Tulungagung (Antara Jatim) - Badan Pengawas Obat dan Makanan Cabang Surabaya belum menetapkan tersangka dalam kasus temuan produk pangan dan tambahan pangan ilegal di salah satu toko bahan baku roti di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, Rabu (24/5).
"Kami masih akan selidiki dulu, termasuk dengan memeriksa barang bukti yang ada sementara," kata Kepala Seksi Penyidikan BPOM Surabaya Siti Amanah kepada Antara di Tulungagung, Kamis.
Jika dalam proses penyelidikan dan pemeriksaan saksi mengarah ke pelanggaran Undang-undang Pangan, lanjut dia, pemilik toko Sari Aroma yang kedapatan menyimpan, memproduksi dan memperjualkan produk pangan/tambahan pangan ilegal bisa ditetapkan sebagai tersangka.
Namun untuk melangkah pada tahap itu Siti Amanah menyatakan masih memperdalam temuan awal melalui ribuan barang bukti yan disita, yakni 4.068 bungkus produk bahan pangan tanpa izin edar dan kemasan label sekitar 6.000 lebih.
"Ada beberapa merek dagang dan nomor registrasi produksi untuk produk pangan/tambahan pangan yang masih kami telusuri, apakah itu terdaftar di BPOM atau tidak. Jika iya, milik siapa karena yang bersangkutan tidak memiliki dokumen pendukung kecuali izin PIRT (pangan industri rumah tangga) yang sudah tidak berlaku lagi," ujarnya.
Siti Amanah mengatakan, seluruh barang bukti saat ini masih diamankan di garasi toko Sari Aroma, dan baru akan dibawa ke BPOM Surabaya Jumat (26/5) untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
"Besok saja penjelasan detilnya disampaikan," katanya saat dikonfirmasi melalui media jejaring sosial whatsapp.
Menurut penjelasan pihak BPOM, pemilik toko yang kedapatan memproduksi dan menjual produk pangan ilegal bisa dijerat dengan Undang-undang Pangan Nomor 18/2012 pasal 142 dengan ancaman hukuman maksimal dua tahun atau denda Rp4 miliar.
Terkait temuan produk pangan ilegal dan proses hukum yang mengancamnya itu, pemilik toko Sari Aroma Agung Susilo berharap BPOM maupun dinkes mengedepankan pembinaan terhadap dirinya untuk mengurus legalitas produk maupun aturan kemasan ulang yang dipersoalkan karena dianggap melanggar UU Pangan nomor 18/2012 tersebut.
"Selama ini saya belum ada pembinaan, atau mungkin saya yang kelewatan," katanya. Agung berjanji siap untuk hadir memenuhi panggilan dinkes maupun BPOM guna mengurus semua ketentuan yang berlaku.
Ia mengaku selama ini sebenarnya sudah memiliki izin PIRT sebagai syarat labelisasi produk-produk pangan/tambahan pangan yang ia jual.
"PIRT ada, cuma saya tidak tahu juga bahwa ternyata izin PIRT ini sudah habis dan ada jangka waktunya," katanya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017
"Kami masih akan selidiki dulu, termasuk dengan memeriksa barang bukti yang ada sementara," kata Kepala Seksi Penyidikan BPOM Surabaya Siti Amanah kepada Antara di Tulungagung, Kamis.
Jika dalam proses penyelidikan dan pemeriksaan saksi mengarah ke pelanggaran Undang-undang Pangan, lanjut dia, pemilik toko Sari Aroma yang kedapatan menyimpan, memproduksi dan memperjualkan produk pangan/tambahan pangan ilegal bisa ditetapkan sebagai tersangka.
Namun untuk melangkah pada tahap itu Siti Amanah menyatakan masih memperdalam temuan awal melalui ribuan barang bukti yan disita, yakni 4.068 bungkus produk bahan pangan tanpa izin edar dan kemasan label sekitar 6.000 lebih.
"Ada beberapa merek dagang dan nomor registrasi produksi untuk produk pangan/tambahan pangan yang masih kami telusuri, apakah itu terdaftar di BPOM atau tidak. Jika iya, milik siapa karena yang bersangkutan tidak memiliki dokumen pendukung kecuali izin PIRT (pangan industri rumah tangga) yang sudah tidak berlaku lagi," ujarnya.
Siti Amanah mengatakan, seluruh barang bukti saat ini masih diamankan di garasi toko Sari Aroma, dan baru akan dibawa ke BPOM Surabaya Jumat (26/5) untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
"Besok saja penjelasan detilnya disampaikan," katanya saat dikonfirmasi melalui media jejaring sosial whatsapp.
Menurut penjelasan pihak BPOM, pemilik toko yang kedapatan memproduksi dan menjual produk pangan ilegal bisa dijerat dengan Undang-undang Pangan Nomor 18/2012 pasal 142 dengan ancaman hukuman maksimal dua tahun atau denda Rp4 miliar.
Terkait temuan produk pangan ilegal dan proses hukum yang mengancamnya itu, pemilik toko Sari Aroma Agung Susilo berharap BPOM maupun dinkes mengedepankan pembinaan terhadap dirinya untuk mengurus legalitas produk maupun aturan kemasan ulang yang dipersoalkan karena dianggap melanggar UU Pangan nomor 18/2012 tersebut.
"Selama ini saya belum ada pembinaan, atau mungkin saya yang kelewatan," katanya. Agung berjanji siap untuk hadir memenuhi panggilan dinkes maupun BPOM guna mengurus semua ketentuan yang berlaku.
Ia mengaku selama ini sebenarnya sudah memiliki izin PIRT sebagai syarat labelisasi produk-produk pangan/tambahan pangan yang ia jual.
"PIRT ada, cuma saya tidak tahu juga bahwa ternyata izin PIRT ini sudah habis dan ada jangka waktunya," katanya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017