Jakarta, (Antara) - Mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri Irman divonis 7 tahun penjara dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Kemendagri Sugiharto divonis 5 tahun penjara dalam perkara kasus dugaan tindak pidana korupsi KTP-E.

"Mengadili, menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa 1 Irman selama 7 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta dengan ketentuan bila tidak dibayar diganti pidana kurungan selama 6 bulan,".

Sementara kepada terdakwa II Sugiharto selama 5 tahun penjara ditambah denda Rp400 juta dengan ketentuan bila tidak dibayar diganti pidana kurungan selama 1 bulan, kata Ketua Majelis hakim Jhon Halasan Butarbutar di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.

Selain vonis penjara, keduanya juga diminta untuk membayar uang pengganti sebesar uang yang keduanya nikmati dari proyek KTP-E tersebut.

"Menjatuhkan pidana tambahan pembayaran uang pengganti kepada terdakwa I Irman 500 ribu dolar AS dikurangi 300 ribu dolar AS dan Rp50 juta selambat-lambatnya 1 bulan setelah putusan berkeuatan hukum tetap, jika dalam waktu tersebut tidak dibayar maka harta benda terdakwa disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti, dalam hal terdakwa tidak punya harta yang cukup untuk membayar uang pengganti, terdakwa dipidana pencara selama 2 tahun," tambah Jhon.

"Menjatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti terhadap terdakwa II Sugiharto sebesar 50 ribu dolar AS dikurangi pengembalian 30 ribu dolar AS dan kendaraan roda empat yaitu 1 unit Honda Jazz senilai Rp150 juta selambat-lambatnya 1 bulan sejak putusan berkeuatan hukum tetap, jika dalam waktu tersebut tidak dibayar, maka harta benda terdakwa disita jaksa dan dilelang menutupi uang pengganti dalam hal terpidana tidak punya harta yang cukup untuk membayar uang pengganti maka akan dipidana penjara selama 1 tahun," ungkap Jhon.

Vonis itu sama dengan tuntutan JPU KPK yang meminta agar Irman dituntut 7 tahun dan pidana densa sejumlah Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan ditambah kewajiban membayar uang pengganti sejumlah 273.700 dolar AS dan Rp2,248 miliar serta 6.000 dolar Singapura subsider 2 tahun penjara.

Sedangkan terdakwa II Sugiharto dituntut 5 tahun penjara ditambah denda sebesar Rp400 juta subsider 6 bulan serta kewajiban membayar uang pengganti senilai Rp500 juta subsider 1 tahun penjara.

Keduanya dinilai terbukti bersalah berdasarkan dakwaan kedua dari pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Majelis hakim yang terdiri dari Jhon Halasan Butarbutar, Frangki Tumbuwun, Emilia, Anwar dan Ansyori Saifudin itu juga mengambulkan permintaan Irman dan Sugiharto untuk menjadi pelaku pidana yang bekerja sama dengan penegak hukum (justice collaborator atau JC).

Status JC itu sesuai dengan surat keputusan pimpinan KPK No. KEP.670/01-55/06/2017 tanggal 9 Juni 2017 tentang Penetapan Saksi Pelaku yang bekerja sama (Justice Collaborator) dalam Tindak Pidana Korupsi atas nama terdakwa Irman dan Keputusan pimpunan KPK No. KEP678/01-55/06/2017 tanggal 12 Juni 2017 tentang Penetapan saksi pelaku yang bekerja sama (justice collaborator) atas nama Sugiharto.

"Menimbang seseorang dapat diklasifikasikan sebagai saksi pelaku bekerja sama berdaarkan Surat Edaran Mahkamah Agung No. 4/2011 mengenai 'whistleblower' dan 'justice collaborator' dengan pedoman, pelaku telah berterus terang mengakui kejahatan dan mengungkap pelaku-pelaku lain sehingga beralasan bagi pelaku menjadi JC, sehingga harus dihargai dan menjadi pertimbangan majelis menjatuhkan pidana terhadap terdakwa," tambah hakim Ansyori.

Atas putusan itu, baik Irman dan Sugiharto maupun JPU KPK menyatakan pikir-pikir.(*)

Pewarta: Desca Lidya Natalia

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017