Surabaya (Antara Jatim) - Ketua Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (Himki) Jawa Timur Nur Cahyudi mengatakan aturan atau sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) dari Kementerian Perdangan menghambat industri mebel di wilayah setempat, sehingga industri mebel di Indonesia, khususnya Jatim terus tertekan.
"Secara umum, gairah industri mebel dunia cukup menggairahkan seperti di negara Vietnam maupun Malaysia yang mengalami pertumbuhan cukup signifikan," kata Cahyudi di Surabaya, Senin.
Namun demikian, berbeda dengan kondisi di Indonesia yang terus mengalami penurunan hingga 16 persen, dan pada tahun 2016 menurun sampai 16 persen atau sekitar 1,6 miliar dolar AS, dari tahun sebelumnya yang mencapai 1,9 miliar dolar AS.
"Kalau seperti ini, saya pesimistis target pemerintah 5 miliar dolar AS pada 2019 sulit tercapai, sebab kami tertekan dengan regulasi yang dikeluarkan dengan aturan yang awalnya 10 digit menjadi 8 digit dan sebagainya," katanya.
Ia menjelaskan, regulasi pemerintah seperti prosedur SLVK sangat rumit karena banyak mensyaratkan dukumen yang tidak ada kaitanya dengan legalitas kayu, akibatnya membebani pengusaha karena biayanya yang cukup mahal.
"Adanya audit dari pemerintah yang dulunya dua tahun sekali sekarang tiga bulan sekali menjadi tambah rumit dan banyak," katanya.
Oleh karena itu, Cahyudi meminta agar pemerintah meninjau kembali, karena negara sudah memiliki sistem yang bagus tanpa perlu melacak asal produk, sampai sumbernya di hutan.
"Negara pesaing seperti Malaysia, Vietnam dan China tidak memberlakukan regulasi sejenis SVLK di negaranya, dan sangat sistematis serta akuntable," katanya.
Menurutnya, penerapan SVLK tetap diperuntukan untuk industri hulu saja, karena memang seharusnya pengecekan kayu dilakukan sebelum kayu di tebang, atau eksportir cukup menggunakan "Declaration Export" (DE) sebagaimana yang di berlakukan beberapa waktu yang lalu.
"Jatim memberikan kontribusi sampai 60 persen dalam industri mebel di Indonesia. Jadi kami di Jatim sangat berharap pemerintah mempermudah regulasi industri ini," katanya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017