Situbondo (Antara Jatim) - Rasiyati (40), seorang ibu di Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, harus tabah menerima kenyataan anak pertamanya lahir dengan kelainan, yaitu mengidap hidrosefalus atau memiliki kelainan cairan yang berlebih di dalam tengkorak kepala.

Meskipun demikian, Rasiyati, asal Desa Kilensari, Kecamatan Panarukan, ini terlihat tetap bersemangat merawat putrinya bernama Andini yang kini sudah hampir menginjak umur 10 tahun dengan penyakit kepala membesar.

Andini yang lahir 24 Juni 2007 ini, setiap harinya hanya bisa terbaring di atas kasur. Karena beban kepala yang berisi cairan itu kian tahun terus menumpuk dan kepala membesar sehingga bocah malang tersebut tak mampu untuk duduk dan bermain seperti anak-anak seusianya.

Bila dibandingkan dengan anak-anak seusianya, Andini semestinya telah bisa duduk, berdiri, bermain dan bahkan berlari-lari riang bersama teman-teman seusianya. Tetapi takdir berkata lain. Ia tak bisa melakukan aktivitas seperti anak-anak pada umumnya dan hanya bisa terbaring lemah di kasur. Di kasur itu ia sesekali tersenyum dan sesekali juga menangis.

Andini yang lahir dari keluarga kurang mampu ini, memaksa ibu kandungnya (Rasiyati) sekaligus sebagai tulang punggung keluarga bekerja di Denpasar, Bali. Bukan tanpa alasan ibu kandung Andini bekerja jauh dari sang buah hatinya. Sementara ayah Andini, setelah bercerai dengan Rasiyati hingga kini tidak ada kabar beritanya.

Rasiyati memutuskan bekerja serabutan di Bali, setelah pada 2010 atau saat umur Andini berusia dua tahun dibawa ke Rumah Sakit Umum dr Soetomo, Surabaya. Dan pihak rumah sakit menyatakan tidak bisa mengambil tindakan medis (operasi) karena beresiko tinggi.

"Ketika itu kami mendapatkan perhatian dari Pemerintah Kabupaten Situbondo, sehingga Andini dibawa ke RSU dr Soetomo Surabaya. Dan di sana menjalani penanganan medis selama enam hari (satu minggu). Namun setelah itu pihak rumah sakit menyampaikan tidak berani melakukan tindakan operasi karena tengkorak kepalanya sudah mengeras," kata Rasiyati.

Sejak pernyataan pihak rumah sakit tidak bisa melakukan tindakan medis itulah, Rasiyati mulai putus asa dan tidak memiliki harapan. Ia kemudian membawa Andini kembali pulang ke rumahnya.

Karena Andini tidak bisa mengonsumsi makanan kasar seperti nasi, Rasiyati harus mengeluarkan anggaran khusus membeli susu dan sesekali bubur agar putrinya tetap bertahan hidup.

Melihat kondisi ekonomi yang berasal dari keluarga kurang mampu, tidak sedikit pula masyarakat ataupun lembaga dan bahkan komunitas anak muda yang turut membantu bocah penderita hidrosefalus tersebut, guna mengurangi beban ibunya.

"Saya bekerja di Bali sebenarnya tidak tega meninggalkan Andini, tapi mau bagaimana lagi kalau ini sudah menjadi tuntutan agar Andini tetap bertahan hidup, meskipun dengan keterbatasan," tuturnya.

Saat Rasiyati berangkat bekerja di Bali, Andini hanya tinggal bersama Sukarsia (60), nenek Andini. Setiap hari Sukarsia merawat cucunya, mulai memberi susu dan juga mandi.

"Kalau ibunya sudah berangkat kerja ke Bali, ya saya yang merawat Andini. Mau bagaimana lagi, saya harus merawat cucu saya kendati umur saya sudah tua. Kalau ibunya yang merawat atau tidak bekerja, siapa yang akan membelikan susu Andini," kata nenek Sukarsia.

Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Pemerintah Kabupaten Situbondo Abu Bakar Abdi mengatakan bahwa pemerintah daerah sudah memberikan perhatian dengan merekomendasikan berobat ke Surabaya.

Namun, pihak rumah sakit menyampaikan jika Andini tidak dapat dilakukan tindakan medis karena pada umur dua tahun ketika itu sudah tidak bisa dioperasi, sebab tulang tengkorak mulai mengeras.

Secara medis, hidrosefalus merupakan suatu kelainan yang disebabkan oleh gangguan pada saat perkembangan kandungan atau di dalam rahim ibu.

"Kepala penderita hidrosefalus dapat terus membesar dari akumulasi cairan otak di dalam kepala yang terus bertambah sehingga menimbulkan ketidakseimbangan antara produksi dengan pembuangan cairan otak tersebut," katanya.

Sebagian besar kasus hidrosefalus pada bayi yang dilakukan tindakan sedini mungkin atau berumur satu bulan, katanya, berupa pengalihan cairan otak yang menumpuk di dalam kepala ke dalam perut dengan memasang sebuah selang.

Oleh karena itu, ia mengimbau kepada masyarakat yang memiliki teman maupun keluarga sendiri jika mengetahui bayi terlahir dengan "kepala besar" atau hidrosefalus dapat segera memberikan informasi dan membawa bayinya ke rumah sakit sehingga dapat ditangani sejak dini.

"Dinas Kesehatan Pemkab Situbondo sudah bekerja sama dengan salah satu rumah sakit di Jawa tengah. Oleh karena itu apabila ada bayi yang terindikasi hidrosefalus segera memberi tahu kami, dan pemerintah daerah pasti membantunya," ucapnya.

Karena dinyatakan terlambat dan tidak dapat dilakukan tindakan medis oleh dokter, kini bocah penderita hidrosefalus itu harus menerima kenyataan terus berbaring di atas tempat tidur.

Entah sampai kapan Andini dapat bertahan. Karena seiring bertambahnya usia, cairan otak yang menumpuk di dalam tengkorak kepalanya akan terus bertambah dan semakin membesar. (*)
Video oleh: Novi Husdinariyanto 
 

Pewarta: Novi Husdinariyanto

Editor : Masuki M. Astro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017