Banyuwangi (Antara Jatim)  - Pemkab Banyuwangi berupaya menjaga kualitas perekonomian dengan memacu pertumbuhannya mampu tetap mengendalikan laju kenaikan harga barang (inflasi), di mana strategi itu bertumpu pada pengembangan pertanian, infrastruktur, dan pariwisata.

Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengatakan, pihaknya secara rutin bertemu dengan jajaran Bank Indonesia (BI), Badan Pusat Statistik (BPS), perbankan, dan pelaku usaha untuk menyinergikan langkah. ”Misalnya, dengan perbankan dan BPS kita petakan kecamatan mana yang sedang oke ekonominya, mana yang melambat. Ini penting agar kita tahu intervensi apa yang perlu dilakukan pemerintah,” ujar Anas saat dihubungi di Banyuwangi Minggu.

Sejumlah kebijakan, lanjut Anas, lahir dari sinergi antar-elemen tersebut. Dia mencontohkan, sinergi Bulog dan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) yang kini sudah berjalan di 14 desa lahir dari tantangan menjaga inflasi di level desa. ”Warga desa bisa mendapatkan komoditas seperti tepung terigu, gula, minyak yang dipasok Bulog dengan harga lebih murah,” papar Anas.

"Kami baru saja bertemu dengan BI, BPS, dan pihak terkait untuk mengevaluasi dan menyusun program agar yang kurang bisa ditingkatkan, yang bagus dipertahankan,” kata Anas.

Berkat strategi terpadu dan kerja banyak pihak itulah, pertumbuhan ekonomi Banyuwangi dalam lima tahun terakhir selalu di atas rata-rata Provinsi Jatim dan nasional. Misalnya, pada 2015, pertumbuhan Banyuwangi sebesar
6,01 persen, di atas rata-rata Jatim yang sebesar 5,49 persen dan nasional 4,8 persen. Adapun penghitungan 2016 masih difinalisasi BPS.

Meski pertumbuhan ekonomi cukup bagus, tingkat inflasi bisa dijaga di level yang rendah dan stabil. Inflasi Banyuwangi juga selalu berada di bawah rata-rata Jatim dan nasional. Pada 2016, inflasi Banyuwangi 1,91 persen, di bawah Jatim yang sebesar 2,7 persen dan nasional 3,02 persen. Bahkan, dalam beberapa kesempatan, inflasi Banyuwangi termasuk yang terendah di level nasional. ”Pada Januari 2017 ini, inflasi Banyuwangi berdasar data BPS
sebesar 0,66 persen adalah yang terendah di Jatim,” ujar Anas.

Untuk menekan inflasi, berbagai upaya dilakukan, terutama untuk menjaga pasokan pangan. Di antaranya dengan meningkatkan infrastruktur pertanian lewat pembangunan dan pemeliharaan sistem irigasi yang tahun ini
ditargetkan di 2.200 titik senilai Rp 150 miliar. Di Banyuwangi, jaringan irigasi primer mencapai 3.718 kilometer, irigasi sekunder 2.204 kilometer, dan irigasi tersier 797 kilometer yang memasok air ke lebih dari 66.000
hektare persawahan.

Pemkab Banyuwangi bersama petani juga mengembangkan sejumlah varietas unggul, memberi bantuan pupuk dan alat pertanian, berinovasi mengembangkan cabai, dan menyediakan Mobil Layanan Pertanian Terpadu untuk membantu petani menghadapi permasalahan tanam.

Sementara itu, Kepala BI Perwakilan Jember, Achmad Bunyamin, mengapresiasi kinerja ekonomi Banyuwangi. ”Ini bagus, karena meski pertumbuhannya cukup tinggi, inflasi bisa dijaga di level rendah. Saya melihat banyak inovasi
Banyuwangi bisa menggerakkan perekonomian dengan efektif, seperti memadukan pariwisata, pertanian, dan UMKM. Ada faktor kekompakan birokrasi dan 'leadership' yang layak diapresiasi,” ujarnya.

Dia mengapresiasi upaya pembangunan pertanian. Sinergi Bulog dan Bumdes di Banyuwangi juga efektif memperlancar distribusi pangan. ”Ini sudah tepat. Daerah bisa menjaga inflasi *volatile food* atau komoditas pangan yang rentan fluktuasi, karena tidak bisa mengubah inflasi karena kebijakan pusat seperti kenaikan BBM, STNK, dan lainnya," kata Achmad.(*)

Pewarta: Masuki M. Astro

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017