Surabaya (Antara Jatim) - Sejumlah warga eks- nelayan di Kampung Kalianak, lingkungan RW 8, Kelurahan Morokrembangan, Kecamatan Krembangan, Surabaya, masih mempertahankan usaha ikan asap, meski ikan-ikannya tak lagi dari hasil tangkapan sendiri, melainkan harus kulak arau membeli dari Pasar Ikan Pabean.
Usaha ikan asap di kampung yang dikenal dengan sebutan Kalianak Morokrembangan itu telah berkembang sejak tangkapan ikan di kawasan laut sekitarnya berlimpah, puluhan tahun silam.
"Dulu kita mengasap ikan dari sebagian hasil tangkapan sendiri," kenang Bainem, salah satu warga setempat yang hingga kini bertahan menggeluti usaha ikan asap, saat ditemui di Surabaya, Sabtu.
Seiring perkembangan waktu, kawasan pesisir laut Kalianak direklamasi. Pabrik-pabrik pun berdiri, sehingfa berdampak terhadap ekosistem laut, dan membuat hasil tangkapan nelayan tak lagi berlimpah.
Mayoritas nelayan di kampung itu banting setir beralih ke profesi pekerjaan lain sejak sekitar sepuluh tahun terakhir.
Namun usaha pengasapan ikan di kampung itu tetap bertahan, meski kini yang diasap tak lagi ikan-ikan hasil tangkapan sendiri, melainkan dari Pasar Ikan Pabean Surabaya.
"Ikan yang dijual di Pasar Pabean itu bukan dari nelayan Surabaya tapi dipasok oleh nelayan dari Muncar, Rembang, dan daerah penghasil ikan lainnya dari luar Kota Surabaya," ucap Bainem.
Beberapa lelaki yang bekerja di tempat pengasapan ikan Kalianak Morokrembangan saat ini membuktikan bahwa mereka sudah tak lagi melaut.
Bainem mengenang, pada mulanya dulu pengasapan ikan hanya dilakukan oleh kaum perempuan, dari hasil tangkapan ikan para lelaki di kampung ini.
"Suami saya dulu nelayan. Sekarang dia nguli, kerja bangunan," ungkapnya.
Bantuan Pemkot
Sekitar setahun yang lalu, Pemerintah Kota Surabaya membantu usaha pengasapan ikan yang masih dipertahankan warga di Kampung Kalianak Morokrembangan. Salah satunya dengan membuatkan tempat pengasapan ikan yang representatif, lengkap dengan cerobong asapnya yang menjulang ke langit.
Dengan begitu, asapnya tidak mengganggu warga di perkampungan kawasan itu. "Dulu kita mengasap ikan di pinggir jalan. Kasihan warga kampung karena asapnya masuk ke rumah-rumah," ucap Bainem.
Dengan dibangunnya tempat pengasapan ikan oleh Pemkot Surabaya di perkampungan itu, warga lain kini tak lagi terganggu.
Bainem mengisahkan, hinggga sekitar empat tahun yang lalu, ada 24 warga yang menjalankan usaha ikan asap di lingkungan RW 8 Kelurahan Morokrembangan.
Namun saat ini tersisa 11 warga yang bertahan. Menurut Bainem, yang lain memilih pensiun karena sudah berusia lanjut.
"Mereka bilang mau beristirahat di rumah," katanya. Dia menyayangkan karena anak-anaknya tidak ada yang mau melanjutkan usaha ikan asap yang telah dirintis orang tuanya.
"Anak-anak di sini banyak yang pilih jadi kuli, kerja ikut orang lain," ungkapnya.
Karenanya Pemkot Surabaya membuatkan 11 cerobong asap di tempat pengasapan ikan Kampung Kalianak Morokrembangan, yang diperuntukkan masing-masing satu bagi 11 warga yang masih bertahan menjalankan usaha ini.
Mencukupi Keluarga
Ikan asap yang diproduksi oleh warga Kampung Kalianak Morokrembangan itu dipasok ke pasar-pasar dan warung-warung penjual makanan di berbagai pelosok kampung Kota Surabaya dan sekitarnya, bahkan hingga ke Gresik dan Sidoarjo.
Mereka mulai bekerja membeteti ikan dan melakukan pengasapan pada pukul 14.00 setiap harinya. Beberapa ikan yang diasap di antaranya tongkol, manyung, pari, keting dan banyar.
"Setelah diasap, ikan-ikan ini awet sampai jam 12 siang besok," ucap Bainem.
Setelah merampungkan pengasapan, yaitu ba’da maghrib, mereka memasarkannya ke warung-warung makanan dan pasar-pasar di berbagai kampung Kota Surabaya dan sekitarnya.
"Malam harinya kita kulakan ke Pasar Pabean, begitu setiap harinya," tutur Bainem.
Tentu, Bainem menambahkan, harga ikan asap yang dijualnya merujuk pada harga ikan yang dikulaknya di Pasar Pabean.
Dia mencontohkan, pada bulan lalu saat cuaca di laut ekstrim, harga ikan pare di Pasar Pabean yang biasanya Rp22 ribu menjadi naik hingga Rp40 ribu.
"Empat bulan terakhir ini harga ikan tinggi terus. Jadi harga jual ikan asap ya ikut saya naikkan," katanya.
Sehingga, dari semula dia menjual ikan asap per biji Rp3000, pada saat cuaca ekstrim dinaikkan menjadi Rp3500.
"Tapi tiap ikan kan harganya gak sama. Harga Rp3500 per biji itu untuk ikan tongkol. Kalau ikan asap pare saya jual Rp7500 per biji, ikan asap keting Rp7000," jelasnya.
Dengan ongkos kulak dari Pasar Pabean ke Kalianak Krembangan naik becak seharga Rp50 ribu, Bainem mengaku hasil penjualan ikan asapnya sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.
"Anak saya empat, sekarang sudah lulus sekolah dan berkeluarga semua. Ya mereka itu saya besarkan dari hasil jualan ikan asap ini," tuturnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017