Malang, (Antara) - Kementerian Perindustrian (Kemenperin)  menargetkan angka serapan susu segar dari produksi domestik atau dalam negeri untuk bahan baku susu olahan sebesar 41 persen pada tahun 2021.  

"Pemenuhan kebutuhan susu segar dari pasokan domestik pada beberapa tahun lalu cukup besar, namun beberapa tahun terakhir terus menurun. Kita pernah mencapai 40 persen pada 2001 dan kita akan tingkatkan lagi hingga mencapai 41 persen dari kebutuhan pada 2021," kata Menteri Perindustrian (Menperin) Erlangga Hartarto di sela peresmian pabrik susu kedua Greenfields di Kecamatan Ngajum, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Kamis.

Ia mengakui kondisi peternakan sapi perah di Tanah Air cukup memprihatinkan, sebab saat ini populasi sapi laktasi sekitar 267 ribu ekor dari 533 ribu ekor sapi perah dengan produktivitas relatih rendah, yakni hanya 8 sampai 12 liter per ekor per hari.

Bahkan, lanjutnya, produksi susu segar cenderung terus turun dan hanya mencapai 852 ribu ton pada 2016 dengan kualitas yang masih sangat rendah. Kebutuhan susu segar di Indonesia rata-rata mencapai 3,5 juta liter per tahun dan produksi dalam negeri (domestik) hanya sekitar 850 ribu ton per tahun atau hanya sekitar 23 persen.

Karena kondisi itu, lanjutnya, mau tidak mau harus impor dari sejumlah negara penghasil seperti Selandia Baru, Amerika, Australia dan beberapa negara Eropa. Untuk memenuhi kebutuhan itu, Indonesia harus impor susu sekitar 2,8 juta liter per tahun dalam bentuk skim milk powder, anhydrous milk fat, dan butter milk powder.

Oleh karena itu, lanjutnya, untuk memenuhi kebutuhan bahan baku susu olahan sekaligus meminimalisasi impor susu tersebut harus ada jalinan kemitraan, dimana petani peternak kecil harus dibina dan didampingi oleh industri pengolahan susu. Setiap pabrik pengolahan susu paling tidak memiliki "anak angkat" 3-5 peternak kecil dan koperasi.

Ia mencontohkan, Greenfields ke depan harus mendirikan sebuah institute yang bisa mewadahi para peternak untuk berguru. institut itu nanti memberikan pendampingan pelatihan bagi peternak dan hasil produksinya diserap oleh industri atau pabrik susu bersangkutan.

"Saat ini kami juga sedang menggodok prototype untuk kebijakan 'wajib serap' susu oleh industri pengolahan susu (IPS). Mudah-mudahan tahun ini sudah bisa direalisasikan agar mampu mengangkat perekonomian peternak," katanya.

Untuk bisa menikmati hasil bersih setara upah minimum kota/kabupaten rata-rata sekitar Rp2,5 juta per bulan, peternak memang harus bisa menghasilkan paling tidak 5.500-6.000 liter per bulan dari 10 ekor sapi perah yang dimilikinya. "Kalau kurang dari 10 ekor, ya belum memungkinkan. Peternak kita sekarang ini rata-rata kan hanya memiliki 3-5 ekor saja. Ini yang harusnya didampingi oleh industri susu,' urainya.

Dari segi off-farm terdapat 58 industri pengolahan susu yang beroperasi di Indonesia, namun hanya 8 perusahaan yang bermitra dengan peternak dan menyerap susu segar dalam negeri.

Sementara itu, Managing Director of AustAsia Dairy Group yang juga inisiator berdirinya PT Greenfields Indonesia di Kabupaten Malang Edgar Dowse Collins mengatakan dengan dibukanya pabrik pengolahan susu segar yang baru, Greenfields Indonesia akan menambah kapasitas produksinya sehingga mampu menyerap susu segar dari 20.000 ekor sapi perah atau lebih dari dua kali lipat jumlah produksi saat ini.

Ia mengatakan penambahan pabrik pengolahan susu segar yang baru diharapkan bisa memperkuat Greenfields Indonesia sebagai merek susu segar nomer satu di Indonesia. "Kami sudah memproduksi susu segar dan produk olahan susu segar sejak tahun 2000 untuk memenuhi kebutuhan gizi seimbang di Indonesia sekaligus berkontribusi terhadap produksi susu segar nasional," ujarnya. (*)
Video oleh: Endang Sukarelawati

Pewarta: Endang Sukarelawati

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017