Kebhinnekaan kita dalam beragama terus menerus menghadapi ujian yang seringkali dipicu oleh hal-hal di luar agama. Kenyataan itu kemudian memunculkan sikap saling "serang" yang melambangkan klaim atas kebenaran secara sepihak.

Ketegangan yang kini menemukan saluran baru dan lebih luas, yakni via media sosial, yang tidak hanya antarmereka yang berbeda iman.

Dalam kasus Ahok, misalnya, banyak umat Islam yang mengambil posisi membela mantan Bupati Belitung Timur itu. Maka yang berseteru secara seru, khususnya di media sosial, tidak hanya kaum Muslim dengan mereka yang seiman dengan Ahok. Bahkan sesama Muslin juga saling menyalahkan.

Mereka yang merasa bahwa Islam telah dilecehkan oleh Ahok berusaha sedemikian keras untuk mengajak yang lain menyalahkan mantan Wagub DKI itu beserta pendukungnya. Sementara yang memilih jalan moderat, cenderung santai, meskipun kadang diragukan keimanannya oleh  kelompok lain. Sebaliknya kelompok lain cenderung manempatkan diri sebagai orang yang lebih beriman dan lebih Islam.

Diperlukan kearifan luar biasa dari semua pihak untuk terus menjaga kebhinnekaan Indonesia yang diwariskan oleh para leluhur ini. Sikap merasa paling benar sendiri justru akan meretakkan keragaman yang sangat indah dikagumi warga dunia ini.

Mereka yang merasa paling memiliki Islam, agaknya perlu menurunkan tensi dan memperbanyak referensi bahwa dakwah itu memerlukan strategi sehingga segala ikhtiar untuk membantu orang lain menemukan "jalan keilahian" yang benar menjadi lebih efektif.

Dakwah tidak bisa diartikan sempit hanya sebagai upaya mengajak lewat komunikasi verbal. Lebih dari itu kita perlu banyak belajar pada apa yang telah dilakukan Nabi Muhammad SAW, panutan kita semua, yang tidak pernah memaksakan orang lain untuk mengimani ajarannya.

Justru tidak sedikit kisah seorang Nonmuslim kemudian menjadi beriman karena sikap lembut dan halus budi dari Rasulullah. Orang kemudian mengikuti ajaran Rasulullah karena melihat perilaku Nabi yang sangat mulia itu.

Cendekiawan Muslim Prof Dr Komaruddin Hidayat mengatakan bahwa penyiaran Islam itu dalam rangka berbagi kebenaran dan menggalang persaudaraan. Syiar agama bukan komepetisi, pertandingan, terlebih debat kusir mencari pemenang dan menjatuhkan yang lemah. Seharusnya, kata dia, beragama itu menjadi sumber pencerahan, bukan keributan.

Sebaliknya, mereka yang memilih sikap moderat dalam memandang perilaku umat agama lain juga perlu menurunkan tensinya menyikapi sikap kelompok pertama itu. Kelompok ini barangkali perlu mengingat sikap dari ikon Islam moderat di Indonesia KH Abdurahman Wahid (Gus Dur) yang tidak mudah tersulut ketika dirinya diserang banyak pihak, termasuk ketika beliau difitnah telah keluar dari iman kepada Allah dan Rasulullah Muhammad SAW. "Gitu aja kok repot," itu ungkapan beliau yang sangat fenomenal dalam menyikapi persoalan.

Sementara kelompok Nonmuslim agaknya juga perlu menjaga sikap agar tidak terlalu masuk dalam polemik iman di dalam orang-orang Islam, meskipun kadangkala mereka menjadi sasaran "tembak". Karena itulah saat ini kata kafir sangat populer tidak hanya di kalangan umat Muslim, tetapi juga di masyarakat Nonmuslim. Padahal kata kafir yang artinya "mengingkari" itu juga ada di agama lain sebagai sebutan bagi mereka yang tidak seiman. Hanya sebutannya saja yang berbeda.

Pancasila dan nilai-nilai kebhinnekaan Indonesia bukan pemberian cuma-cuma dari Allah. Itu adalah nikmat dan sebagai hadiah atas ikhtiar leluhur bangsa ini untuk selalu menjaga sikap damai dengan mereka yang berbeda dalam segala hal. Itu mirip Piagam Madinah yang dirancang Rasulullah untuk hidup berdampingan secara damai dengan umat beragama lain di Madinah Almunawarah.

Karena itu, tugas kita saat ini untuk menjaga warisan leluhur yang istimewa itu agar tetap lestari. Kalau kita memang mengaku sebagai umat yang mencintai Tuhan, maka kita harus menjaga kebhinnekaan ini. Kebhinnekaan adalah kehendak Allah. Kalau Allah mau, tidak lah sulit bagi Dia untuk menjadikan Indonesia menjadi Muslim semua.(*)

Pewarta: Masuki M. Astro

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017