Surabaya (Antara Jatim) - Mahasiswa Jurusan Sistem Komputer, Institut Bisnis dan Informatika Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Teknik Komputer (Stikom) Surabaya Moh Nur Bimantoro menciptakan tongkat pintar untuk tunanetra berbasis mikrokontroler yang dilengkapi sensor picu suara ketika ada bahaya.

Ditemui di kampus Stikom di Surabaya, Kamis, dia mengatakan pada umumnya tunanetra menggunakan tongkat khusus, yaitu berwarna putih dengan garis merah horizontal di bagian bawahnya untuk membantu berjalan.

"Akan tetapi dengan tongkat ini ruang gerak tunanetra masih sangat terbatas dan tidak leluasa karena untuk mengetahui adanya benda harus dengan cara mengetuk-ngetukkan tongkat di sekitar pijakan,” kata dia.

Dikatakannya, walau tongkat tunanetra saat ini sudah mulai menggunakan sensor ultrasonik, namun itu dirasanya belum membantu. Selain mahal, sensor yang ada diletakkan pada depan tongkat untuk mendeteksi benda sekitar.

Menurutnya, dengan sebuah sensor tentu kurang efektif bagi pengguna yang berjalan diatas permukaan dimana terdapat lubang ataupun ganjalan batu dan semacamnya.

“Dari sini muncul ide membuat tongkat pintar berbasis mikrokontroler. Tongkat ini menggunakan dua sensor ultrasonik,” ujarnya.

Dia menjelaskan sensor bagian atas pada tongkat diharapkan akan mudah mendeteksi benda seperti tembok rumah, pintu, pagar, tiang atau benda lainnya. Sementara sensor bagian bawah diharapkan dapat mudah mendeteksi permukaan yang tidak rata seperti batu ataupun lubang di sekitar pengguna.

"Tongkat ini dilengkapi dengan alarm sebagai tanda peringatan untuk berjalan menghindari benda-benda tersebut sehingga ruang gerak tunanetra lebih luas dan memudahkan mereka untuk melakukan segala aktivitasnya," ujarnya.

Selain itu, pada alat ini dipasang dua buah sensor ultrasonik yang digunakan untuk mengukur jarak antara tongkat dengan benda padat yang ada di depannya. Sensor ultrasonik akan mengeluarkan suara yang kemudian pantulannya mempresentasikan jarak.

Sensor atas ditujukan untuk dapat mendeteksi benda yang relatif tinggi. Sensor bawah ditujukan untuk dapat mendeteksi benda berupa gundukan atau lubang. “Dalam sistem ini sensor ultrasonik mengeluarkan suara yang kemudian akan terpantul jika mengenai benda padat dan diterima oleh receiver,” ucapnya.

Sinyal ultrasonik kemudian akan masuk ke ATMEGA32. Dari ATMEGA32, sinyal utrasonik diolah menjadi jarak dengan satuan centimeter. Setelah jarak dalam satuan centimeter sudah didapat, dilakukan penentuan jarak untuk memberikan informasi berupa suara melalui buzzer kepada pemakai tongkat pintar tersebut.

Kendati dilengkapi piranti teknologi, tongkat ini cukup ringan. Tongkat dibuat dari pipa paralon (pvc) serta karet handspat motor.

“Mulai menggali ide hingga membuat tongkat ini memerlukan waktu enam bulan, satu semester. Yang lama pada sistem perakitan dan pengujian. Untuk biayanya sekitar Rp1 juta. Nominal yang terjangkau dibanding besarnya manfaat tongkat,” katanya.

Nur Bimantoro tidak keberatan jika ada pihak yang minta karyanya diperbanyak dan disumbangkan ke yayasan yang menaungi anak tunanetra.

“Misalkan ada yang minta saya membuat dalam jumlah banyak, tidak apa-apa. Selanjutnya diberikan cuma-cuma ke lembaga pendidikan tunanetra. Misalkan ke Yayasan Pendidikan Anak Buta yang mengelola SMPLB (Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa) Anak Buta di Kecamatan Sukolilo Surabaya,” kata dia. (*)

Pewarta: willy irawan

Editor : Masuki M. Astro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017