Blitar (Antara Jatim) - Kantor Imigrasi Kelas II Blitar, Jawa Timur telah mendeportasi sedikitnya 20 warga negara asing karena masalah keimigrasian selama periode Januari hingga akhir Agustus 2016.
"Kebanyakan yang dideportasi karena WNA bersangkutan menyalahi izin tinggal atau 'overstay' (melewati batas waktu izin tinggal)," kata Kepala Seksi Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian Kantor Imigrasi Kelas II Blitar, Hendra Setiawan di Blitar, Jumat.
Tanpa merinci domisili baru di wilayah tugas Kantor Imigrasi Blitar yang meliputi Kabupaten/Kota Blitar dan Tulungagung, Hendra menyebut mayoritas WNA yang dideportasi berasal dari Taiwan, China, dan Malaysia.
Keberadaan para WNA tersebut di Indonesia sebagian karena menikah dengan warga pribumi yang menjadi TKI/TKW, bekerja di wilayah hukum Kabupaten/Kota Blitar dan Tulungagung, ataupun kepentingan riset dan budaya.
"Kasus yang paling sering menikah dengan TKI. Mereka mengikuti pasangannya di Indonesia tinggal beberapa lama namun tidak mengurus dokumen keimigrasian, atau sudah mengurus namun sudah kadaluarsa (overstay)," papar Hendra.
Hendra mengungkapkan, WNA yang dideportasi itu rata-rata menetap dan beraktifitas di wilayah pedesaan, sehingga tidak segera menyadari masa berlaku izin tinggalnya telah habis.
"Pelanggar izin keimigrasian dikenakan sanksi sesuai tingkat pelanggaran yang dilakukan, termasuk denda Rp300 ribu per hari untuk izin yang telah habis masa berlakunya," kata Hendra.
Sedangkan WNA yang keberadaannya telah 60 hari, lanjut Hendra, Kantor Imigrasi secara otomatis akan melakukan langkah deportasi dan nama WNA bersangkutan masuk dalam daftar cegah-tangkal atau penangkalan.
"Sesuai ketentuan, visa kunjungan berlaku berlaku selama 30 hari dan bisa diperpanjang, izin tinggal sementara (ITAS) berlaku setahun dan bisa diperpanjang, sedangkan izin tinggal tetap (ITAP) berlaku lima tahun dan bisa diperpanjang. Dokumen keimigrasian ini harus dimiliki WNA selama tinggal di Indonesia sesuai masa izin yang berlaku," ujarnya.
Hendra menjelaskan, Kantor Imigrasi Klas II Blitar sejauh ini telah melakukan berbagai upaya untuk menangkal berulangnya WNA yang menyalahi izin tinggal di wilayah kerjanya.
Salah satu yang kini gencar dilakukan, menurut keterangan Hendra, adalah dengan melakukan pengawasan secara berkelanjutan dan bertahap terhadap keberadaan WNA dengan mengoptimalkan partisipasi semua elemen masyarakat dari lingkup terkecil di RT/RW sampai pada para pemilik hotel dan rumah kos.
Selain itu, lanjut dia, Kantor Imigrasi juga melakukan sosialisasi serta mengimbau agar para pemilik hotel, rumah kos, maupun penginapan proaktif melaporkan jika ada WNA yang singgah ke tempat mereka.
"Harapannya, ke depan para pemilik kos maupun penginapan aktif melapor minimal ke kelurahan atau ke kecamatan setempat, jika ada orang asing yang singgah," kata Hendra.
Ia menengarai, sejauh ini masih banyak pemilik rumah kos atau penginapan yang justru enggan melapor dan malah menyembunyikan keberadaan WNA tersebut.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016
"Kebanyakan yang dideportasi karena WNA bersangkutan menyalahi izin tinggal atau 'overstay' (melewati batas waktu izin tinggal)," kata Kepala Seksi Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian Kantor Imigrasi Kelas II Blitar, Hendra Setiawan di Blitar, Jumat.
Tanpa merinci domisili baru di wilayah tugas Kantor Imigrasi Blitar yang meliputi Kabupaten/Kota Blitar dan Tulungagung, Hendra menyebut mayoritas WNA yang dideportasi berasal dari Taiwan, China, dan Malaysia.
Keberadaan para WNA tersebut di Indonesia sebagian karena menikah dengan warga pribumi yang menjadi TKI/TKW, bekerja di wilayah hukum Kabupaten/Kota Blitar dan Tulungagung, ataupun kepentingan riset dan budaya.
"Kasus yang paling sering menikah dengan TKI. Mereka mengikuti pasangannya di Indonesia tinggal beberapa lama namun tidak mengurus dokumen keimigrasian, atau sudah mengurus namun sudah kadaluarsa (overstay)," papar Hendra.
Hendra mengungkapkan, WNA yang dideportasi itu rata-rata menetap dan beraktifitas di wilayah pedesaan, sehingga tidak segera menyadari masa berlaku izin tinggalnya telah habis.
"Pelanggar izin keimigrasian dikenakan sanksi sesuai tingkat pelanggaran yang dilakukan, termasuk denda Rp300 ribu per hari untuk izin yang telah habis masa berlakunya," kata Hendra.
Sedangkan WNA yang keberadaannya telah 60 hari, lanjut Hendra, Kantor Imigrasi secara otomatis akan melakukan langkah deportasi dan nama WNA bersangkutan masuk dalam daftar cegah-tangkal atau penangkalan.
"Sesuai ketentuan, visa kunjungan berlaku berlaku selama 30 hari dan bisa diperpanjang, izin tinggal sementara (ITAS) berlaku setahun dan bisa diperpanjang, sedangkan izin tinggal tetap (ITAP) berlaku lima tahun dan bisa diperpanjang. Dokumen keimigrasian ini harus dimiliki WNA selama tinggal di Indonesia sesuai masa izin yang berlaku," ujarnya.
Hendra menjelaskan, Kantor Imigrasi Klas II Blitar sejauh ini telah melakukan berbagai upaya untuk menangkal berulangnya WNA yang menyalahi izin tinggal di wilayah kerjanya.
Salah satu yang kini gencar dilakukan, menurut keterangan Hendra, adalah dengan melakukan pengawasan secara berkelanjutan dan bertahap terhadap keberadaan WNA dengan mengoptimalkan partisipasi semua elemen masyarakat dari lingkup terkecil di RT/RW sampai pada para pemilik hotel dan rumah kos.
Selain itu, lanjut dia, Kantor Imigrasi juga melakukan sosialisasi serta mengimbau agar para pemilik hotel, rumah kos, maupun penginapan proaktif melaporkan jika ada WNA yang singgah ke tempat mereka.
"Harapannya, ke depan para pemilik kos maupun penginapan aktif melapor minimal ke kelurahan atau ke kecamatan setempat, jika ada orang asing yang singgah," kata Hendra.
Ia menengarai, sejauh ini masih banyak pemilik rumah kos atau penginapan yang justru enggan melapor dan malah menyembunyikan keberadaan WNA tersebut.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016