Jember (Antara Jatim) - Pihak Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi mencatat sebanyak 91 persen dana desa atau sekitar Rp9,42 triliun dari total dana desa sebesar Rp46,98 triliun pada tahun 2016 digunakan untuk pembangunan infrastruktur desa.
"Selama dua tahun berjalan program dana desa, hampir sebagian besar dana desa tersebut terserap untuk pembangunan fisik karena hampir seluruh desa menggunakan dana desa untuk pembangunan infrastruktur di desanya," kata Kepala Biro Perencanaan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Samsul Widodo di Kabupaten Jember, Jawa Timur, Sabtu.
Jurusan Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Jember menggelar "short courses" bertema "Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa Menuju Desa Mandiri dengan menghadirkan pembicara Kepala Biro Perencanaan Kemendesa PDTT Samsul Widodo, Direktur Program Universitas Membangun Desa Unej Hermanto Rohman, Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Unej Edy Wahyudi, Kepala Divisi Kerja sama UPT Teknologi Informasi Unej Alfian Futuhul Hadi, sejak Sabtu hingga Minggu (25/12).
Samsul mengatakan dana desa tahun 2015 sebesar Rp20,76 triliun dengan penggunaan dana desa terbesar untuk pembangunan infrastruktur desa sebesar 89,4 persen, kemudian penyelenggaraan pemerintahan desa sebesar 5,4 persen, pemberdayaan masyarakat sebesar 2,6 persen, dan untuk pembinaan kemasyarakatan sebesar 2,6 persen.
"Pada tahun 2016 tercatat jumlah dana desa naik menjadi Rp46,98 triliun dan penyerapan tertinggi masih berada di pembangunan infrastruktur desa mencapai 91 persen, kemudian pemberdayaan masyarakat sebesar 4 persen, penyelenggaraan pemerintahan desa sebesar 4 persen, dan pembinaan kemasyarakatan hanya 1 persen," tuturnya.
Menurutnya sebagian besar perangkat desa membelanjakan dana desa untuk kepentingan pembangunan infrastruktur seperti pavingisasi dan perbaikan jalan di desa, namun dana tersebut akan habis terpakai dan tidak ada pemasukan sama sekali terhadap kas desa.
"Padahal dana desa itu bisa dikelola untuk mengembangkan potensi di desa yang bisa memberikan keuntungan atau pemasukan terhadap kas desa, misal pengelolaan objek wisata atau pasar desa yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Desa," katanya.
Ia menjelaskan pihak Kementerian Desa selalu melakukan evaluasi terhadap penggunaan dana desa setiap tahunnya yang didasarkan pada fakta yang terjadi di lapangan, sehingga pihaknya selalu memberikan pedoman untuk prioritas penggunaan dana desa tahun berikutnya.
"Kami sudah menyusun prioritas penggunaan dana desa tahun 2017 berdasarkan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 22 tahun 2016," ucap alumnus FISIP Universitas Jember itu.
Dalam Permendes itu menyebutkan prioritas dana desa digunakan untuk pelaksanaan program/kegiatan bidang pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan disepakati dalam musyawarah desa, serta dipublikasikan pada masyarakat di ruang publik.
"Prioritas penggunaan dana desa tahun 2017 harus mempertimbangkan tipologi desa, contoh produk unggulan, dengan kegiatan pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat," katanya.
Sementara Direktur Program Universitas Membangun Desa Unej Hermanto Rohman mengatakan besarnya dana desa yang dikucurkan oleh pemerintah pusat seharusnya mewujudkan kemajuan desa dan menjadi desa yang mandiri berdasarkan kewenangan yang dimiliki oleh pihak desa setempat.
"Dana desa yang cukup besar seharusnya digunakan untuk pemberdayaan masyarakat desa melalui pembentukan usaha desa untuk menuju program satu desa satu produk unggulan," tuturnya.
Berdasarkan status kemajuan dan kemandirian desa tercatat sebanyak 33.948 desa merupakan kategori tertinggal atau sekitar 45,41 persen, kemudian sebanyak 14.107 desa yang sangat tertinggal (18,87 persen), desa berkembang sebanyak 22.916 desa (30,66 persen), kemudian desa yang maju sebanyak 3.610 desa (4,83 persen), dan desa mandiri masih sedikit yakni 173 desa (0,23 persen).(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016