Surabaya (Antara Jatim) - Universitas Muhammadiyah Surabaya (UMS) mendirikan Pusat Studi KH Mas Mansyur (PuSMAS) di kampus setempat guna merawat dan memperkenalkan pemikiran-pemikiran salah satu Tokoh Muhammadiyah itu kepada mahasiswa maupun masyarakat umum.

"Meskipun telah wafat, namun pemikiran dan karya-karya Mas Mansyur tidak boleh hilang begitu saja karena dia merupakan salah satu tokoh besar yang dimiliki Bangsa Indonesia," kata Pengurus Harian Pusat Studi KH Mas Mansyur Sholihul Huda di Surabaya, Selasa.

Shohibul mengatakan dengan didirikannya pusat studi ini, dia berharap pemikiran dan karya peradapan KH Mas Mansyur terkait kemajuan kemanusiaan dan kebudayaan Islam di Indoneisa dapat direalisasikan.

Selain itu, pendirian pusat studi ini tak terlepas dari konflik yang ada di masyarakat saat ini. Konflik-konflik horisontal itulah yang coba ditangkal dengan pemikiran-pemikiran KH Mas Mansyur terutama tentang konsep nasionalisme Islam.

"Artinya dalam pemikiran itu ditekankan bagaimana saling menghargai, saling menghormati, saling toleran, yang saat ini mulai hilang di masyarakat," ujarnya.

Untuk itu, pihaknya sudah menyiapkan langkah-langkah guna menggali lagi pemikiran-pemikiran tersebut. Di antaranya dengan melakukan penggalian dan penelitian sejarah.

Selain itu, kata dia, berdirinya PuSMAS ini diharapkan mampu menggali hubungan persahabatan antara KH Mas Mansur dengan Kiai Abdul Wahab Hasbullah, seorang ulama pendiri Nahdatul Ulama (NU).

"Kami juga akan melakukan penyebaran gagasan-gagasan KH Mas Mansyur tersebut ke media-media sosial untuk mempercepatnya," tuturnya.

Menurut Sholihul, selama ini yang dikembangkan adalah konflik KH Mas Mansur dengan Kiai Abdul Wahab Hasbullah.

“Kami ingin gali dan tonjolkan persahabatan mereka. Salah satu contohnya, mereka berdua dalam suatu masa bersama-sama mendirikan Tashwirul Afkar (mencerahkan pemikiran).,” terangnya.

Peneliti Senior Muhammadiyah, Prof Abdul Munir Mulkhan mengatakan, perisitiwa sejarah KH Mas Mansur dan Kiai Wahab Hasbullah dapat dirujuk sehingga konteks aktualnya dapat terasa. Berdirinya PuSMAS bisa mentransfer ke masa sekarang.

“Dapat melihat setting sosial masa itu, melihat latar belakangnya, lalu target yang ingin dicapai. Ini bisa jadi kajian yang menarik,” ujarnya.

Yang penting, kata Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta ini, semua pihak harus mau membuka diri, bersikap saling memberi dan jangan klaim yang paling benar.

“Mungkin cara mengidentifikasi diri itu jangan memakai simbol-simbol, sehingga satu pihak terpaksa bertahan. Pola-pola seperti itu yang saya kira perlu dikembangkan,” tuturnya. (*) 

Pewarta: willy irawan

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017