Banyuwangi, (Antara Jatim) - Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas menyatakan terminal baru berkonsep hijau pertama di Indonesia yang ada di Bandara Blimbingsari, Jawa Timur kini siap beroperasi.

"Ini sudah siap beroperasi. Insya Allah sebelum Lebaran sudah beroperasi berbarengan dengan realisasi rute penerbangan langsung Jakarta-Banyuwangi. Tinggal menunggu beberapa hal teknis saja," katanya saat meninjau terminal baru Bandara Blimbingsari di Banyuwangi, Sabtu.

Ia menjelaskan terminal baru ini menjadi ikon wisata sekaligus memberi ruang yang cukup bagi penumpang, mengingat terminal lama sudah tidak mencukupi seiring melonjaknya jumlah penumpang yang mencapai lebih dari 1.300 persen dalam lima tahun terakhir.

Anas mengatakan, konsep arsitektur ruang publik tidak boleh asal-asan. Selama ini, karya arsitektur yang menerabas pakem nisbi sulit diterapkan di bangunan yang didanai pemerintah, baik karena paradigma arsitektur yang masih konvensional maupun kendala administrasi.

"Tapi di Banyuwangi, karya anti-mainstream justru kami beri ruang. Selain di bandara, ruang publik lain juga dibangun dengan arsitektur mendalam, mulai taman, kampus, pendopo, pasar, sampai destinasi wisata," ujar Anas.

Anas memaparkan, konsep yang diusung di terminal bandara diarahkan untuk setidaknya menggapai tiga tujuan. Pertama, menjadi ikon pendukung pengembangan pariwisata.

"Arsitektur yang khas bisa menjadi 'landmark' yang menarik perhatian wisatawan," ucapnya.

Kedua, sebagai bagian dari transfer pengetahuan dari arsitek nasional kepada arsitek setempat. Secara bertahap, diharapkan semua bangunan di Banyuwangi, seperti ruko dan rumah makan, juga memiliki konsep arsitektur yang jelas.

"Bangunan-bangunan dengan arsitektur khas bisa menjadi contoh bagi swasta dan masyarakat. Masyarakat bisa meniru konsepnya yang sederhana, namun tetap ikonik. Yang bagus tidak harus mahal," tutur Anas.

Ketiga, secara fungsional dan daya guna, bangunan bisa terjaga keberlanjutannya dengan prinsip efisiensi. Terminal bandara ini menggunakan energi sehemat mungkin sesuai konsep rumah tropis yang mengutamakan penghawaan alami.

"Pengelolaan dan pemeliharaannya efisien, karena tak banyak menyedot energi, hampir tidak pakai pendingin ruangan. Plat beton atap juga lebih awet karena terlindung dari panas langsung dengan adanya tanaman," imbuhnya.

Terminal bandara tersebut, ujar Anas, lebih menonjolkan desain pasif untuk menghemat energi daripada menggunakan teknologi penghemat konsumsi energi.

"Desain interior dikonsep minim sekat untuk memperlancar sirkulasi udara dan sinar matahari. Juga ada kolam-kolam ikan untuk mengoreksi tekanan udara, sehingga suhu ruang tetap sejuk," katanya.

Dia menambahkan, terminal hijau ini makin ikonik karena mengadopsi konsep atap rumah Suku Osing (masyarakat asli Banyuwangi) yang juga menunjukkan ciri bangunan tropis.

"Kearifan lokal diadopsi untuk menumbuhkan cinta seni-budaya Banyuwangi. Budaya masyarakat yang selalu mengantar atau menjemput kerabatnya saat bepergian juga diadopsi dengan menyediakan anjungan luas. Jadi semuanya tidak akan telantar di bandara," ujarnya.

Sehingga, menurut dia, bangunan publik tidak hanya bermakna proyek, tapi juga bermanfaat bagi ekonomi masyarakat dan pengembangan sosial-budaya.(*)

Pewarta: Masuki M. Astro

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017