Bojonegoro (Antara Jatim) - Pakar pengairan Dr.Ir. Laksono Djoko Nugroho, MM,MT,P.Ma.SDA., mengatakan penanganan banjir di Pasuruan, Jawa Timur, harus terintegrasi, sebab banjir disebabkan sejumlah sungai dan pasang surut.
    
"Penanganan banjir Pasuruan harus terintegrasi, seperti yang sudah berjalan di Tanah air, seperti penanganan banjir Sungai Brantas, dan Bengawan Solo," kata dosen S2 Teknil Sipil di Untag Surabaya itu saat dihubungi dari Bojonegoro, Selasa.
    
Dengan demikian, menurut dia, penanganan banjir di Pasuruan dengan prinsip satu sungai satu perencanaan dan satu pengelolaan, karena ada sejumlah sungai penyebab banjir, antara lain, Sungai Welang, Kedung Larangan, dan Rejoso.
    
Di dalam penanganan banjir, lanjut dia, dilakukan pemerintah dengan melibatkan partisipasi masyarakat.      
    
"Penanganan banjir di Pasuruan tidak boleh sepotong-sepotong," kata Nugroho yang juga dosen pembimbing dan penguji di Teknik Pengairan Universitas Brawijaya (UB) Malang itu.
    
Lebih lanjut ia menjelaskan banjir hampir setiap tahun melanda Pasuruan, bahkan dari tahun ke tahun volume banjir  semakin meningkat.
    
Dampak banjir tidak hanya melumpuhkan perekonomian masyarakat di Kota Pasuruan, tetapi juga daerah yang berbatasan antara lain, Bondowoso, Lumajang, Situbondo sidoarjo, dan Malang.
    
"Perekonomian Jatim dan Bali terganggu akibat jalan antarprovinsi/kabupaten tergenang banjir," ucap pria yang pernah melakukan penelitian sungai di Pasuruan.
    
Ia memberikan gambaran berbagai permasalahan yang muncul terkait banjir di Pasuruan, antara lain, meningkatnya jumlah penduduk yang tidak terkendali, penggundulan hutan, dan pelanggaran garis sepadan sungai.
    
Lainnya, lanjut dia, pelanggaran tata guna lahan, sedimentasi dan adanya pengaruh pasang surut, juga masyarakat yang membuang sampah sembarangan ke sungai.
    
Oleh karena itu, kata dia, penanganan yang harus dilakukan yaitu melakukan normalisasi sungai yang mengalami sedimentasi dengan mengembalikan seperti awal mengacu besaran banjir yang terjadi.
    
Selain itu, lanjut dia, membuat perlindungan tebing sungai yang permanen pada daerah padat penduduk atau yang mudah longsor dan membuat bangunan penampung air berupa embung atau bendungan di hulu dan penampungan air di hilir.
    
"Faktor utama banjir yaitu air hujan juga pasang surut, sehingga di daerah hilir perlu dibangun "barage" untuk menahan air pasang," katanya.
    
Ia menambahkan penegakan hukum bagi pelanggar garis sepadan sungai juga perlu dilakukan, termasuk sosialisasi kepada masyarakat untuk tidak membuang sampah ke sungai juga berbagai langkah lainnya, seperti pembuatan peringatan dini banjir. (*)

Pewarta: Slamet Agus Sudarmojo

Editor : Masuki M. Astro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017