Surabaya (Antara Jatim) - DPC Partai Demokrat Kota Surabaya mempertanyakan adanya usulan penurunan tarif pajak hiburan dalam pembahasan Raperda Pajak Daerah yang saat ini dibahas di Komisi A DPRD Surabaya.
     
Ketua Fraksi Demokrat DPRD Surabaya Junaedi, di Surabaya, Senin, mengatakan pihaknya mengaku kaget melihat draft Raperda Pajak Daerah yang mengusulkan penurunan pajak hiburan disaat pemerintah daerah harus meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD).

"Kami kan menginginkan pembiayaan pembangunan bisa diperoleh dari pajak dan retribusi. Nah penurunan pajak hiburan menjadi sangat aneh di tengah  keinginan peningkatan PAD, karena sektor pajak yang lain justru naik," katanya.

Jubnaedi mengatakan dalam draft Raperda Perubahan Perda Pajak Daerah memuat rencana penurunan nilai pajak di beberapa sektor, yakni untuk kontes kecantikan dari nilai awal 35 persen menjadi hanya 10 persen.  

Demikian juga dengan pajak untuk diskotik, karaoke dewasa, panti pijat, klub malam dan sejenisnya, dari nilai awal 50 persen, akan diturunkan menjadi 20 persen.     

"Ini saya tidak sepakat. Karena ada beberapa penurunan objek pajak di beberapa sektor yang akan dilakukan oleh pemkot Surabaya melalui draft raperda yang saat ini sedang dibahas oleh Pansus, ini harus dikaji ulang, karena ini merupakan PAD, dan pajak itu sifatnya mengikat," ujarnya. 

Junaedi juga mengingatkan saat ini Pemkot Surabaya sudah kehilangan Rp12 miliar potensi pajak dari sektor Izin Gangguan (HO) yang wajib dihapus sesuai dengan ketentuan Permendagri.

"Kita sudah kehilangan Rp12 miliar potensi pajak dari Retribusi  Izin HO, mangapa harus ditambah lagi. Ini kan aneh," katanya.

Ditanya soal ada indikasi apa dari upaya penurunan pajak di beberapa sektor tersebut, Junaedi tidak bersedia menjawab, tetapi hanya mengaku akan menanyakan langsung kepada tim pansus di Komisi A DPRD Surabaya.

"Soal indikasi, saya tidak kesana, saya berusaha untuk berfikir positif, karena hal ini baru terjadi saat dibahas di Komisi A, saya juga belum tau, ini inisiatif siapa, pemkot atau pansus, padahal di sektor lain ada peningkatan, salah satunya di sektor parkir," katanya.

Wakil ketua komisi D DPRD Surabaya ini berpendapat, sebaiknya pembahasan Raperda Pajak Daerah kembali melakukan kajian ulang, kalau memang tidak bisa menaikkan, paling tidak yang disamakan.

"Jangan malah diturunkan, ini janggal dan bukan tidak mungkin akan menuai masalah baru," ujarnya.

Tidak hanya itu, politisi partai Demokrat yang saat ini menduduki posisi sebagai ketua Fraksi di DPRD Surabaya ini akan segera memanggil sekaligus meminta penjelasan dari Herlina Harsono Njoto Ketua Pansus yang juga Ketua Komisi A, yang kebetulan berstatus sebagai anggota Fraksi Demokrat.

"Sebagai ketua Fraksi, saya akan meminta kehadiran Bu Herlina Harsono Njoto di ruang fraksi untuk kami mintai penjelasan, karena posisinya sebagai ketua Pansus sekaligus ketua komisi A, dan data ini memang saya dapat dari beliau dan beliau anggota fraksi kami," katanya.

Hanya saja hingga saat ini Herlina Harsono Njoto belum dikonfirmasi wartawan di Surabaya melalui ponselnya.

Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kota Surabaya Yusron Sumartono sebelumnya mengatakan bahwa angka yang muncul dalam draf revisi Raperda Pajak Daerah itu bukan berasal dari pihaknya, melainkan muncul dalam draf Perda Pajak Dalam Jaringan (daring). 

Yusron mengaku tidak tahu dasar perhitungan penurunan pajak tersebut. Apalagi, target utama dari pembahasan perubahan perda sebenarnya adalah meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Ia hanya menegaskan bahwa hal itu merupakan inisiasi DPRD Surabaya. (*)

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017