Yogyakarta, (Antara) - Peneliti Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) Universitas Gadjah Mada (UGM), Agus Joko Pitoyo mengingatkan pemerintah untuk melakukan sosialisasi dan edukasi bagi tenaga kerja Indonesia (TKI), sebelum menjalankan moratorium penghentian TKI keluar negeri.

"Langkah efektif yang dapat dilakukan pemerintah sebelum melaksanakan moratorium adalah melakukan sosialisasi dan edukasi komprehensif bagi para TKI yang akan bekerja keluar negeri," ujarnya saat ditemui di Kampus Program Doktor Studi Kebijakan UGM, Yogyakarta, Rabu.

Ia menuturkan, ada tiga hal penting yang membuat TKI atau pekerja migran selalu pergi keluar negeri untuk bekerja, meski harus melalui cara-cara ilegal.

"Budaya migrasi bagi pekerja migran itu telah berakar kuat. Itu sebab, sulit bagi pemerintah menghentikannya tanpa melalui proses yang benar dan masif. Karena itu, kami coba ungkap tiga indikator dalam budaya migrasi," ucap Agus.

Pertama, kata dia, uang dari luar negeri yang selama dikirim oleh para TKI sudah menjadi kebutuhan rumah tangga. Artinya, remiten sudah sangat tinggi, utamanya untuk kebutuhan rumah tangga.

Kedua, sudah tercipta jalur-jalur migrasi, baik jalur formal maupun informal.

Menurut dia, karena proses migrasi sudah berlangsung lama, maka secara natural terbentuk relasi dan "channel" yang kuat antara masyarakat di wilayah pekerja migran dengan negara yang membutuhkan TKI.

"Mereka sudah punya channel dan sudah tercipta diaspora di luar negeri, baik yang ada di Malaysia, Hong Kong, Taiwan, Timur Tengah, bahkan sampai di AS. Dan mereka itu punya jaringan yang kuat, baik yang formal maupun informal. Sehingga dengan begitu 'network' mereka terjali begitu kuat," terang Agus Joko.

Dan ketiga, kantong-kantong migrasi yang selalu menciptakan dan mendorong terjadinya migrasi antar generasi, terjadi karena migrasi sudah berlangsung secara turun-temurun.

"Jika dalam kondisi seperti ini, sudah sangat sulit untuk diputus. Sehingga saya menyebutkan sebagai budaya migrasi, di mana migrasi sudah menjadi budaya masing-masing orang, rumah tangga, utamanya di komunitas yang saya sebut sebagai 'long standing' area, yaitu wilayah yang sudah lama sekali, dengan cara migrasinya sudah berlangsung selama ratusan tahun," papar Agus Joko.(*)

Pewarta: RH Napitupulu

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016