Tulungagung (Antara Jatim) - Dinas Kesehatan Kabupaten Tulungagung akhirnya mengungkapkan penyebab
keracunan massal yang dialami belasan pelanggan bakso-mi ayam di simpang
empat Cuiri, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur pada 27-28 Juni.
"Hasil pemeriksaan laboratorium atas beberapa sampel yang diambil mengindikasikan kemungkinan bakteri muncul saat pengelolaan proses penyajian. Kalau hasil pengujian sampel makanan maupun bahan tambahan pangan negatif," kata Mastur memberi keterangan di Puskesmas Kauman, Rabu.
Sebelum menggelar jumpa pers, Mastur sempat merapatkan hasil uji laboratorium sampel makanan maupun tambahan pangan dengan jajaran Kapolsek maupun Danramil Kauman.
Mastur mengatakan, dari tujuh sampel makanan yang diambil, satu di antara positif mengandung bakteri "e-coli" pada makanan mi ayam.
"Hanya e-coli, bakteri lain seperti salmonela, kolera tidak ditemukan. Sedangkan dari uji kimia, tidak ditemukan bahan kimia, seperti borak dan lain-lainnya," ungkap Mastur.
Ada beberapa sampel yang diambil, namun hasil penyelidikan kesehatan dan uji laboratorium tidak menunjukkan hasil seragam.
Mastur mencontohkan sampel dari tujuh pasien yang sempat diambil, ada yang berupa feses dan sebagian lain berupa usapan dari dubur pasien.
"Hasilnya satu orang positif salmonela dan enam orang positif terserang bakteri `streptococcus`. Dengan demikian kandungan bakteri dari makanan dan bakteri yang menyerang pasien, tidak sama," ucapnya.
Mastur mengakui ada kelehaman soal pengambilan sampel makanan. Pasalnya, sampel yang diambil hampir semuanya merupakan sajian makanan sehari setelah kejadian.
"Pasien makan mi ayam dan bakso pada 27 Juni, sore hari mulai keracunan. Tapi kasusnya baru dilaporkan keesokan harinya pada 28 Juni. Jadi kami tidak bisa mendapatkan sisa makanan pada saat kejadian," tutur Mastur.
Dijelaskan, sampel makanan yang diambil berasal dari tempat penyimpanan stok makanan di warung tersebut. Padahal, lanjut Mastur, bakteri streptococcus sebenarnya mikroba yang ada di setiap manusia.
"Namun dalam akumulasi tertentu, bakteri ini bisa menghasilkan racun. Racun inilah yang memicu mual, pusing dan diare," ungkapnya.
Dengan mengacu hasil uji laboratorium tersebut, pihak dinas kesehatan menyimpulkan tidak ada kesalahan dalam proses pengolahan bakso-mi ayam itu.
"Dugaan kami bakteri masuk saat penyajian yang memicu keracunan," imbuhnya.
Namun, apakah hal itu kesalahan dari pihak pedagang, Mastur tidak berani menyimpulkan. Menurutnya, bakteri bisa datang dari banyak faktor, termasuk dari konsumen itu sendiri.
"Kami tidak berani menyimpulkan dari mana datangnya, yang pasti dugaan kami bakteri masuk saat proses penyajian, bukan pengolahan makanan," ujarnya.
Kapolsek Kauman AKP Nahuri mengatakan kasus keracunan masal tersebut tidak dikembangkan ke ranah penyidikan karena para korban menyadari kejadian tersebut sebagai musibah.
"Seluruh pasien sudah pulih dan pihak pengusaha juga sudah bertanggung jawab dengan menanggung seluruh biaya pengobatan mereka," kata Nahuri.
Sejak insiden keracunan masal yang menimpa belasan konsumennya pada akhir Juni itu, warung "Bakso-Mi Ayam Solo Cuiri" tak pernah buka usaha lagi hingga sekarang.
Pihak dinkes berjanji untuk melakukan pembinaan terhadap pedagang bakso-mi ayam cuiri tersebut, terutama menyangkut kesehatan penganan dan pengolahan yang higienis bagi konsumen.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017
"Hasil pemeriksaan laboratorium atas beberapa sampel yang diambil mengindikasikan kemungkinan bakteri muncul saat pengelolaan proses penyajian. Kalau hasil pengujian sampel makanan maupun bahan tambahan pangan negatif," kata Mastur memberi keterangan di Puskesmas Kauman, Rabu.
Sebelum menggelar jumpa pers, Mastur sempat merapatkan hasil uji laboratorium sampel makanan maupun tambahan pangan dengan jajaran Kapolsek maupun Danramil Kauman.
Mastur mengatakan, dari tujuh sampel makanan yang diambil, satu di antara positif mengandung bakteri "e-coli" pada makanan mi ayam.
"Hanya e-coli, bakteri lain seperti salmonela, kolera tidak ditemukan. Sedangkan dari uji kimia, tidak ditemukan bahan kimia, seperti borak dan lain-lainnya," ungkap Mastur.
Ada beberapa sampel yang diambil, namun hasil penyelidikan kesehatan dan uji laboratorium tidak menunjukkan hasil seragam.
Mastur mencontohkan sampel dari tujuh pasien yang sempat diambil, ada yang berupa feses dan sebagian lain berupa usapan dari dubur pasien.
"Hasilnya satu orang positif salmonela dan enam orang positif terserang bakteri `streptococcus`. Dengan demikian kandungan bakteri dari makanan dan bakteri yang menyerang pasien, tidak sama," ucapnya.
Mastur mengakui ada kelehaman soal pengambilan sampel makanan. Pasalnya, sampel yang diambil hampir semuanya merupakan sajian makanan sehari setelah kejadian.
"Pasien makan mi ayam dan bakso pada 27 Juni, sore hari mulai keracunan. Tapi kasusnya baru dilaporkan keesokan harinya pada 28 Juni. Jadi kami tidak bisa mendapatkan sisa makanan pada saat kejadian," tutur Mastur.
Dijelaskan, sampel makanan yang diambil berasal dari tempat penyimpanan stok makanan di warung tersebut. Padahal, lanjut Mastur, bakteri streptococcus sebenarnya mikroba yang ada di setiap manusia.
"Namun dalam akumulasi tertentu, bakteri ini bisa menghasilkan racun. Racun inilah yang memicu mual, pusing dan diare," ungkapnya.
Dengan mengacu hasil uji laboratorium tersebut, pihak dinas kesehatan menyimpulkan tidak ada kesalahan dalam proses pengolahan bakso-mi ayam itu.
"Dugaan kami bakteri masuk saat penyajian yang memicu keracunan," imbuhnya.
Namun, apakah hal itu kesalahan dari pihak pedagang, Mastur tidak berani menyimpulkan. Menurutnya, bakteri bisa datang dari banyak faktor, termasuk dari konsumen itu sendiri.
"Kami tidak berani menyimpulkan dari mana datangnya, yang pasti dugaan kami bakteri masuk saat proses penyajian, bukan pengolahan makanan," ujarnya.
Kapolsek Kauman AKP Nahuri mengatakan kasus keracunan masal tersebut tidak dikembangkan ke ranah penyidikan karena para korban menyadari kejadian tersebut sebagai musibah.
"Seluruh pasien sudah pulih dan pihak pengusaha juga sudah bertanggung jawab dengan menanggung seluruh biaya pengobatan mereka," kata Nahuri.
Sejak insiden keracunan masal yang menimpa belasan konsumennya pada akhir Juni itu, warung "Bakso-Mi Ayam Solo Cuiri" tak pernah buka usaha lagi hingga sekarang.
Pihak dinkes berjanji untuk melakukan pembinaan terhadap pedagang bakso-mi ayam cuiri tersebut, terutama menyangkut kesehatan penganan dan pengolahan yang higienis bagi konsumen.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017