Surabaya (Antara Jatim) - Unit Renata Ditreskrimum Polda Jatim meringkus dukun palsu asal Ponorogo yang melakukan tindak pidana persetubuhan dan pencabulan terhadap anak di bawah umur dengan tiga korban berusia antara 16-19 tahun.
"Sejak tahun 2013, tersangka S melakukan tindak pidana itu dengan tiga korban yakni WD (16), NW (16) dan BR (19)," kata Kabid Humas Polda Jawa Timur Kombes Pol RP Argo Yuwono di Surabaya, Kamis.
Awalnya, orang tua korban WD dan nenek korban BR dikenalkan oleh B kepada tersangka S bahwa tersangka S bisa mendatangkan tokek atau pusaka ghaib yang nilai jualnya miliaran dengan ritual tertentu.
"Ritual yang dimaksud adalah melakukan persetubuhan dengan anak perempuan yang masih berumur 10-14 tahun," katanya.
Akhirnya, orang tua korban WD dan nenek korban BR serta satu korban lagi yakni orang tua korban NW pun mempercayai dengan ucapan B, karena mereka berasal dari keluarga prasejahtera yang ingin kaya.
"Untuk itu, ketiga korban pun dibawa ke tersangka S untuk mengikuti ritual mendatangkan tokek ghaib. Ritual yang dilaksanakan tersangka bersama korban tidak bersamaan," katanya.
Bahkan, lokasi dan waktu untuk ritual pun ditentukan oleh tersangka kapan, seperti di rumah, di sawah, di tepi sungai, di perkebunan, dan sebagainya.
"Korban WD, NW dan BR tidak bisa menolak ritual layaknya hubungan suami-istri itu, karena tersangka S mengancam para korban akan dibikin buta dan dibuat sakit atau dibunuh seluruh keluarganya," katanya.
Ia menambahkan tersangka S menjanjikan hasil ritual pengambilan tokek ghaib akan dijual dan dibagi rata kepada pengikut tersangka S, namun janji itu tidak pernah ada, sehingga orang tua korban melapor.
Barang Bukti yang disita polisi antara lain fotokopi akta kelahiran WD, NW, BR, fotokopi kartu keluarga, kain warna putih, jenglot, satu plastik bunga, sebuah udeng, keris, golok warna hitam, empat buah cincin, wesi aji, dupa, tiga ekor tokek, dan HP merk Nokia warna biru beserta Simcard.
"Tersangka dijerat dengan Pasal 81 dam 82 UU 35/2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman minimal lima tahun dan maksimal 15 tahun," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016
"Sejak tahun 2013, tersangka S melakukan tindak pidana itu dengan tiga korban yakni WD (16), NW (16) dan BR (19)," kata Kabid Humas Polda Jawa Timur Kombes Pol RP Argo Yuwono di Surabaya, Kamis.
Awalnya, orang tua korban WD dan nenek korban BR dikenalkan oleh B kepada tersangka S bahwa tersangka S bisa mendatangkan tokek atau pusaka ghaib yang nilai jualnya miliaran dengan ritual tertentu.
"Ritual yang dimaksud adalah melakukan persetubuhan dengan anak perempuan yang masih berumur 10-14 tahun," katanya.
Akhirnya, orang tua korban WD dan nenek korban BR serta satu korban lagi yakni orang tua korban NW pun mempercayai dengan ucapan B, karena mereka berasal dari keluarga prasejahtera yang ingin kaya.
"Untuk itu, ketiga korban pun dibawa ke tersangka S untuk mengikuti ritual mendatangkan tokek ghaib. Ritual yang dilaksanakan tersangka bersama korban tidak bersamaan," katanya.
Bahkan, lokasi dan waktu untuk ritual pun ditentukan oleh tersangka kapan, seperti di rumah, di sawah, di tepi sungai, di perkebunan, dan sebagainya.
"Korban WD, NW dan BR tidak bisa menolak ritual layaknya hubungan suami-istri itu, karena tersangka S mengancam para korban akan dibikin buta dan dibuat sakit atau dibunuh seluruh keluarganya," katanya.
Ia menambahkan tersangka S menjanjikan hasil ritual pengambilan tokek ghaib akan dijual dan dibagi rata kepada pengikut tersangka S, namun janji itu tidak pernah ada, sehingga orang tua korban melapor.
Barang Bukti yang disita polisi antara lain fotokopi akta kelahiran WD, NW, BR, fotokopi kartu keluarga, kain warna putih, jenglot, satu plastik bunga, sebuah udeng, keris, golok warna hitam, empat buah cincin, wesi aji, dupa, tiga ekor tokek, dan HP merk Nokia warna biru beserta Simcard.
"Tersangka dijerat dengan Pasal 81 dam 82 UU 35/2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman minimal lima tahun dan maksimal 15 tahun," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016