lebih lanjut terkait materi pemeriksaan dan berapa pertanyaan yang diajukan penyidik.
"Tanya ke KPK saja," kata Anton singkat.
Selain itu, saat ditanya soal apakah ada pertemuan Ketua DPRD Moch Arief Wicaksono dengan sejumlah pihak terkait kasus itu, ia tidak mengetahuinya. "Enggak tahu," ucap Anton.
Sebelumnya, KPK menetapkan Ketua DPRD Kota Malang Moch Arief Wicaksono (MAW) sebagai tersangka dalam dua kasus, yaitu terkait pembahasan APBD-P Pemkot Malang Tahun Anggaran 2015 dan penganggaran kembali pembangunan Jembatan Kedungkandang.
"Kasus pertama, MAW diduga menerima suap dari Kepala Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Pengawasan Bangunan (PUPPB) Jarot Edy Sulistyono (JES) terkait pembahasan APBD-P Pemkot Malang Tahun Anggaran 2015. Diduga MAW menerima uang sejumlah Rp700 juta," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat konferensi di gedung KPK, Jakarta, Jumat (11/8).
Sebagai penerima MAW disangkakan Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korups jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Sebagai pemberi, JES disangkakan pasal 5 ayat 1 huruf atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo 64 kuhp jo pasal 55 ayat-1 ke-1 KUHP.
Pasal itu yang mengatur mengenai memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.
Ancaman hukuman minimal 1 tahun penjara dan maksimal 5 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.
Sedangkan pada kasus kedua, MAW diduga menerima suap dari Komisaris PT ENK Hendarwan Maruszaman (HM) terkait penganggaran kembali proyem pembangunan Jembatan Kedungkandang dalam APBD Pemkot Malang Tahun Anggaran 2016 pada tahun 2015.
"Diduga MAW menerima Rp250 juta dari proyek sebesar Rp98 miliar yang dikerjakan secara 'multiyears' tahun 2016-2018," tutur Febri.
Sebagai penerima MAW disangkakan Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korups jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara sebagai pemberi HM disangkakan pasal 5 ayat 1 huruf atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo 64 kuhp jo pasal 55 ayat-1 ke-1 KUHP.
Terkait penyidikan kedua perkara tersebut, kata Febri, penyidik sejak Rabu (9/8) hingga Jumat (10/8) menggeledah sejumlah tempat di antaranya kantor Wali Kota, kantor PUPPB, rumah tersangka JES, rumah tersangka MAW, rumah dinas MAW, dan Kantor Penanaman Modal Kota Malang.
"Dilanjutkan pada Kamis (10/8), di dua lokasi antara lain kantor DPRD Malang, rumah Dinas Wali Kota dan rumah pribadi Wali Kota. Hari ini penyidik melanjutkan penggeledahan di kantor Bappeda dan Unit Layanan Pengadaan (ULP) Kota Malang," kata dia.
Febri mengatakan dari hasil penggeledahan itu, penyidik menyita dokumen serta barang elektronik di antaranya handphone sejumlah pejabat Pemkot, DPRD, dan pejabat pengadaan.
Kemudian uang dalam beberapa pecahan mata uang, yaitu Rp20 juta, 955 dolar Singapura, dan 911 ringgit Malaysia dari rumah dinas MAW.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017
Sebelumnya, KPK telah menetapkan Moch Arief Wicaksono sebagai tersangka tindak pidana korupsi pembahasan APBD-P Pemkot Malang Tahun Anggaran 2015 dan penganggaran kembali pembangunan Jembatan Kedungkandang.
Moch Anton seusai diperiksa sebagai saksi di gedung KPK, Jakarta, Senin mengatakan dirinya dikonfirmasi soal tindak pidana korupsi yang dilakukan Moch Arief Wicaksono tersebut.
"Konfirmasi apakah betul melakukan, ya saya bilang tidak tahu," ucap Anton.
Ia pun tidak mau memberikan komentar lebih lanjut terkait materi pemeriksaan dan berapa pertanyaan yang diajukan penyidik.
"Tanya ke KPK saja," kata Anton singkat.
Selain itu, saat ditanya soal apakah ada pertemuan Ketua DPRD Moch Arief Wicaksono dengan sejumlah pihak terkait kasus itu, ia tidak mengetahuinya. "Enggak tahu," ucap Anton.
Sebelumnya, KPK menetapkan Ketua DPRD Kota Malang Moch Arief Wicaksono (MAW) sebagai tersangka dalam dua kasus, yaitu terkait pembahasan APBD-P Pemkot Malang Tahun Anggaran 2015 dan penganggaran kembali pembangunan Jembatan Kedungkandang.
"Kasus pertama, MAW diduga menerima suap dari Kepala Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Pengawasan Bangunan (PUPPB) Jarot Edy Sulistyono (JES) terkait pembahasan APBD-P Pemkot Malang Tahun Anggaran 2015. Diduga MAW menerima uang sejumlah Rp700 juta," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat konferensi di gedung KPK, Jakarta, Jumat (11/8).
Sebagai penerima MAW disangkakan Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korups jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Sebagai pemberi, JES disangkakan pasal 5 ayat 1 huruf atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo 64 kuhp jo pasal 55 ayat-1 ke-1 KUHP.
Pasal itu yang mengatur mengenai memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.
Ancaman hukuman minimal 1 tahun penjara dan maksimal 5 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.
Sedangkan pada kasus kedua, MAW diduga menerima suap dari Komisaris PT ENK Hendarwan Maruszaman (HM) terkait penganggaran kembali proyem pembangunan Jembatan Kedungkandang dalam APBD Pemkot Malang Tahun Anggaran 2016 pada tahun 2015.
"Diduga MAW menerima Rp250 juta dari proyek sebesar Rp98 miliar yang dikerjakan secara 'multiyears' tahun 2016-2018," tutur Febri.
Sebagai penerima MAW disangkakan Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korups jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara sebagai pemberi HM disangkakan pasal 5 ayat 1 huruf atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo 64 kuhp jo pasal 55 ayat-1 ke-1 KUHP.
Terkait penyidikan kedua perkara tersebut, kata Febri, penyidik sejak Rabu (9/8) hingga Jumat (10/8) menggeledah sejumlah tempat di antaranya kantor Wali Kota, kantor PUPPB, rumah tersangka JES, rumah tersangka MAW, rumah dinas MAW, dan Kantor Penanaman Modal Kota Malang.
"Dilanjutkan pada Kamis (10/8), di dua lokasi antara lain kantor DPRD Malang, rumah Dinas Wali Kota dan rumah pribadi Wali Kota. Hari ini penyidik melanjutkan penggeledahan di kantor Bappeda dan Unit Layanan Pengadaan (ULP) Kota Malang," kata dia.
Febri mengatakan dari hasil penggeledahan itu, penyidik menyita dokumen serta barang elektronik di antaranya handphone sejumlah pejabat Pemkot, DPRD, dan pejabat pengadaan.
Kemudian uang dalam beberapa pecahan mata uang, yaitu Rp20 juta, 955 dolar Singapura, dan 911 ringgit Malaysia dari rumah dinas MAW.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017